Kita Berlebaran dengan Cara Baru
Biasanya, imam shalat Idul Fitri adalah orang pilihan yang menguasai ilmu agama dengan baik. Namun, pandemi Covid-19 membuat para kepala keluarga atau anak laki-laki bisa menjadi imam shalat Id 1 Syawal 1441 Hijriah
Biasanya, imam shalat Idul Fitri adalah orang pilihan yang menguasai ilmu agama dengan baik. Namun, pandemi Covid-19 membuat para kepala keluarga atau anak laki-laki bisa menjadi imam shalat Id 1 Syawal 1441 Hijriah di rumah, pada Minggu (24/5/2020).
Tidak terkecuali Mulyono (49), warga Kelurahan Curug, Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat, yang sebelumnya melakukan persiapan dengan belajar tata cara shalat Id. ”Sebab, saya sendiri belum pernah khotbah,” kata Mul, panggilan akrabnya, Minggu. Mul pun menata salah satu kamar di rumahnya menjadi tempat shalat Id. Ia pun merekam ibadah sunah Idul Fitri yang berjalan lancar di rumahnya itu, dan kemudian mengunggah di kanal Youtube-nya.
Kami berlebaran dengan cara baru, shalat Id di rumah dan berkumpul lewat aplikasi konferensi video.
Hari itu, pengurus masjid di lingkungan Mul tidak menggelar salat berjemaah di halaman masjid. Keputusan itu diambil untuk memutus penularan Covid-19. Lebaran pun terasa berbeda dengan sebelumnya. Kali ini, tidak ada warga yang tumpah ruah di sekitar masjid. Hampir semua warga yang berlebaran melaksanakan shalat Id di rumah masing-masing.
Seusai shalat Id, warga bersilaturahmi menggunakan aplikasi konferensi video. Hal itu antara lain dilakukan Heru Suroso (41), warga Kelurahan Jurang Mangu Timur, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten. Seusai shalat Id, ia langsung menyiapkan komputer jinjing. Bersama anak dan istrinya, dia bersilaturahmi dengan ibunya di Pekanbaru, Riau, dan keluarga lainnya di Jakarta dan Tangerang Selatan menggunakan aplikasi konferensi video. ”Pandemi Covid-19 membuat tidak bisa mudik. Kami berlebaran dengan cara baru, shalat Id di rumah dan berkumpul lewat aplikasi konferensi video,” ujarnya.
Dari balik pagar
Di Kota Padang, Sumatera Barat, meski perayaan Idul Fitri kali ini tampak lebih sepi, silaturahmi tetap terjalin dari balik pagar rumah warga.
”Kampung ini biasanya paling ramai di Padang. Lihatlah sekarang, hari raya ataupun tidak sama saja,” kata Sumarni (57) di beranda rumahnya, Kelurahan Ujung Gurun, Padang Barat, Padang, Senin (25/5).
Baca juga : Idul Fitri Digelar dalam Kesederhanaan di Dunia
Siang itu, gang-gang di Kampung Purus Kebun lengang. Pintu sebagian besar rumah warga tertutup. Beberapa orang saja yang beraktivitas di luar rumah, seperti menjaga warung atau berlalu- lalang dengan sepeda motor.
Warga setempat beruntung bisa melaksanakan shalat Id di Masjid Quwwatul Ummah di kompleks itu. Pengurus masjid mendapat rekomendasi camat untuk menggelar shalat Id, tetapi dengan menerapkan protokol kesehatan. Shalat Id hanya boleh diikuti warga setempat. Jemaah juga harus memakai masker, membawa sajadah sendiri, mencuci tangan dengan sabun, dan mengikuti pemeriksaan suhu tubuh. Sehabis shalat, jemaah langsung pulang tanpa saling bersalaman.
Sumarni merasa, Lebaran tahun ini adalah yang paling sunyi dan sulit bagi keluarganya. Meski demikian, ia tetap berupaya menjaga silaturahmi dari dalam rumahnya. Siang itu, hal itu antara lain diwujudkan lewat berbagi cerita dengan dua tetangganya.
Baca juga : Idul Fitri Mudik Rohani
Lebaran sunyi juga dijalani Ruslieti (60), warga Kelurahan Anduriang, Kuranji, Padang. Shalat Id hanya bisa dari rumah bersama keluarga. Ruslieti tak lagi mendapati momen hari raya yang hiruk pikuk penuh kegembiraan dengan berkumpulnya keluarga besar. Anak, adik, cucu, dan para sepupu yang tersebar di Jakarta, Tanah Datar, Solok, Mentawai, dan Pekanbaru tak bisa pulang. ”Hari raya sekarang sepi. Biasanya tak putus- putus orang naik ke rumah. Sekarang, tidak ada yang naik ke rumah,” ujarnya.
Silaturahmi dengan sanak saudara hanya berlangsung dengan panggilan suara dan video. Meski tak dapat menggantikan kehadiran keluarga secara fisik, hal itu dapat menjadi obat penawar rindu.
Sedih dan haru
Sedih bercampur haru menyelimuti hati Salman (57) seusai shalat Id bersama keluarga. Momen Idul Fitri 1441 Hijriah tidak semeriah biasanya karena tidak ada shalat berjemaah dan silaturahmi antarwarga. Kali ini hanya ada istri dan kedua anaknya.
Padahal, sebelumnya, setiap tahun ada shalat berjemaah di lapangan sepak bola dekat permukiman warga Kramat Jati, Jakarta Timur. Seusai shalat, warga saling bersalaman dan bercengkerama. Namun, kali ini jalanan lengang. Warga berdiam diri di rumah bersama keluarganya. ”Berbeda banget dibanding kalau tidak ada pandemi. Kami biasanya shalat di lapangan. Pulang shalat pasti salam-salaman dan ramai. Ada rasa sedih memang,” ucap Salman.
Hari itu, Salman sekeluarga sudah bersiap untuk shalat Id sejak pukul 05.00. Mereka sarapan terlebih dahulu sebelum shalat. Ada lontong, rendang, dan ayam bumbu kecap. Menu wajib saat Lebaran. Pukul 06.30, Salman memimpin shalat Id bersama keluarga di ruang tengah rumahnya yang berukuran 3 x 5 meter persegi. Shalat berlangsung dua rakaat. Seusai shalat, mereka saling salaman. ”Tak ada yang spesial. Semuanya sederhana saja. Tak ada pakaian baru, mukena baru, istri dan anak juga tidak berdandan. Namun, kami terus bersyukur,” tuturnya.
Berbeda banget dibanding kalau tidak ada pandemi.
Salah satu yang disyukuri Salman adalah tetap bisa bersilaturahmi secara virtual. Keluarga besarnya di sejumlah daerah bertemu lewat konferensi video.
Peluang silaturahmi secara dalam jaringan (daring/online) ini direngkuh oleh lembaga pelatihan wirausaha sosial, Info Inspirasi Melintas Zaman (IMZ), yang menyediakan jasa rapat daring sejak April lalu. Mereka yang ingin rapat bersama maksimal 100 peserta atau bersilaturahmi dengan keluarga melalui konferensi video bisa menggunakan layanan Info IMZ dengan biaya sebesar Rp 150.000 selama empat jam. Manajer Program Info IMZ Prasetyo Wibowo menjelaskan, layanan ini disambut positif oleh lembaga-lembaga sosial dan masyarakat yang tidak mempunyai akun premium konferensi daring. ”Sejauh ini lumayan membantu, terutama bagi mereka yang tidak punya kartu kredit atau debit (untuk berlangganan),” ujarnya.
Pandemi Covid-19 memang membawa kita merayakan Lebaran dengan cara baru. Namun, semangat beribadah di rumah dan silaturahmi secara virtual justru kian menguatkan kita sebagai bangsa dengan solidaritas sosial tinggi dalam memutus penularan Covid-19.
(YOL/DAN/NDY/KUM/HAM)