Petugas di lapangan berjibaku dalam mengendalikan pengendara yang masuk ke dalam kota. Berbagai cara ditempuh pengendara warga untuk pulang kampung meski hal ini membuka potensi penularan Covid-19.
Oleh
Yola Sastra
·5 menit baca
Sejak pembatasan sosial skala besar atau PSBB tahap kedua diterapkan (6-29 Mei 2020), Pemerintah Kota Padang, Sumatera Barat, memperketat aturan orang masuk. Orang yang diperkenankan masuk hanya orang dengan identitas Padang atau ada urusan penting dengan bukti surat-surat pendukung.
Kebijakan itu, kata Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah adalah upaya pengendalian terhadap orang masuk ke Padang. Apalagi, masih ditemukan pemudik dari luar provinsi lolos di perbatasan provinsi dan sampai ke Padang. Kondisi itu dikhatirkan memperparah penyebaran Covid-19 di Padang melalui kasus impor serta menyebarkan Covid-19 dari Padang ke daerah lain.
Ajun Inspektur Satu Finer, petugas di pos perbatasan Padang-Pesisir Selatan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung, bercerita banyak tantangan yang dihadapi petugas selama PSBB tahap II, apalagi menjelang Lebaran ini. Berbagai cara dilakukan masyarakat agar bisa menembus penjagaan di perbatasan yang merupakan pintu masuk warga Pesisir Selatan dan warga provinsi tetangga, Bengkulu dan Jambi, ke Kota Padang.
Rabu (13/5/2020), seorang pria berupaya mengelabui petugas perbatasan dengan menaruh atribut TNI di bagian depan mobil. Di dasbor, terdapat baret Kopassus dan masker loreng, sedangkan di samping sopir terdapat jaket Kopassus.
Bagi orang awam, atribut itu terlihat meyakinkan. Namun, karena prosedurnya semua orang yang masuk wajib diperiksa, kedok itu terbongkar. Sang pria terbukti bukan anggota TNI dan tidak punya kepentingan mendesak masuk ke Padang. Ia ke Padang untuk belanja baju Lebaran untuk tokonya di Painan.
”Kalau kami tidak teliti, bisa dikelabui oleh orang itu. Saat kami periksa, ternyata itu dikasih kakaknya yang dinas di Bandung. Ia pun ditindak tegas, dikembalikan ke daerah asalnya, Painan (Pesisir Selatan). Baretnya sudah disita Danramil (07 Bungus Teluk Kabung) sebagai komandan pos di perbatasan ini,” kata Finer, yang merupakan anggota polisi patroli dan pengawal satuan lalu lintas Polresta Padang, Minggu (17/5/2020).
Beberapa waktu lalu, kata Finer, ada pula warga dari Bengkulu dan Jambi mencari celah untuk masuk ke perbatasan pada dini hari. Mereka menunggu momen sahur, memantau dari jauh, kemudian berbondong-bondong melewati perbatasan.
”Saat petugas hendak sahur, mereka memantau dari jauh. Mereka menunggu momen petugas gantian berjaga, lalu berbondong-bondong masuk ke Padang. Mereka mencoba kelabui petugas, tapi tetap kami suruh putar balik. Kami pun sahur terburu-buru agar tidak ada orang yang lolos,” ujar Finer.
Warga dari Bengkulu masuk dicurigai hendak mudik karena di dalam mobil banyak tas dan barang bawaan. Kepada petugas, mereka mengaku hendak mengunjungi keluarga di Pariaman. Sementara itu, warga dari Jambi hendak ke Bukittinggi untuk berbelanja kebutuhan dagangannya.
Selasa (12/5/2020), lanjut Finer, ada pula seorang sopir travel nekat menerobos perbatasan pada dini hari. Ketika dihentikan untuk diperiksa, pengendara yang mengangkut seorang perempuan mengaku ke Padang untuk memperbaiki mobilnya yang penyok.
”Masa perbaiki mobil dini hari? Ada seorang perempuan juga di bangku belakang. Setelah disuruh balik, malah diterobos dan ditabraknya penghalang jalan. Kalau anggota di sana, bisa ditabraknya juga,” ujar Finer.
Petugas pun kemudian meminta bantuan pos-pos ke arah Padang untuk mencegat mobil tersebut. Di Pos Pengamanan Bungus, mobil tancap gas dan lewat. Mobil baru bisa dihentikan di Kelurahan Gaaung oleh petugas Polsek Kawasan Teluk Bayur. Ketika ditanya, alasannya berganti hendak menginap di tempat adiknya.
Ketika diinterogasi di Polresta Padang, alasannya berubah menjadi hendak menjenguk orang sakit. Belakangan diketahui ia diketahui sopir travel dan hendak mencari penumpang di Padang untuk diangkut ke Pesisir Selatan. Mobil pun disita selama tiga bulan oleh Polresta Padang.
Finer mengaku, petugas memang kerepotan dan harus bekerja keras menangkal berbagai upaya pengendara untuk masuk ke Padang. Petugas juga punya daya tahan tubuh terbatas dan berisiko tertular Covid-19 selama bertugas menjaga perbatasan. Padahal, tujuannya adalah menekan penularan Covid-19 semakin meluas di Kota Padang dan daerah lainnya.
”Kami berharap masyarakat mengerti dan tidak berusaha mengelabui petugas untuk bisa masuk. Ini untuk mengantisipasi semakin banyak kasus positif Covid-19 di Padang. Atau justru orang yang masuk dari luar tertular Covid-19 di Padang, kemudian menularkan ke orang di daerah asalnya,” ujar Finer.
Joni Efendi, petugas posko perbatasan Padang-Kabupaten Solok di Kecamatan Lubuk Kilangan, Sabtu (16/5/2020), mengatakan, sejak PSBB tahap II memang ada kendaraan mencoba mengecoh petugas, tetapi jumlahnya tidak banyak. Yang banyak justru orang komplain dengan pelarangan masuk ke Padang bagi warga bukan KTP Padang.
”Kalau untuk yang komplain, termasuk banyak. Karena tidak punya KTP Padang dan tidak boleh masuk, mereka disuruh kembali ke daerah asal. Alasan mereka masuk ke Padang untuk cari barang dan belanja. Itu tidak terlalu mendesak, jadi tidak boleh lewat,” kata Joni, yang merupakan pengatur lalu lintas dari Dinas Perhubungan Padang.
Menurut Joni, kebanyakan yang komplain itu dari kalangan pejabat, mulai dari anggota DPR, politisi, hingga ASN. Mereka tidak mau diperiksa ataupun tidak ber-KTP Padang dan tidak punya surat dinas. Namun, petugas tidak pandang jabatan dalam menjaga perbatasan. Yang tidak punya KTP Padang dan tidak punya kepentingan tidak boleh masuk.
Joni mengatakan, bertugas di perbatasan punya risiko besar tertular Covid-19. Ketika pulang ke rumah, petugas bisa saja menularkan ke anggota keluarga. ”Namun, mereka (pejabat) tidak pernah mempertimbangkan risiko yang kami hadapi. Kalau seandainya, pejabat itu berjiwa lapang, apa pun SOP di lapangan pasti dia terima,” kata Joni.
Alfitri, petugas posko perbatasan Padang-Kabupaten Solok di Kecamatan Lubuk Kilangan, Sabtu (16/5/2020), mengatakan, selama PSBB tahap II banyak pengendara yang komplain, baik karena menolak diperiksa maupun karena tidak diperkenankan masuk, terutama pejabat.
”Alasannya, dia sudah capek jauh-jauh dari Jakarta ke Padang sampai di sini, kok, distop. Aturannya memang masuk ke Padang harus diperiksa. Kami tidak bedakan pejabat dan warga biasa karena virus ini tidak mengenal jabatan dan kelas sosial. Kami mengantisipasi jangan sampai merebak lagi virus di Padang. Meskipun suka duka, dicaci maki, itu risiko kami,” ujar Alfitri, yang merupakan Ketua Kelompok Siaga Bencana Kelurahan Bandar Buat.
Menurut Alfitri, kalau prosedurnya diikuti, sebenarnya gampang. Namun, sebagian dari pejabat lebih memilih dengan cara arogan membanggakan jabatannya. Akibatnya, tak jarang terjadi cekcok kemudian videonya viral di media sosial.
”Mengikuti SOP yang ada sebenarnya tidak rumit. Demi keamanan dan kenyamanan bersama. Malahan pejabat ini semestinya tahu bahwa virus ini mematikan dan berbahaya bagi masyarakat. Berdebat justru memakan waktu. Kalau jiwa besar mau diperiksa, tidak akan lama pemeriksaannya,” ujar Alfitri.