Wisata Selam Sulut Lesu, Inovasi Dibutuhkan Selama Pandemi
Sembari menunggu pulih, pegiat pariwisata di Sulawesi Utara harus berinovasi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Suasana pantai dengan air jernih di Pulau Bunaken, Sulawesi Utara, Senin (19/7/2019). Air jernih nan biru di Pantai Bunaken menjadikannya destinasi wisata unggulan Sulut.
MANADO, KOMPAS — Lebih dari 100 agen wisata selam dan 2.000 pekerja wisata selam di Sulawesi Utara kehilangan pekerjaan akibat lesunya sektor pariwisata. Sembari menunggu pariwisata pulih, para pegiat pariwisata di Sulawesi Utara didorong berinovasi dan menyiapkan protokol kesehatan dan keamanan wisata demi menyesuaikan diri dengan keadaan normal baru.
Kepala Diving Laboratory Manado Frans Rattu menyebutkan, pariwisata secara umum di Sulut, termasuk wisata selam, telah roboh akibat Covid-19. Masyarakat takut bepergian karena risiko terkena virus. Selain itu, kebutuhan dasar dan pokok masih lebih mendesak saat ini.
”Akibatnya, lebih dari 100 perusahaan wisata selam di Sulut yang tutup. Ada sekitar 2.000 pekerja wisata selam terdampak. Instruktur, pemandu selam, sampai staf resor dirumahkan karena ekonomi lagi terpuruk,” kata Frans dalam gelar wicara dalam jaringan, Sabtu (23/5/2020).
Para pekerja wisata berusaha menyambung hidup dengan beralih profesi menjadi pengojek daring, nelayan, tukang, hingga juru pijat. ”Mereka membutuhkan bantuan dari pemerintah. Kartu Prakerja agak sulit didapatkan,” tambah Frans.
Sebelumnya, Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Sulut Roy Berty mengatakan hal serupa. Sedikitnya 600 pramuwisata di Manado, Minahasa, Minahasa Utara, Tomohon, Bitung, Kotamobagu, dan Kepuluan Sitaro kehilangan pekerjaan.
Menyelam dan snorkeling di Bunaken, Sulawesi Utara, menjadi kegiatan wisata yang menyenangkan. Terumbu karang dan aneka jenis ikan menjadi daya tarik kawasan ini.
”Kebanyakan berstatus freelance (pekerja lepas) tanpa gaji tetap. Karena tidak ada wisatawan yang masuk, terutama dari luar negeri, nasib kami jadi tidak jelas,” kata Roy, April lalu.
Selama Februari-Maret 2020, hanya ada 1.488 wisatawan mancanegara yang melancong ke Sulut. Jumlah ini anjlok dari 12.516 pada Januari saja.
Normal baru
Menurut Frans, para pegiat wisata selam harus mencoba hidup berdampiangn dengan virus SARS-CoV-2. Pariwisata pun akan dibuka lagi dengan protokol kesehatan yang lebih ketat demi mengurangi risiko penularan Covid-19. Ia mencontohkan, rombongan selam dalam satu perahu harus dikurangi, misalnya dari 10 orang menjadi hanya 5-6 orang.
”Alert Network juga sudah menyampaikan sepuluh rekomendasi wisata selam dalam hal sanitasi dan disinfeksi peralatan selam yang harus masuk ke mulut. Konsekuensinya, pariwisata ke depan pasti akan lebih mahal,” kata Frans.
Ia juga berpendapat, pemerintah perlu merumuskan protokol baru dalam wisata selam. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Wisata Selam Rekreasi.
Menurut asesor pariwisata sekaligus pengajar Politeknik Negeri Manado, Seska Mengko, Covid-19 menghantam keras sektor pariwisata dunia. Ada lebih dari 100 juta pekerjaan bernilai sekitar 2,7 triliun dollar AS yang hilang. Padahal, pariwisata dunia menghasilkan 8,9 triliun dollar AS pada 2019 dengan total 330 juta pelancong.
Beberapa wisatawan China bersiap untuk menyelam dangkal (snorkeling) didampingi seorang pemandu di perairan Pulau Gangga, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, pada Jumat (31/1/2020). Rombongan itu adalah yang terakhir mengunjungi Pulau Gangga sebelum penerbangan dari China ditutup untuk sementara.
Agar pariwisata tetap eksis, Seska mendorong para pegiat pariwisata menyiapkan strategi menghadapi the new normal atau situasi normal baru. Inovasi dalam bidang kebersihan disebutnya paling krusial. Contohnya, setiap tempat wisata, kamar hotel, dan toilet harus rutin disemprot disinfektan.
Semua pegiat pariwisata juga wajib menyediakan cairan pembersih tangan (hand sanitizer) di berbagai tempat. Adapun wisatawan harus menunjukkan kartu bebas Covid-19 di bandara atau destinasi wisata. ”Agen wisata juga harus menyediakan masker bagi calon wisatawan dan membatasi jumlah rombongan tur,” kata Seska.
Di samping itu, perlu ada kerja sama pemeriksaan kesehatan antara industri pariwisata dengan dinas kesehatan setempat. ”Hal-hal seperti ini harus kita perhatikan. Beradaptasi dengan new normal tidak semudah membalikkan telapak tangan. Semua orang harus beradaptasi dengan aturan-aturan baru,” tambah Seska.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Suasana daerah dataran rata Pulau Ponteng yang tak berpenghuni, Minggu (24/11/2019). Pulau di lepas pantai Desa Tumbak, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, ini dijadikan destinasi wisata unggulan oleh pemerintah kabupaten.
Sementara itu, Ketua Generasi Pesona Indonesia (Genpi) Sulut Primo Mankei mengatakan, para pemuda perlu turut berinovasi dan menciptakan tren baru yang menarik generasi milenial demi menggerakkan roda pariwisata. Salah satu caranya adalah menciptakan wisata virtual dalam jaringan.
”Di daerah-daerah lain sudah ada wisata-wisata virtual ke museum, misalnya. Siapa tahu, di Sulut akan ada konsep wisata bawah air virtual. Mungkin terpaksa online (daring), tetapi bisa ditambahkan narasi-narasi,” kata Primo.
Menurut dia, hal ini bisa diterapkan selagi menunggu sektor pariwisata pulih dari dampak Covid-19. Ia pun mengapresiasi Pemerintah Kota Manado yang tengah mematangkan konsep festival daring Manado Fiesta.