Diduga Ada Penyelewengan, Polda Sumut Usut Pengadaan Bansos
Polda Sumatera Utara menyelidiki dugaan penyelewengan bantuan sosial Covid-19. Temuan di lapangan, paket beras 10 kilogram hanya 8,5-9 kg. Potensi kerugian besar karena pengadaan untuk 1,3 juta keluarga.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sumatera Utara menyelidiki dugaan penyelewengan bantuan sosial dampak pandemi Covid-19. Temuan di lapangan, paket beras 10 kilogram beratnya hanya 8,5-9 kg, sedangkan gula pasir 2 kg hanya 1,75 kg. Kerugian diperkirakan cukup besar karena jumlah paket yang diadakan untuk 1,3 juta keluarga dengan nilai Rp 297 miliar.
”Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Martuani Sormin sudah memerintahkan agar kasus ini diselidiki karena ini menyangkut rasa kemanusiaan. Jika ada penyelewengan, akan kami tindak,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Tatan Dirsan Atmaja, Rabu (20/5/2020).
Tatan mengatakan, mereka akan memeriksa semua pihak yang terkait pengadaan itu, baik dari Pemerintah Provinsi Sumut maupun perusahaan yang mengadakan bahan pokok tersebut.
Temuan itu bermula dari inspeksi mendadak yang dilakukan anggota DPRD Sumatera Utara, Rony Reynaldo Situmorang, di Kabupaten Simalungun. ”Saya memeriksa lima paket bahan pokok secara acak dan semua volumenya kurang. Saya minta semua paket itu dikembalikan dan hak rakyat jangan dikurangi,” kata Rony.
Selain proses di Polda Sumut, kata Rony, ia juga akan membawa temuan itu ke panitia khusus DPRD Sumut. Sejak temuan itu, banyak bantuan bahan pokok yang ditarik dari daerah. Rony mengatakan, mereka masih menginventarisasi perusahaan apa saja yang ditunjuk dalam pengadaan bahan pokok tersebut, bagaimana prosedur penunjukan, dan pengawasannya.
Bantuan sosial (bansos) itu diadakan oleh Pemrov Sumut untuk 1,3 juta keluarga di 33 kabupaten/kota. Satu paket senilai Rp 225.000 berupa beras 10 kilogram, gula 2 kg, minyak goreng 2 liter, dan mi instan 20 bungkus.
Menurut Rony, harga yang ditetapkan Pemprov Sumut juga sangat tinggi, bahkan lebih tinggi sekitar Rp 51.000 per paket dari harga eceran di warung. ”Satu yang mencolok adalah mi instan Alhami 60 gram, yang harganya di warung saja Rp 1.100 per bungkus, tetapi pemprov membelinya Rp 1.400,” kata Rony.
Rony juga mengkritik pengadaan bahan pokok yang hampir semuanya dilakukan di Kota Medan. Seharusnya, pabrik penggilingan padi di daerah juga dilibatkan untuk menggerakkan roda perekonomian dan mengurangi biaya pengiriman dari Medan.
Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Sumut Abyadi Siregar menyatakan, dugaan penyelewengan bansos tersebut harus diusut tuntas Polda Sumut. ”Ketidaksempurnaan dalam penanganan pandemi bisa dipahami karena ini dalam keadaan darurat. Namun, penyelewengan sama sekali tidak bisa dimaklumi,” katanya.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi pun mengingatkan agar pengadaan bansos di Sumut jangan dikurangi karena bantuan tersebut soal kemanusiaan. Ia pun meminta jajarannya untuk mengawasi pengadaannya agar sesuai dengan yang dianggarkan. ”Enggak boleh jahat-jahat gitu. Kalau perlu ditambah, jangan dikurangi,” kata Edy.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumut Riadil Akhir Lubis belum mau menanggapi dugaan penyelewengan bansos tersebut. Sebelumnya, Riadil menjelaskan, mereka memberikan bansos kepada 1,3 juta keluarga di Sumut dengan anggaran Rp 297 miliar.
Sementara itu, kasus Covid-19 di Sumatera Utara masih terus meluas. Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menunjukkan, kasus positif bertambah 15 dalam sehari sehingga kini menjadi 250 kasus. Pasien meninggal juga bertambah satu orang menjadi 30 orang. Penularan tidak hanya terjadi di episentrum Sumut, yakni Kota Medan, tetapi juga meluas ke sejumlah kabupaten/kota lainnya.