Ketika Surat Kesehatan Lebih Mahal daripada Tiket Mudik...
Penumpang kapal perintis tujuan pulau-pulau kecil harus menebus surat sehat sebelum berlayar. Untuk mendapatkan surat sehat itu, mereka harus membayar lebih mahal daripada tiket kapal yang digunakan.
Janaton (47) dan sejumlah penumpang yang hendak menuju ke pulau-pulau kecil menggunakan kapal perintis harus mengantongi surat sehat sebelum berlayar. Untuk mendapatkan surat sehat, warga harus membayar lebih mahal daripada tiket kapal yang digunakan untuk berlayar.
Janaton ialah warga Pulau Sapeken yang beberapa saat lalu terpaksa keluar dari Pulau Sapeken. Ia berlayar 12 jam ke Banyuwangi hanya untuk mengantar adiknya pulang ke Jember.
Ia tidak tega membiarkan adiknya yang tengah hamil besar berlayar bersama tiga anaknya yang masih kecil. Janaton mengantarkan adiknya berlayar dari Sapeken ke Banyuwangi pada Senin (18/5/2020) dan sampai pada Selasa (19/5/2020). Setibanya di Banyuwangi, Janaton kaget bukan kepalang. Ia terancam tidak dapat kembali ke Sapeken jika tidak mengantongi surat keterangan sehat dan bebas Covid-19.
Waktu berlayar dari Sapeken ke Banyuwangi, Janaton tidak dimintai surat keterangan sehat. Namun, saat tiba di Pelabuhan Tanjungwangi, Banyuwangi, ia dan penumpang lain yang tidak memiliki surat keterangan sehat digiring oleh petugas ke GOR Tawang Alun. Di sana, mereka didata dan diperiksa kesehatannya sebelum diizinkan melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan masing-masing.
Baca juga: Mengalah Tak Menjalankan Tradisi Mudik di Tengah Pandemi Covid-19
”Di GOR Tawang Alun, saya dapat info bahwa untuk bisa kembali ke Sapeken, saya harus punya surat keterangan sehat dan surat bebas Covid-19. Tanpa itu, saya tidak bisa membeli tiket penyeberangan kembali ke Sapeken,” tuturnya.
Petugas di GOR Tawang Alun sempat kewalahan mendapati banyak penumpang yang butuh surat keterangan sehat. Koordinator karantina pemudik Kabupaten Banyuwangi, Zen Kostolani, segera berkoordinasi dengan RS Yasmin yang menyediakan layanan tes cepat Covid-19.
”Pemkab Banyuwangi tidak memiliki program untuk tes cepat bagi para pemudik. Kami akhirnya berkoordinasi dengan RS Yasmin yang memang memiliki layanan untuk tes cepat. Mereka siap melakukan tes cepat bagi warga yang hendak menyeberang ke pulau-pulau kecil, termasuk yang ingin kembali ke Sapeken,” ujar Zen.
Oleh Zen, Janaton dan warga yang berkasus serupa diarahkan melakukan tes cepat di RS Yasmin. Ambulans RS Yasmin sempat datang ke GOR Tawang Alun untuk menjemput warga yang ingin tes cepat sebagai bekal mendapatkan tiket menyeberang.
Baca juga: Gotong Royong Melawan Pandemi
Demi bisa menyeberang, Janaton harus mengeluarkan biaya Rp 481.000 untuk mendapatkan tes cepat. Biaya tersebut jauh di atas harga penyeberangan ke Pulau Sapeken yang hanya Rp 18.000. ”Harga tes kesehatan lebih mahal daripada harga tiket. Tapi, kalau tidak tes, ya, tidak bisa beli tiket. Terpaksa, mau bagaimana lagi,” keluh Janaton.
Hal senada dialami Titin (36) yang juga ingin kembali ke Sapeken. Namun, ia lebih beruntung karena ia tidak melakukan tes cepat. Ia hanya melakukan tes kesehatan sebagai bekal untuk bisa membeli tiket penyeberangan.
Harga tes kesehatan lebih mahal daripada harga tiket. Tapi, kalau tidak tes, ya, tidak bisa beli tiket. Terpaksa, mau bagaimana lagi.
”Saya diarahkan petugas di Tanjungwangi untuk melakukan tes kesehatan di salah satu dokter di dekat pelabuhan. Saya diminta bayar Rp 30.000. Tapi, ada penumpang lain yang bayar Rp 60.000 dan Rp 100.000,” ujarnya.
Ia menuturkan, ia hanya mendapat pemeriksaan kesehatan berupa pengecekan suhu tubuh, berat badan, tinggi badan, dan tekanan darah. Titin sama sekali tidak menjalani pemeriksaan yang mengharuskan pengambilan darah.
Baca juga: Baju Lebaran Saya Baju APD
Adanya perbedaan pemeriksaan kesehatan bagi para penumpang diakui oleh General Manager Pelindo III Pelabuhan Tanjung Wangi Nizar Fauzi dan Koordinator Cabang Pelni Terminal Point Pelabuhan Tanjungwangi I Gusti Nyoman Putra Jaya.
”Syarat untuk bisa berlayar dari Banyuwangi ialah mengantongi surat keterangan sehat atau surat bebas Covid. Kami tidak bisa memaksa semua penumpang memiliki surat bebas Covid,” ujar Putra.
Kami tidak bisa memaksa semua penumpang memiliki surat bebas Covid.
Sementara Nizar menyebut, kondisi ini memang tidak mudah. Para penumpang kapal perintis sebagian besar berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang berbeda dengan penumpang pesawat terbang.
”Kami bisa memaklumi. Mereka ini tentu juga tidak mudah untuk bisa mendapatkan tes cepat yang harganya mahal. Kami tidak ingin membebani mereka. Asalkan mereka punya surat keterangan sehat dari puskesmas atau rumah sakit, mereka bisa menyeberang,” tuturnya.
Nizar menyebut, para penumpang kapal perintis sebagian besar pekerja buruh dan tidak sedikit yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Atas dasar rasa iba, PT Pelindo III, Kantor Syahbandara dan Otoritas Pelabuhan, serta Kantor Kesehatan Pelabuhan dan PT Pelni akhirnya sedikit melonggarkan persyaratan menyeberang.
Baca juga: Surat PHK Jadi Tiket Pulang Kampung
Kendati sudah memiliki surat sehat, protokol kesehatan tetap dilakukan. PT Pelindo III selaku pengelola Pelabuhan Tanjungwangi telah menyediakan sejumlah wastafel di pintu masuk terminal penumpang dan akses menuju dermaga.
Kursi-kursi di terminal penumpang juga telah diberi tanda agar para penumpang duduk berjarak. Namun, imbauan tersebut kerap diabaikan para penumpang.
Tak hanya itu, PT Pelni sebagai penyedia jasa transportasi penyeberangan perintis juga melakukan protokol kesehatan yang ketat selama perjalanan. Sejak Mei, PT Pelni hanya menjual 50 persen dari kapasitas maksimal angkutan.
Penyeberangan perintis ke pulau-pulau kecil di bagian utara Jawa Timur dilayani oleh PT Pelayaran Nasional Indonesia (PT Pelni) menggunakan KMP Sabuk Nusantara 92 dan Sabuk Nusantara 155. Penyeberangan tersebut memiliki rute Banyuwangi-Sapeken-Pagerungan-Kangean, Sapudi-Kalianget-Masalembo-Surabaya.
Kapal Perintis Sabuk Nusantara 92 memiliki kapasitas 450 penumpang. Namun, PT Pelni hanya menjual 225 tiket. Saat kedatangan Selasa (19/5/2020), penumpang hanya 42 orang, sedangkan keberangkatan pada Rabu (20/5/2020) jumlah penumpang 170 orang. Jumlah tersebut masih di bawah batas maksimal yang ditetapkan pemerintah.
Baca juga: Menanti Vaksin Covid-19
Pola berbeda
Dalam angkutan Lebaran tahun 2020, PT Pelni menemukan pola perjalanan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pola baru ini merupakan dampak dari merebaknya Covid-19.
”Biasanya penyeberangan terakhir sebelum Lebaran, kami mengangkut 1.500 orang menggunakan tiga kapal berbeda (Sabuk Nusantara 92, Sabuk Nusantara 155, dan Kapal Tambahan untuk mudik gratis). Kali ini penyeberangan terakhir hanya diikuti 170 orang. Jumlah tersebut hanya 37 persen dari kapasitas maksimal 1 kapal,” kata Putra.
Perbedaan pola penyeberangan tersebut terjadi karena jumlah warga yang melakukan perjalanan ke pulau-pulau kecil sudah terpecah konsentrasinya sejak awal Mei. Sejak Mei, ia mencatat ada sejumlah warga kelas pekerja yang berlayar ke pulau-pulau kecil.
Baca juga: Seni yang Menyembuhkan dan Meneguhkan Saat Pandemi Covid-19
Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, perjalanan sebelum Lebaran hanya diisi para pedagang dari pulau-pulau kecil yang hendak berbelanja ke Jawa. Banyuwangi dan Surabaya menjadi tujuan warga kepulauan untuk berbelanja kebutuhan pokok.
”Sejak awal Mei kami sudah melakukan empat kali pelayaran dengan jumlah penumpang lebih kurang 1.500 orang. Jumlah ini setara dengan mereka yang biasa mudik menggunakan pelayaran terakhir jelang Lebaran,” ujarnya.
Putra mengatakan, mereka yang menyeberang lebih awal ialah para pekerja yang dikenai PHK dari tempat mereka bekerja. Mereka memilih pulang lebih awal karena kondisi keungan yang terus menipis di perantauan.
Kondisi yang terjadi saat ini sangatlah dilematis. Di satu sisi, upaya pengetatan perjalanan dilakukan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19. Namun, di sisi lain, ada rasa kemanusiaan yang terus diketuk saat orang ingin pulang kampung atau mudik sekalipun risiko penyebaran virus menjadi tinggi.
Baca juga: Ilmu Pengetahuan Gratis, Bekal Menyongsong Kehidupan Baru Pascapandemi