Keraton Yogyakarta membagikan ”ubarampe” gunungan sebagai pengganti gunungan yang biasa dibagikan saat Grebeg Syawal. Tahun ini, Grebeg Syawal ditiadakan untuk mencegah risiko penularan penyakit Covid-19.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Untuk mencegah potensi penularan penyakit Covid-19, Keraton Yogyakarta meniadakan upacara tradisional Grebeg Syawal yang biasa diselenggarakan bertepatan dengan hari raya Idul Fitri. Sebagai pengganti dari pembagian gunungan yang biasa dilakukan saat Grebeg Syawal, Keraton Yogyakarta membagikan ubarampe atau kelengkapan gunungan kepada sejumlah pihak.
Pembagian ubarampe gunungan itu dilakukan pada Minggu (24/5/2020) atau bertepatan dengan 1 Syawal 1441 Hijriah. Adapun ubarampe gunungan yang dibagikan itu berupa rengginang yang ditusuk dengan tangkai bambu.
Berdasarkan pantauan Kompas, pada Minggu sekitar pukul 09.00, sejumlah abdi dalem Keraton Yogyakarta terlihat keluar dari dalam keraton sambil membawa ubarampe gunungan. Mereka kemudian menaikkan ubarampe tersebut ke atas dua mobil bak terbuka yang sudah disiapkan.
Keputusan tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya pencegahan risiko penyebaran Covid-19 yang dapat terjadi dalam kerumunan massa.
Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Yogyakarta Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono mengatakan, keputusan meniadakan Grebeg Syawal tahun ini dilakukan untuk mencegah potensi penularan penyakit Covid-19. ”Keputusan tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya pencegahan risiko penyebaran Covid-19 yang dapat terjadi dalam kerumunan massa,” katanya.
Dalam upacara grebeg biasanya dilakukan pembagian gunungan yang disertai arak-arakan prajurit. Gunungan merupakan susunan berbagai bahan pangan dan hasil bumi yang ditata menyerupai bentuk gunung. Pembagian gunungan merupakan bentuk rasa syukur dan sebagai bentuk sedekah raja kepada kerabat dan masyarakat.
Saat pembagian gunungan dilakukan, biasanya masyarakat akan berdesak-desakan untuk memperebutkan hasil bumi yang ada di gunungan. Aksi berebut itu terjadi karena sebagian warga percaya bahwa hasil bumi dari gunungan bisa membawa berkah dalam kehidupan.
Karena biasanya diwarnai aksi desak-desakan dan dihadiri ribuan warga, Keraton Yogyakarta memutuskan meniadakan pembagian gunungan tahun ini. Sebab, kerumunan warga yang terbentuk saat Grebeg Syawal dikhawatirkan bisa menjadi sarana penularan penyakit Covid-19.
Meski meniadakan pembagian gunungan dan arak-arakan prajurit, Keraton Yogyakarta tetap membagikan ubarampe gunungan kepada sejumlah pihak. Namun, GKR Condrokirono menyebut, pembagian ubarampe itu dilakukan dengan memperhatikan protokol pencegahan penularan Covid-19.
”Prosesi arak-arakan gunungan beserta prajurit yang biasa digelar memang tidak ada, tetapi kami tetap akan membagikan ubarampe gunungan yang berupa rengginang. Hal ini merupakan usaha Keraton Yogyakarta dalam melestarikan tradisi di tengah pandemi,” kata GKR Condrokirono.
Melalui pembagian ubarampe gunungan itu, GKR Condrokirono menyebut, esensi dari upacara grebeg tidak akan hilang. Selain itu, dia menambahkan, pada masa lalu, upacara grebeg memang dilakukan dengan pembagian ubarampe gunungan, bukan dengan rebutan gunungan seperti yang dikenal sekarang.
”Prosesi ini tetap bermakna sebagai ungkapan rasa syukur dan sedekah dari raja kepada kerabat dan rakyatnya. Dengan cara ini, kerumunan massa akan terminimalisir dan prosesi justru berjalan seperti pelaksanaan garebeg zaman dulu,” ungkap GKR Condrokirono yang merupakan putri kedua raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono (HB) X.
Pakualaman dan kantor gubernur
Putri pertama Sultan HB X, GKR Mangkubumi, mengatakan, ubarampe gunungan tersebut dibawa ke Pura Pakualaman serta kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di kompleks Kepatihan, Yogyakarta. Selain itu, ada juga ubarampe yang dibagikan ke masing-masing tepas atau divisi di Keraton Yogyakarta.
”Ubarampe itu yang pertama untuk Pura Pakualaman, yang kedua untuk Kepatihan, dan juga dibagikan ke masing-masing tepas di keraton,” ujar GKR Mangkubumi saat ditemui seusai pembagian ubarampe gunungan.
Sebelum ubarampe gunungan itu dibagikan, Keraton Yogyakarta menggelar prosesi yang dipimpin GKR Mangkubumi. Dalam prosesi yang berlangsung di Bangsal Srimanganti Keraton Yogyakarta itu juga dilakukan prosesi doa oleh abdi dalem yang membawahkan urusan keagamaan di keraton.
Total ubarampe yang dibagikan oleh Keraton Yogyakarta itu sebanyak 2.700 tangkai rengginang. Sebelum dibagikan ke berbagai pihak, ubarampe tersebut juga diinapkan selama satu malam di Bangsal Srimanganti.
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, prosesi penerimaan ubarampe gunungan di kantor Gubernur DIY juga dilakukan dengan memperhatikan protokol pencegahan Covid-19. Kadarmanta menyebut, penerimaan ubarampe itu hanya dihadiri oleh sejumlah pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Daerah DIY.
”Biasanya ASN banyak yang hadir dan masyarakat kita undang untuk berebut gunungan. Namun, sekarang undangannya terbatas dan tidak ada masyarakat yang hadir,” tutur Kadarmanta.