Warga Sulawesi Utara Jengah, Ragukan Kompetensi Pemda Hadapi Wabah
Warga Manado dan sekitarnya semakin jengah dengan ketidakpastian kapan masa siaga darurat Covid-19 di Sulawesi Utara dapat diakhiri. Kompetensi pemerintah daerah dalam mengatasi wabah diragukan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Warga Manado dan sekitarnya semakin jengah dengan ketidakpastian kapan masa siaga darurat Covid-19 di Sulawesi Utara dapat diakhiri. Kompetensi pemerintah daerah dalam mengatasi wabah diragukan. Pemerintah daerah pun belum mampu memperkirakan kapan wabah berakhir.
Selama dua bulan terakhir, Yuanita Bintoro (23), warga Paniki Bawah, Mapanget, Manado, lebih banyak bekerja di rumah sesuai dengan anjuran perusahaan tempatnya bekerja. Kendati begitu, ia tak kunjung terbiasa dengan ritme kerja baru tanpa berada di dekat rekan kantor dan mitra kerja eksternal.
”Udah jengah banget. Aku tidak cuma kangen teman-teman, tetapi juga interaksi manusia secara langsung tanpa physical distancing (jarak fisik). Kangen ke mal dan ke bioskop, kangen kehidupan normal tanpa harus paranoid (kena virus korona baru),” kata Yuanita lewat telepon, Senin (18/5/2020).
Yuanita juga mengeluhkan ketidakjelasan kapan wabah teratasi. Pemerintah, terutama di Manado dan Sulut, disebutnya tidak tegas karena tidak menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Jumlah kasus pun sudah mencapai 114 setelah kasus pertama diumumkan, Maret lalu.
”Kita ini (berada di) area abu-abu. PSBB enggak, lockdown (karantina wilayah) enggak, tapi bebas juga enggak. Bandara sudah mulai ramai lagi, sedangkan aku udah rela enggak mudik ke Balikpapan,” katanya.
Adapun Andreas Ruauw (25), warga Perkamil, Paal II, Manado yang bekerja di Minahasa sebagai wartawan, mengkhawatirkan kesehatan diri dan keluarganya di tengah masa siaga darurat tak kunjung berakhir. Ia pun mengurangi frekuensi pulang ke rumahnya di Manado karena takut akan kemungkinan menularkan virus kepada orangtuanya.
Ia juga dihantui rasa takut saat liputan lapangan. Kendati begitu, warga sekitar indekosnya di Tondano Selatan, Minahasa, tak mengurangi aktivitas di luar rumah seperti berdagang. ”Penertiban warga belum maksimal. Harusnya aparat keamanan lebih rajin patroli,” ujarnya.
Pemkab Minahasa telah menyalurkan bantuan pangan berupa 5 kilogram beras, 30 butir telur, minyak goreng, serta mi instan untuk 20.000-an keluarga. Namun, hal itu tidak diiringi penerapan pembatasan sosial secara efektif. ”Pemerintah tidak tegas mengawasi warga yang bandel,” kata Andreas.
Bulan Rumambi (22), mahasiswa yang tinggal di daerah Tikala Baru, Manado, menilai, pembagian bantuan pangan berupa beras, tuna kaleng, minyak goreng, mi instan, gula, dan kopi bagi 60.000-an keluarga bisa menjadi pemborosan anggaran. Sebab, bantuan itu tidak diiringi kepatuhan warga untuk diam di rumah demi mencegah penularan virus. Pemerintah kota belum mengajukan PSBB, sementara masyarakat terus beraktivitas seperti biasa.
Bulan juga menyatakan tak sabar kembali beraktivitas di kampus. Kuliah dalam jaringan disebutnya tidak seefektif kuliah tatap muka langsung. ”Penjelasan lebih mudah tersampaikan, terutama bimbingan skripsi,” ujarnya.
Di lain pihak, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sulut dr Steaven Dandel mengakui, pihaknya belum dapat memperkirakan kapan pandemi Covid-19 di Sulut akan berakhir. Sebab, data pertambahan kasus positif baru di Sulut tidak mencerminkan keadaan nyata di lapangan akibat lambannya proses tes biomolekuler di laboratorium.
Pada Minggu (17/5), misalnya, Gugus Tugas Covid-19 Sulut mengumumkan tidak ada kasus baru. Tidak ada satu pun hasil tes sampel yang diterima dari laboratorium di di Manado, Makassar, maupun Jakarta.
Pemerintah tidak tegas mengawasi warga yang bandel
Steaven menyatakan, timnya sudah diperkuat oleh ahli penyakit tropis, konsultan epidemiologis, dan konsultasn laboratorium untuk membuat perkiraan kapan dan bagaimana transmisi lokal Covid-19 dapat berakhir. Namun, tim kesulitan menganalisis karena banyaknya penderita Covid-19 yang baru saja datang dari luar daerah sehingga belum tentu terkait transmisi lokal.
Terkait kepatuhan pada imbauan pembatasan sosial, Kepala Biro Pemerintahan Sulut Jemmy Kumendong mengatakan, pemprov Sulut sudah menerbitkan aturan dalam Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2020 tentang optimalisasi pencegahan penularan Covid-19. Koordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota diatur di dalamnya.
Karena itu, pembatasan aktivitas di sekolah, tempat kerja, tempat ibadah, dan fasilitas umum harus ditegakkan dalam kolaborasi dengan pemerintah kota/kabupaten. ”Pemkot dan pemkablah yang punya instrumen operasional untuk menertibkan warga,” kata Jemmy.
Sebelumnya, Gubernur Sulut Olly Dondokambey telah menyatakan belum akan mengajukan PSBB di tingkat provinsi karena khawatir akan dampak ekonomi Sulut yang laju pertumbuhannya anjlok ke 4,27 persen selama Januari-Maret 2020 dari 5,66 persen sepanjang 2019. Gubernur pun mendorong kabupaten/kota yang berstatus area transmisi lokal untuk mengajukan PSBB.
”Kami sudah tunggu-tunggu, tetapi sampai sekarang belum ada yang mengajukan. Padahal, pemprov siap membantu kalau pemkot/pemkab butuh kajian (soal dampak PSBB),” tambah Jemmy.
Pemkot Manado pun belum mengajukan PSBB sekalipun kasus positif sudah mencapai 69. Pemkot malah mempertimbangkan membiarkan Pasar Pinasungkulan, salah satu lokasi transmisi, tetap beroperasi.
Tidak tegas
Sebelumnya Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sulut dr Steaven Dandel menyatakan ada ahli infeksi dan penyakit tropis yang turut membantu gugus tugas. Ahli tersebut, yakni dr Suryadi Tatura. Namun, Suryadi saat dikonfirmasi menyatakan belum dilibatkan untuk membuat pemodelan dan memberi rekomendasi kebijakan.
”Saya rasa gubernur punya iktikad baik untuk mengatasi penyebaran Covid-19, tetapi beliau tidak mendapatkan informasi yang baik dan benar dari timnya. Virus korona baru ini terus berubah sehingga penanganannya, misalnya dalam hal karantina, juga harus diperbarui,” kata Suryadi.
Suryadi juga menilai kinerja tim surveilans Gugus Tugas Covid-19 Sulut belum maksimal. Metode snowballing search dengan melacak kontak erat pasien positif Covid-19 seharusnya diimbangi pemeriksaan sampel acak di tiap kelurahan sehingga kebijakan seperti PSBB dapat segera diambil.