Di Tengah Gempuran Virus Korona, Kepiawaian Memasak Sekaligus Memasarkan Kian Terasah
Sudah hampir satu bulan terakhir, sejak berlakunya jaga jarak dan di rumah saja, banyak depot, warung nasi, kafe, dan restoran tutup. Kondisi ini membuat daya kreativitas dan inovasi bermunculan bak jamur di musim hujan.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·6 menit baca
HUMAS PEMKOT SURABAYA
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tak hanya memberikan petunjuk agar pedagang dan pembeli menjaga jarak dan tidak bersentuhan, tetapi juga menata barang milik pedagang di Pasar Pucang Anom, Minggu (26/4/2020).
Sudah hampir satu bulan terakhir, sejak berlakunya jaga jarak dan di rumah saja, banyak depot, warung nasi, kafe, dan restoran yang tutup. Dengan berbagai alasan dan kian ketatnya protokol penanganan Covid-19, nyaris pedagang keliling pun hanya satu dua orang yang aktif.
Tukang sayur, penjual makanan keliling juga semakin sulit memasuki gang atau perkampungan karena hampir semua rukun tetangga/rukun warga (RT/RW) memberlakukan protokol kesehatan di lingkungannya. Salah satunya mempersempit jalur masuk keluar ke satu wilayah dengan menerapkan sistem satu pintu.
Namun, jangan lantas putus asa, seakan hidup semakin sulit. Ekonomi seakan tak bergerak karena pergerakan sangat terbatas untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona yang menyebabkan penyakit Covod-19.
Begitu korona menyebar ke Indonesia dan banyak negara langsung menutup jalur penerbangan, usaha biro perjalanan tidak beroperasi, saya pun gerak cepat bikin daftar menu harian lalu disebar di grup media sosial.
Justru di tengah situasi yang serba dibatasi, daya kreativitas dan inovasi bermunculan bak jamur di musim hujan. Dalam situasi seperti ini masyarakat seperti mendapat tuntunan untuk berkreasi agar tungku dapur di rumah tetap membara. Di rumah saja, barangkali menjadi salah satu implementasi dari penjarakan sosial selama pandemi Covid-19, yang memicu daya kreativitas dan inovasi.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga memasak hidangan yang dijual melalui platform daring pasardesa.id, Selasa (14/4/2020), di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, DI Yogyakarta.
Tak hanya ibu rumah tangga yang biasa di rumah yang coba merintis bisnis dari rumah, tetapi juga karyawan yang selama pandemi korona bekerja dari rumah. Seperti dilakukan Nathalia (50), pemilik biro perjalanan ini, langsung banting setir menjalankan usaha kuliner dan siap antar.
Tak cuma menu makanan sehari-hari, tetapi ia juga mengolah roti kering dan basah atau jajan pasar. ”Begitu korona menyebar ke Indonesia dan banyak negara langsung menutup jalur penerbangan, usaha biro perjalanan tidak beroperasi, saya pun gerak cepat bikin daftar menu harian lalu disebar di grup media sosial,” kata ibu dua putra ini.
KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA
Berbagai jenis penganan semakin ramai ditawarkan ibu rumah tangga di Kota Surabaya lewat media sosial dan grup selama menjalani kehidupan sesuai protokol kesehatan antara lain jaga jarak, di rumah saja, dan hindari kerumunan.
Cara baru untuk tetap dapur mengebul juga dijalani Wiwik (47), dosen salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya, yang juga mulai rajin masak. Sehari sebelumnya dia mem-posting menu yang besok akan dimasak.
Menu yang ditawarkan benar-benar menu rumahan antara lain sayur asem, sayur bening, pepes ikan tongkol, serta tahu dan tempe goreng. Selama bulan suci Ramadhan, ibu satu putra ini juga menyediakan takjil dan menu berbuka puasa. ”Tiap hari kan memasak, ya sudah sekalian saja masak banyak tergantung orderan teman-teman,” katanya.
Selama pandemi korona, banyak ibu rumah tangga, bahkan selama ini berstatus karyawan karena penerapan protokol kesehatan bekerja dari rumah, daya endus peluang usaha yang bisa dikerjakan di rumah sangat tajam. Alasannya dengan memasak makanan, tenaga yang dikeluarkan sama meski memasak sedikit atau banyak.
”Kerja di rumah ya mengajar, rapat dilakukan sambil mendampingi anak belajar di rumah justru memotivasi untuk melakukan sesuatu yang bisa menambah pendapatan keluarga. Lagi pula masakan yang saya tawarkan kepada teman-teman dekat sekalian buat santapan keluarga, jadi bisa ngirit biaya dapur sekaligus dapat margin,” kata Rismawati (45), pemilik salon kecantikan di Gunung Anyar.
Kompas/Bahana Patria Gupta
Pegawai Pemkot Surabaya menyiapkan paket bantuan untuk orang dalam pemantauan, orang tanpa gejala, serta pasien dalam pengawasan bersama keluarganya di Dapur Umum Covid-19 pada hari pertama bekerja setelah libur Idul Fitri di Taman Surya, Balai Kota Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (26/5/2020).
Kaum perempuan pun tak hanya memasak sendiri menu makanan, minuman, ataupun penganan atau jajan pasar, termasuk kue kering dan roti yang sekaligus dipasarkan secara online atau dalam jaringan. Banyak diantara mereka juga menjajakan produk teman, kerabat atau tetangga meski produk itu dikirim dari luar kota.
Jasa titipan
Seperti yang dilakukan Elmi Menot (60) yang setiap hari menawarkan lewat media sosial atau grup WhatsApp (WA) lumpia Semarang, ketan berbagai rasa dari Kota Batu, dan bakpia dari Yogyakarta. Ada juga khusus menjajakan buah dan sayur segar.
Pemain baru di dunia bisnis ini ada yang hanya menyediakan barang jenis tertentu, meski umumnya segala kebutuhan bisa dipenuhi. Semisal Aloisia (45) yang bekerja di perusahaan distributor di Tropodo, Sidoarjo spesialis menyediakan produk terkait kebersihan tubuh dan ruangan, seperti cairan mencuci tangan, hand sanitizer, disinfektan, dan masker.
"Saya jual produk yang ada di tempat kerja, kan harga lebih murah karena ada perlakuan khusus sebagai karyawan. Lumayan dapat margin 10-20 persen, dan barang cepat laku karena lebih murah dari harga produk sama di pasaran," katanya.
Ibu rumah tangga di Kota Surabaya dan Sidoarjo tak hanya membuat sekaligus memasarkan masakan atau produk yang dikerjakan selama berada di rumah, tetapi juga siap memasarkan produk orang lain sebagai jasa titip.
Adaptasi dengan situasi hidup normal baru menjadi penting untuk mengatasi kemiskinan dan ketertinggalan dalam segala hal.
Menurut Agus Wahyudi dari Humas Pahlawan Ekonomi Surabaya, selama pandemi Covid-19, pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Kota Surabaya, terutama makanaan, kue kering, minuman, serta camilan, rata-rata mengalami peningkatan pendapatan. Penjualan meningkat karena selama ini pelaku usaha tersebut sudah berjualan secara online.
Peluang untuk menggenjot omzet sangat besar. Sufiyanto Arif, misalnya. Dia adalah pelaku usaha Segosoge yang menjual makanan kemasan dengan menu rumahan. Setiap hari pelanggan selalu menanyakan menu untuk keesokan harinya melalui akun media sosial Segosoge.
Sufiyanto pun menunggu orderan pelanggan hingga pukul 17.00 WIB setiap hari. Dengan demikian, hampir setiap hari tidak ada makanan tersisa karena semua dimasak sesuai jumlah orderan hari itu.
KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA
Salah satu produk andalan nasi dalam mangkuk Segosoge.
Menurut Diah Arfianti (41), pelaku usaha kue kering Diah Cookies, selama pandemi korona, ia gencar berpromosi lewat media sosial untuk mendongkrak omzet. Apalagi di tengah kesibukannya menggarap orderan beragam rasa kue kering, Diah yang dibantu suami dan anak-anaknya sesekali masih mendapatkan pesanan beberapa jenis lauk.
”Paling berat ketika diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Surabaya Raya, hampir 90 persen pegawainya yang berasal dari Pulau Madura mengajukan diri pulang lebih awal. Bahkan mereka sudah kembali ke rumah masing-masing di Pulau Madura, sepekan setelah bulan suci Ramadhan berlangsung,” katanya.
Maka untuk memenuhi orderan sepanjang hari, terutama menjelang Idul Fitri, Diah mempekerjakan tenaga baru yang berdomisili di Surabaya. ”Semua tenaga di keluarga terlibat agar semua pesanan bisa dipenuhi,” ujarnya.
Mewabahnya virus korona mengubah semua semua sisi kehidupan karena harus mulai membiasakan yang tak biasa, hidup sehat, kreatif, dan inovatif. Seperti selalu ditekankan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, ke depan tantangan adalah kecepatan adaptasi, mengantisipasi pola hidup baru, yang bakal menjadi kondisi normal baru.
Maka ke depan, masyarakat akan cenderung lebih memperhatikan asupan makan sehat meski bekerja dari rumah, memanfaatkan teknologi digital, dan perubahan atau transformasi struktur perekonomian. ”Adaptasi dengan situasi hidup normal baru menjadi penting untuk mengatasi kemiskinan dan ketertinggalan dalam segala hal,” ucap Risma.
Belajar dari dampak penularan virus korona, menurut Risma, juga menjadi pemicu bagi warga Surabaya mulai menekuni satu usaha di setiap rumah tangga. ”Saya berharap warga Surabaya ketika memasuki lanjut usia tak lantas kehilangan sumber pendapatan, seperti uang pensiun. Semua bisa memiliki pensiun meski bukan pegawai. Justru usaha yang dirintis di rumah itu kelak menjadi uang pensiunnya sehingga hingga uzur bisa hidup sejahtera,” katanya.
Jadi memang selalu ada secercah terang dari setiap kegelapan, termasuk ketika virus korona mendera dan memaksa seluruh masyarakat kembali menjalani kelaziman baru. Hidup secara normal baru sebenarnya menggugah kembali tata cara hidup sehat, tidak rakus, dan tidak egois. Apalagi dengan menjaga diri berarti ikut menjaga yang lain, termasuk lingkungannya.