Pelni Kembali Angkut Bahan Pokok ke Kepulauan Tanimbar
Kapal Motor Sabuk Nusantara 103 yang dioperasikan PT Pelni kembali mengangkut 160 ton barang kebutuhan pokok milik pedagang dari Ambon ke Kabupaten Kepulauan Tanimbar pada Kamis (22/5/2020).
Oleh
FRANS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Kapal Motor Sabuk Nusantara 103 yang dioperasikan PT Pelni kembali mengangkut 160 ton barang kebutuhan pokok pedagang dari Ambon ke Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Kamis (22/5/2020). Pengiriman ini untuk menjaga ketersediaan bahan pokok di daerah kepulauan yang menipis di tengah pandemi Covid-19.
Pantauan Kompas, barang kebutuhan rampung dinaikkan ke dalam kapal Kamis petang. Barang-barang dimaksud, seperti beras, telur, tepung, gula pasir, dan sayur-sayuran. Kapal baru diberangkatkan Kamis malam menuju Kepulauan Tanimbar menyinggahi beberapa pelabuhan, seperti Larat dan Saumlaki. Waktu perjalanan lebih dari dua hari.
"Masyarakat meminta proses pengangkutan ini terus dilakukan demi menjaga stok pangan di daerah mereka. Ini trip kedua dari Ambon ke Tanimbar. Awal bulan ini, trip pertama dari kapal ini telah mengangkut sekitar 240 ton bahan kebutuhan pokok," kata General Manager PT Pelni Cabang Ambon Samto saat memantau proses pemuatan tersebut di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon.
Masyarakat di pulau-pulau pun mulai memperkuat pangan lokal mengantisipasi kelangkaan distribusi barang yang disuplai dari Pulau Jawa dan Sulawesi.
Ia mengatakan, empat kapal perintis milik Pelni kini siaga di Ambon dan siap diberangkatkan jika ada permintaan dari pemerintah daerah. Untuk sementara, semua kabupaten/kota di Maluku, kecuali Kepulauan Aru, menutup pintu bagi masuknya orang.
Akibatnya, sebagian pelayaran yang biasa melayani daerah itu terhenti. Pelayaran perintis pun jadi solusi. Pada awal Mei lalu, empat kapal itu mengangkut sekitar 700 ton barang ke berbagai pulau terpencil.
Daerah terpencil dimaksud kebanyakan berada di Kabupaten Seram Bagian Timur, Kepulauan Aru, Kepulauan Tanimbar, dan Maluku Barat Daya. Stok bahan pangan di daerah itu diperkirakan masih cukup hingga tiga bulan ke depan.
Masyarakat di pulau-pulau pun mulai memperkuat pangan lokal mengantisipasi kelangkaan distribusi barang yang disuplai dari Pulau Jawa dan Sulawesi. Seiring waktu, mereka akan kembali terbiasa mengonsumsi pangan lokal.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku Anos Yeremias yang juga ikut memantau pemuatan bahan pokok mengatakan, sejauh ini tak ada masalah dengan distribusi barang ke daerah kepulauan. Selain didukung Pelni dari Ambon, satu pekan ke depan daerah kepulauan juga akan disinggahi kapal tol laut yang sudah diberangkatkan dari Surabaya, Jawa Timur. Tol laut khusus mengangkut barang kebutuhan pokok dan barang penting seperti bahan bangunan.
"Justru yang menjadi masalah saat ini adalah daya beli masyarakat yang sangat lemah karena masyarakat kehilangan pendapatan. Komoditas lokal seperti pala dan cengkeh yang menjadi alat tukar untuk mendapat juga sulit dijual. Cari uang sekarang susah. Ekonomi masyarakat perdesaan paling terpukul akibat Covid-19," kata Anos yang mewakili daerah pemilihan Kepulauan Tanimbar dan Maluku Barat Daya itu.
Sebelumnya, Arif Aslin (34), warga Pulau Kesuy, Kabupaten Seram Bagian Timur, menuturkan, sehabis panen para petani menyimpan pala dan cengkeh di rumahnya. Beberapa pengepul tidak berani membeli dengan alasan tidak ada kapal yang mengangkut komoditas itu ke Ambon atau ke Fakfak, Papua Barat. Di dua kota itu, pengepul biasanya menjual hasil komoditas.
Beberapa pengepul besar sempat membeli pala dan cengkeh, namun kini kehabisan modal sehingga berhenti. Harga yang ditawarkan juga sangat murah. Harga pala berkisar Rp 40.000 per kilogram, sedangkan cengkih Rp 50.000 per kg. Sementara harga di pasaran Ambon misalnya, pala Rp 55.000 per kg dan cengkih Rp 67.000 per kg. Itu harga tertinggi. Harga tergantung pada kualitas.
"Karena desakan ekonomi, petani terpaksa menjual sebagian hasil mereka sambil menunggu pandemi ini selesai. Ternyata, sampai sekarang malah semakin parah. Mereka ke pengepul untuk jual lagi tapi ditolak karena pengepul kehabisan modal. Petani sekarang banyak yang tidak pegang uang. Jangankan untuk Lebaran, beli kebutuhan harian seperti sabun saja susah sekali," ujarnya.