Ajukan PK Terhadap Gugatan Warga, Pemerintah Dinilai Enggan Jalankan Putusan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung terkait gugatan warga atau Citizen Law Suit atas kejadian kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 lalu.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Temukan bukti baru, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah ajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung terkait gugatan warga atau Citizen Law Suit atas kejadian kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 lalu. Hal itu dinilai sebagai bentuk rasa enggan memenuhi putusan.
Kepala Biro Hukum Provinsi Kalimantan Tengah Saring mengungkapkan, pengajuan peninjauan kembali (PK) merupakan keinginan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sebagai tergugat VI memenuhi keadilan yang utuh. Menurutnya selama persidangan masih banyak bukti-bukti yang belum diajukan.
“Kami menemukan bukti baru atau novum sehingga kami ajukan PK ini,” ujar Saring di Palangkaraya, Senin (1/6/2020).
Saring menjelaskan, beberapa bukti baru yang ditemukan terkait dengan proses perencanaan penanganan kebakaran hutan dan lahan hingga pemadaman api. Selain itu, terdapat beberapa bukti penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat hukum. “Kami ingin mendapatkan keadilan yang utuh,” ujarnya.
Saring menambahkan, pengajuan PK itu tidak mewakili tergugat lainnya. Mereka mengajukan tersebut atas kebutuhan hukum.
Sebelumnya, gugatan warga atau citizen law suit (CLS) terkait kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada 2015 lalu dikabulkan hakim Pengadilan Negeri Palangkaraya pada Maret 2017. Para tergugat, yakni Presiden, empat menteri, Gubernur Kalimantan Tengah, dan DPRD Provinsi Kalimantan Tengah dinyatakan lalai dalam bencana asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan.
Gugatan itu diajukan para pegiat lingkungan yang tergabung dalam Gerakan Anti Asap (GAAs) Kalteng. Mereka adalah Mantan Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas, Mantan Deputi Direktur Walhi Kalteng Affandy, Direktur Save Our Borneo Nordin (alm), Direktur JARI Mariaty A Niun, Koordinator Fire Watch Kalteng Faturokhman, Bendahara Walhi Kalteng Herlina, dan warga Kota Palangkaraya Kartika Sari.
Setelah itu, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). MA kemudian mengeluarkan keputusan menolak kasasi tersebut pada Selasa (16/7/2019) dan menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Palangkaraya.
Beberapa tuntutan warga saat itu antara lain membuat tim khusus pencegahan dini kebakaran hutan, lahan, dan perkebunan di seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang berbasis pada wilayah desa yang beranggotakan masyarakat lokal; mengalokasikan dana untuk operasional dan program tim tersebut; melakukan pelatihan dan koordinasi secara berkala minimal setiap 4 bulan dalam satu tahun; menyediakan peralatan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan; dan menjadikan tim tersebut sebagai sumber informasi pencegahan dini dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalteng.
Lalu, menyusun dan mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang perlindungan kawasan lindung seperti diamanatkan dalam Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran udara asap di Propinsi Kalimantan Tengah yang dapat diakses gratis bagi korban asap; memerintahkan seluruh rumah sakit daerah yang berada di wilayah provinsi Kalimantan Tengah membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap; dan membuat tempat evakuasi ruang bebas pencemaran guna antispasi potensi kebakaran hutan dan lahan yang berakibat pencemaran udara asap.
Warga juga meminta pemerintah pusat maupun daerah meminta maaf atas kelalaian tersebut kepada masyarakat Indonesia khususnya di wilayah terdampak asap.
Salah satu penggugat Arie Rompas, mengungkapkan, pengajuan PK itu membuat proses eksekusi berlarut-larut. Menurutnya, pemerintah enggan melaksanakan tanggungjawabnya dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan.
“PK itu tidak menjawab rasa keadilan untuk masyarakat, kami bukan meminta materi, kami minta pemerintah menjalankan fungsinya yang sudah jadi wewenang mereka,” kata Arie.
PK itu tidak menjawab rasa keadilan untuk masyarakat, kami bukan meminta materi, kami minta pemerintah menjalankan fungsinya yang sudah jadi wewenang mereka
Menurut Arie, pihaknya diberikan waktu 30 hari untuk menjawab PK tersebut. Saat ini, para penggugat sedang berembuk bersama kuasa hukumnya untuk menentukan strategi yang akan dilakukan.
“Kami harap (PK) ini ditolak dan pemerintah menjalankan putusan pengadilan sehingga masyarakat mendapatkan keadilan,” kata Arie.
Direktur Walhi Kalimantan Tengah Dimas Novian Hartono, menjelaskan, PK tidak menjawab substansi gugatan warga karena bukti yang ditunjukkan itu lebih mengarah pada pembelaan diri pemerintah.
"Terkesan pemerintah provinsi tidak membaca tuntutannya, ini jadi sekedar PK supaya tidak menjalankan hasil putusan," kata Dimas.
Dimas menambahkan, tuntutan itu menguntungkan masyarakat Kalteng. Artinya, pemerintah tidak mendukung kebutuhan masyarakat dalam konteks kebakaran hutan dan lahan. Ia mencontohkan seperti pembangunan rumah sakit paru di Kalteng yang sangat dibutuhkan karena banyaknya korban asap.
"Alangkah lebih elok pemerintah di Kalteng mendorong pemerintah pusat untuk menjalankan putusan itu, bukan malah mengajukan PK," kata Dimas.