PSBB Palembang Mulai Berlaku, Pelanggar Terancam Denda hingga Rp 10 Juta
PSBB di Palembang mulai berlaku Rabu (20/5/2020). Sejumlah aturan diterapkan, mulai dari pembatasan waktu kerja, batasan kerumunan, hingga pengetatan di pintu masuk kota.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pembatasan sosial berskala besar di Palembang, Sumatera Selatan, mulai berlaku Rabu (20/5/2020) ini hingga 2 Juni. Sejumlah aturan pun diterapkan, seperti pembatasan waktu kerja, larangan kerumunan, pembatasan angkutan penumpang, dan pengetatan di pintu masuk kota. Hal ini untuk menekan angka penularan Covid-19 di ibu kota provinsi itu.
Para pelanggar aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pun akan mendapatkan sanksi berupa teguran, pidana, hingga denda mencapai Rp 10 juta. PSBB di Kota Palembang tersebut tertuang dalam Peraturan Wali Kota Palembang Nomor 14 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19 di Palembang.
Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan, ada beberapa peraturan yang harus ditaati oleh warga Palembang selama PSBB diterapkan, yakni mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan, termasuk mengikuti pembatasan yang sudah diatur. Untuk perusahaan, batas maksimal karyawan yang boleh bekerja adalah sepertiga dari total karyawan di perusahaan tersebut. ”Perusahaan dapat menerapkan sistem kerja secara shift,” ujar Harnojoyo.
Pengecualian diberikan untuk TNI/Polri, kantor instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah berdasarkan pengaturan dari kementerian terkait, kantor perwakilan negara asing sesuai aturan hukum internasional, dan BUMN/BUMD yang turut berperan dalam penanganan Covid-19.
Selain itu, ada 11 sektor yang juga masih boleh beroperasi secara penuh, yakni kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, dan sektor kebutuhan sehari-hari.
”Hanya saja, pelaku ke-11 sektor ini harus mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditentukan,” ungkap Harnojoyo.
Harnojoyo mencontohkan, untuk tempat makan, tidak boleh menyediakan layanan makan di tempat, tetapi harus melakukan sistem bawa pulang (take away). Sistem antrean pun harus menjaga jarak minimal 1 meter antarkonsumen. Dalam aturan PSBB ini juga diatur mengenai pembatasan jumlah orang di dalam fasilitas umum, yakni tidak boleh lebih dari empat orang.
Kendaraan yang melintas di Kota Palembang juga diatur, yaitu penumpang yang dapat diangkut hanya 50 persen dari kapasitas kendaraan. Ada 13 titik pemeriksaan yang akan didirikan di dalam kota dan perbatasan Palembang untuk memantau pergerakan kendaraan.
Dalam peraturan soal transportasi tersebut juga tertera sejumlah sanksi beragam, seperti teguran, pembubaran kegiatan, penghentian perjalanan, penahanan kartu identitas, kerja sosial, hingga denda administrasi hingga Rp 10 juta.
Namun, ungkap Harnojoyo, saat ini sanksi belum diterapkan karena masih pada tahap sosialisasi hingga seminggu ke depan. Dia berharap aparatur sipil negara berperan aktif menyosialisasikan ini kepada masyarakat dan jangan sampai ikut terjaring.
Kepala Polrestabes Palembang Komisaris Besar Anom Setyadji mengungkapkan, pihaknya akan menerjunkan kekuatan penuh untuk mengawasi pelaksanaan PSBB. Pengawasan dilakukan terutama di sejumlah titik strategis kota.
Namun, menurut dia, yang terpenting adalah keterlibatan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan PSBB di Palembang. ”Jumlah personel yang ada tentu tidak sebanding dengan jumlah penduduk Kota Palembang. Untuk itu, kesadaran masyarakat sangat penting,” ucapnya.
Terkait sanksi, ujar Anom, itu tergantung dari diskresi petugas di lapangan. Dimulai dari teguran, sanksi bisa sampai kurungan badan atau pencabutan izin usaha. Menurut dia, aturan terkait PSBB juga telah diatur dalam undang-undang kekarantinaan kesehatan dan sejumlah aturan kementerian.
”Pemberlakuan PSBB ini adalah untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat,” katanya.
Kepala Kejaksaan Negeri Palembang Asmadi mengatakan, pengenaan sanksi pada PSBB di Palembang bersifat persuasif dan edukatif. Petugas ditekankan untuk memberikan sanksi berupa teguran lisan yang humanis. Sementara sanksi pidana adalah langkah terakhir.
”Terkecuali jika tindakan dari pelanggar sudah menyerang kehormatan dan keselamatan petugas di lapangan, tentu bisa dijatuhi hukuman pidana,” ucapnya.
Terkait sidang di tempat, ujar Asmadi, pihaknya tidak mungkin melakukan itu karena jumlah personel kejaksaan negeri yang terbatas. Namun, akan ada posko yang didirikan untuk melakukan persidangan dan para pelanggar akan diarahkan ke sana,” ucap Asmadi.