Ribuan Rumah di Lima Kabupaten di Aceh Tergenang Banjir
Dalam sepekan terakhir, daerah yang dilanda banjir di Provinsi Aceh meluas. Intensitas hujan yang tinggi dan daya dukung lingkungan yang menurun mengakibatkan banjir genangan semakin cepat terjadi.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Ribuan rumah di Kabupaten Aceh Timur, Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Tamiang, dan Lhokseumawe, Provinsi Aceh, tergenang banjir dari luapan sungai. Banjir kian sering terjadi di Aceh karena intensitas hujan tinggi dan laju kerusakan lingkungan masif.
Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Aceh Muhammad Syahril dihubungi Minggu (17/5/2020) mengatakan, dalam sepekan terakhir daerah yang dilanda banjir meluas. Intensitas hujan yang tinggi dan daya dukung lingkungan yang menurun mengakibatkan banjir genangan semakin cepat terjadi.
Di Aceh Timur, sejak Sabtu banjir menggenangi enam desa. Ketinggian air di permukiman warga antara 50 cm hingga 1 meter. Ketinggian air terus naik saat hujan masih mengguyur. ”Saat ini korban terdampak banjir yang memilih mengungsi di rumah tetangga yang aman,” kata Syahril.
Di Aceh Jaya, banjir menggenangi delapan desa. Ketinggian air di permukiman antara 20 cm-1 meter. Warga yang rumahnya tergenang mengungsi ke rumah tetangga atau saudara. Biasanya banjir akan segera surut saat debit air sungai menurun.
Kabupaten Aceh Utara, Aceh Besar, dan Lhokseumawe banjir terjadi karena sungai meluap setelah debit air naik. Pemerintah daerah menyalurkan bantuan bahan kebutuhan pokok masa panik.
Bencana alam hidrometeorologi kian sering terjadi di Aceh karena intensitas hujan tinggi, kerusakan hutan, dan infrastruktur kebencanaan yang buruk. Pada Rabu (13/5/2020), Desa Paya Tumpi, Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah, porak poranda diterjang banjir bandang. Sebanyak 57 rumah rusak dan 89 warga harus mengungsi.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Sunawardi mengatakan, kesalahan mengelola hutan mempercepat bencana alam. Meski regulasi tata kelola hutan dibuat cukup baik, faktanya di lapangan banyak yang merambah hutan sampai ke kawasan hutan lindung.
”Perambahan dan pembalakan liar masih marak. Kepedulian warga menjaga kawasan masih kurang,” kata Sunawardi.
Perambahan dan pembalakan liar masih marak. Kepedulian warga menjaga kawasan masih kurang.
Bencana alam hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, dan bandang, setiap tahun melanda beberapa kabupaten di Aceh. Pada 2018 dan 2019, BPBA mencatat banjir bandang terjadi 19 kali, banjir luapan 130 kali, dan longsor 71 kali. Dalam dua tahun, nilai kerugian dari semua bencana alam di Aceh Rp 1,016 triliun.
Data dari Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh sejak 2015-2019, Aceh kehilangan tutupan hutan 90.147 hektar. Sebagian besar kerusakan berada dalam hutan lindung. Pemicu kerusakan adalah perambahan, pembalakan liar, tambang ilegal, dan alih fungsi.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur menuturkan, pemerintah tidak punya rencana strategi jangka panjang mitigasi bencana. Selama ini respons hanya saat terjadi bencana, tetapi kembali abai setelah bencana usai.
”Pemerintah bicara soal mitigasi bencana, sementara perambahan, pembalakan, dan tambang ilegal dalam hutan dibiarkan,” kata Nur.