”Canthelan” Bahan Pokok yang Menguatkan dan Merekatkan
Pandemi Covid-19 menghantam perekonomian semua lapisan masyarakat. Di tengah cobaan itu, sesama warga yang serba kesulitan justru saling membantu dan menguatkan.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri/ Machradin Wahyudi Ritonga/Cornelius Helmy
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 menghantam perekonomian semua lapisan masyarakat. Di tengah cobaan itu, sesama warga yang serba kesulitan justru saling membantu dan menguatkan.
Sebuah rak kayu bercat biru tampak riuh dengan bungkusan berbagai bahan makanan di Dusun Rejodani, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (16/5/2020). Isi bungkusan yang digantung itu mulai dari beras, telur, minyak goreng, hingga sayuran. Ada pula bungkusan yang berisi bihun dan mi instan.
Aksi untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 ini digagas oleh sekelompok ibu rumah tangga dari dusun tersebut. ”Ketika diusulkan, teman-teman langsung responsif. Bahkan, sebelum tempat cantelan ini jadi, sudah ada yang menitipkan bantuan. Saat sudah jadi, tempat cantelannya juga langsung penuh,” kata Setyawati Aris Margono (49), koordinator aksi berbagi di Dusun Rejodani.
Semula, ibu-ibu dari dusun itu sekadar berjualan makanan dan bahan pangan lewat grup media sosial Whatsapp bernama ”Bela Beli Rejodani”. Yang dijual tetangga, dibeli tetangga lainnya. Sepekan terakhir, menyusul aksi canthelan sumbangan bahan makanan. Dari satu rak cantelan, kini sudah menjadi empat rak.
Banyak yang dirumahkan dari pekerjaannya. Ada yang buruh tani dan sawahnya gagal panen. Saya prihatin.
”Barang yang tergantung ini sudah beda susunannya dibandingkan satu jam lalu. Artinya, setelah ada yang mengambil, tak berapa lama ada yang memasang lagi,” kata Setyawati.
Semula, bantuan pangan itu diperuntukkan bagi warga Rejodani. Belakangan, warga dari desa-desa tetangga sesekali ikut mengambil bantuan.
Di tempat lain, Ardiati Bima (53), warga Dusun Rajek Lor, Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, melakukan aksi canthelan bahan pokok sejak awal April.
”Banyak yang dirumahkan dari pekerjaannya. Ada yang buruh tani dan sawahnya gagal panen. Saya prihatin,” kata lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada itu.
Ardiati memulai aksi itu dengan membeli bahan pokok dari sebagian uang belanja bulanannya. Awalnya, setiap hari hanya 5-7 paket yang dia berikan. Satu paket biasanya berisi beras, minyak goreng, telur, hingga sayur-mayur hasil kebunnya sendiri.
Aksi itu mengundang perhatian publik dan bantuan mulai mengalir lebih banyak. Dari penyumbang itu, bahkan ada yang juga dirumahkan dari tempatnya bekerja akibat Covid-19. Sosok itu adalah Dwi Ari Ningsih (41).
”Ini titip 5 kilogram beras. Ada kelegaan kalau bisa meringankan beban sesama. Saya masih punya sawah, jadi mending. Bagaimana dengan yang tak punya simpanan sama sekali?” ujar Dwi.
Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (PP Kagama) menduplikasi cara Ardiati itu dan lahirlah ”Kagama Canthelan”.
Sulastama Raharjo, Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Pengabdian Masyarakat PP Kagama, menuturkan, Kagama Canthelan telah tersebar ke 35 lokasi di 10 provinsi.
”Provinsi itu seperti Sumatera Utara, Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sampai ke Kalimantan Barat. Kami juga akan mencoba ke daerah lain,” kata Sulastama.
Dapur cinta sesama
Semangat serupa menggelora di Jawa Barat. Aroma rendang telur menyeruak di belakang Kantor PKK Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). Kantor PKK ini sekarang merangkap sebagai dapur umum Jabar Bergerak, gerakan kolaborasi pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk membantu warga terdampak pandemi Covid-19.
Persiapan dimulai sehari sebelumnya. Mereka memasak 50 kilogram beras, mengupas 450 telur, serta mencampur sayuran dan mi. Tenda Badan Nasional Penanggulangan Bencana melindungi mereka dari panas dan hujan.
Ketua Umum Jabar Bergerak Atalia Praratya berharap dapur umum itu dapat meringankan beban warga yang mengalami kerawanan pangan saat pandemi. Mereka adalah perantau, warga miskin, pemulung, dan warga lain yang belum terjangkau bantuan pemerintah. ”Kami menerima aduan 42.000 warga kesulitan (makan), tetapi tidak masuk data terpadu kesejahteraan sosial,” ujarnya.
Di Kota Bandung, gerakan serupa dinamai Sangu Bancakan Urang Bandung (Sabandung). Diinisiasi PKK Kota Bandung di setiap kelurahan, gerakan ini digelar perdana pada Jumat (8/5/2020) dengan membagikan 30.200 paket nasi dus setiap pekannya.
Ada juga ”tengok tetangga” di Kelurahan Tamansari, Kota Bandung. Ketua RW 012 Tamansari Harun Kasirun mengatakan, setelah dirancang warga pada 22 April, paket bantuan bahan pokok untuk warga mengalir dua hari kemudian.
Di Kota Cirebon, warga RW 008 Simaja Selatan, Kelurahan Drajat, Kecamatan Kesambi, juga menggalang bantuan. ”Kami sebut lumbung pangan karena bisa bertahan beberapa pekan,” kata Ketua RW 008 Bobby Sandy Gautama. Program tersebut muncul setelah mengetahui sekitar 80 rumah tangga di daerah itu tak mendapat bantuan pemerintah.
Setelah mengumumkan ke warga, dalam sepekan terkumpul bantuan senilai Rp 30 juta. ”Ini bantuan terbesar, padahal saat ini krisis. Pengusaha hingga orang miskin kesusahan,” ujar Bobby.
Ini bantuan terbesar, padahal saat ini krisis. Pengusaha hingga orang miskin kesusahan.
Bobby dan segenap warganya sudah satu kali menyalurkan bantuan. Mereka bertekad akan terus beraksi sampai enam pekan sesuai masa penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Secara terpisah, sosiolog UGM, Arie Sujito, menyampaikan, fenomena canthelan bahan pokok atau bantuan bahan pokok atau paket makanan itu merupakan bagian dari solidaritas sosial di tingkatan masyarakat paling dasar. Tindakan itu menjadi reaksi atas krisis yang tengah berlangsung. Kontrol sosial terjadi karena ada kesadaran masyarakat untuk tidak berlebih mengambil bantuan sukarela itu. Sebuah hal baik yang menjadi modal besar negeri ini melawan pagebluk.