Bederma dan Bertahan di Tengah Wabah
Kawan bantu kawan menjadi semboyan untuk saling sokong sambil tetap menyalurkan bantuan di tengah pandemi Covid-19.
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Kalimantan Timur mencoba bertahan di tengah wabah coronavirus disease 2019 (Covid-19) sambil tetap bederma. Kawan bantu kawan menjadi semboyan untuk saling sokong sambil tetap menyalurkan bantuan.
Komunitas Gemar Belajar (Gembel) Penajam Paser Utara beranggotakan masyarakat dari berbagai latar belakang yang punya ketertarikan terhadap literasi. Pada mulanya, jaringan pertemanan di kelompok ini membagikan jamu gratis untuk orang-orag yang bekerja di lapangan selama pandemi.
Jamu itu dibuat oleh teman salah satu anggota Komuitas Gembel. Pada mulanya uang dikumpulkan dari patungan anggota komunitas. Puluhan jamu dibagikan kepada petugas dan orang-orang yang tidak bisa bekerja di rumah selama pandemi Covid-19.
”Sasaran kami adalah polisi, tentara, petugas puskesmas, dan warga yang masih bekerja di lapangan. Itu kami bagikan gratis,” kata Ahmad Fitriyadi M (33), salah satu anggota Gembel, Minggu (18/5/2020).
Baca juga :Tumbuhnya Solidaritas
Jamu dibagikan cuma-cuma untuk membantu mereka yang masih bekerja dan bertemu banyak orang selama wabah Covid-19. Itu bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Setelah program bagi jamu gratis, kasus Covid-19 tak menunjukkan penurunan, malah cenderung naik.
Kabar mengenai kurangnya alat pelindung diri (APD) bagi petugas dan tenaga kesehatan di puskesmas juga mulai banyak terdengar. Tak hanya itu, beberapa anggota komunitas juga usahanya terdampak, seperti usaha percetakan dan sablon.
Setelah beberapa anggota komunitas berdiskusi, mereka akhirnya memutuskan untuk membantu anggota komunitas sambil membantu penanganan Covid-19 di daerah mereka.
Akhirnya, mereka memutuskan membuat kaus yang bisa dibeli oleh siapa saja. Sebagian keuntungan penjualan kaos akan disisihkan untuk pembuatan APD. Dengan demikian, anggota komunitas bisa membantu sesama anggota sambil tetap bederma.
Baca juga :Kepedulian Mengalir di Tengah Pandemi Covid-19
Kaus yang diproduksi bertuliskan ”Tahanan C-19, Social Distancing #DiRumahAja”. Mereka menjualnya Rp 100.000. Ongkos produksi kaus Rp 70.000, sudah termasuk keuntungan bagi yang memproduksi. Adapun Rp 30.000 dari setiap pembelian kaus dikumpulkan untuk membeli APD.
Jaringan komunitas membuat program ini berjalan dengan lancar. Bermodalkan promosi di media sosial, penjualan kaus itu cukup mendapat apresiasi. Komunitas Penajam Scooter Club (Pesec) juga cukup membantu promosi dengan menyebarkan ke anggota-anggota lainnya. Bahkan, Wakil Bupati Penajam Paser Utara juga ikut membeli kaus dan menyumbang Rp 1 juta.
Hingga Senin (18/5/2020), Komunitas Gembel sudah bisa menjual 64 kaus dan bisa membeli 20 APD. Sebanyak 10 APD itu saat ini sudah dibagikan ke puskesmas di Kelurahan Penajam dan Kelurahan Petung. Sisanya, 10 APD masih akan dibagikan ke puskesmas lain yang dirasa masih kekurangan APD.
Menurut rencana, sisa uang dari pembelian APD itu akan kembali diputar. Mereka akan mencari kebutuhan masyarakat di saat pandemi ini dan memenuhinya dengan usaha yang dijalankan oleh anggota komunitas yang terdampak ekonomi.
Baca juga : Mereka Bergerilya di Pintu Masuk Sumatera
Gerakan itu cukup membantu Tiyastono (32), anggota Komunitas Gembel yang menyablon kaus itu. Sejak Covid-19 masuk ke Indonesia, usaha percetakan dan sablon kausnya mulai menunjukkan penurunan. Apalagi, pemerintah melarang adanya kegiatan yang mengumpulkan orang banyak.
”Ada tiga konsumen yang membatalkan pesanan undangan pernikahan. Nilainya lumayan, tetapi itu sudah risiko pekerjaan. Dengan adanya program pembuatan kaus ini, saya jadi bisa ikut membantu penanganan Covid-19 sambil tetap menjalankan usaha,” kata Tiyas.
Lelang
Dari gerakan sederhana itu, lahir juga ide-ide lain dari jaringan komunitas. Panca Bayumurti (40), perupa di Balikpapan, jadi tergerak juga untuk melelang lukisan-lukisannya. Hasil lelang itu seluruhnya dibelikan masker dan disumbangkan untuk pembuatan APD.
Panca melelang empat buah lukisan pensil di atas kertas sejak pertengahan April 2020. Saat ini, sebuah lukisannya sudah terjual Rp 700.000. Dari hasil penjualan lukisan realis itu, Rp 200.000 dibelanjakan masker untuk dibagikan kepada penyapu jalan, pemulung, serta tukang cukur rambut yang belum memiliki masker. Adapun Rp 500.000 disumbangkan untuk pembelian APD.
”Sebagai pekerja seni, kemampuan saya hanya bisa menyumbang lewat karya. Saya bersyukur dari karya saya itu bisa turut membantu penanganan Covid-19, meski tidak banyak,” kata Panca.
Sebagai pekerja seni, sebenarnya Panca juga terdampak. Pekerjaannya untuk membuat mural di rumah makan atau hotel praktis tidak ada sama sekali selama pandemi Covid-19. Rumah makan dan hotel banyak yang tidak beroperasi penuh lantaran pembatasan dari pemerintah. Namun, panca tertolong dengan kawan-kawannya yang memesan kaus air brush buatannya.
”Mural banyak yang dibatalkan, tetapi saat ini masih bisa bertahan dari penjualan kaus air brush. Penjualan kaus tidak begitu terdampak,” kata Panca.
Bisnis sosial
Gerakan kecil yang dibangun Komunitas Gembel di muka sebenarnya sebuah laku bisnis sosial. Tiyas yang semula menjalankan bisnis konvensional di bidang percetakan dan sablon telah beralih menjadi bisnis sosial. Kegiatan bisnis sosial tidak mengambil seluruhnya keuntungan yang didapat, tetapi menyisihkan sebagian untuk bederma.
Konsep bisnis sosial dibangun Muhammad Yunus, penerima Nobel Perdamaian Tahun 2006. Yunus menawarkan sebuah konsep kebahagiaan dalam menjalankan bisnis. Ia mencoba menggeser sedikit paradigma ekonomi yang berbunyi: raihlah keuntungan dan kau akan mendapatkan kebahagiaan.
Yunus menawarkan konsep baru, yakni kejarlah keuntungan dari berbisnis dan tolonglah orang, maka kebahagiaan akan kau dapat. Konsep itu secara sadar atau tak sadar sudah diterapkan Komunitas Gembel dalam gerakan kecil yang mereka bangun. Selain itu, mereka menolong anggota komunitas agar tetap bertahan meski terdampak ekonomi selama pandemi ini.
Munculnya pola-pola solidaritas itu seolah menunjukkan watak masyarakat Indonesia yang dermawan. Itu sesuai dengan penilaian Charities Aid Foundation (CAF) dalam World Giving Index 2018. Pada tahun itu, Indonesia berada di posisi teratas negara paling dermawan dengan skor 59 persen. Indonesia mengungguli Australia, Amerika Serikat, dan Selandia Baru.
Penilaian itu diukur dari pertolongan kepada orang asing yang membutuhkan, mendonasikan uang, dan kesediaan jadi sukarelawan. Jika gerakan semacam ini terus konsisten dijalankan di berbagai wilayah di Indonesia, krisis tak akan cepat menghantui wilayah terdampak Covid-19. Sebab, dukungan dari orang-orang terdekat akan sangat membantu sebelum krisis datang.