Bali Dapat Menjadi Percontohan Pemulihan Pariwisata Indonesia
Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait pariwisata sedang menyiapkan formula protokol kebersihan, kesehatan, dan keamanan untuk industri pariwisata menyambut kondisi normal baru di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait pariwisata sedang menyiapkan formula protokol kebersihan, kesehatan, dan keamanan untuk industri pariwisata menyambut kondisi normal baru di tengah pandemi Covid-19. Dengan kondisi saat ini, Bali dinilai mampu menjadi model pemulihan pariwisata Indonesia dalam era kehidupan normal baru itu.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan virus korona tidak akan hilang. Terkait hal itu, ujar Rai Suryawijaya, Presiden Joko Widodo juga sudah menyampaikan masyarakat harus dapat berkompromi, berdamai, dan hidup berdampingan dengan virus korona baru agar tetap produktif.
”Kita sudah melewati fase ketakutan dan kepanikan dari pandemi penyakit Covid-19. Presiden Joko Widodo juga sudah menyampaikan agar masyarakat mampu hidup berdamai dengan Covid-19 sehingga tetap produktif di tengah pandemi,” ujar Rai Suryawijaya, Minggu (17/5/2020).
Penyebaran Covid-19 secara global turut memukul kehidupan masyarakat, termasuk perekonomiannya. Industri pariwisata, termasuk di Bali, juga terpuruk selama pandemi ini.
Menurut Rai Suryawijaya, Bali akan menjadi daerah percontohan pemulihan pariwisata Indonesia. Hal itu didasari indikator, di antaranya, pengendalian pandemi Covid-19 yang dinilai berjalan baik. Bali menunjukkan tingkat kesembuhan kasus positif Covid-19 yang tinggi dan kasus kematian akibat Covid-19 yang rendah.
Selain itu, penularan Covid-19, baik dari luar maupun akibat transmisi lokal, juga dinilai landai. Keberhasilan Bali itu, menurut Rai Suryawijaya, juga didukung keterlibatan dan partisipasi seluruh desa dan desa adat di Bali.
Lebih lanjut, Rai Suryawijaya mengatakan, untuk mewujudkan itu, seluruh pemangku kepentingan terkait kepariwisataan Bali harus menunjukkan ketaatannya dalam menerapkan standar kebersihan, kesehatan, dan keamanan. Selain itu, pelaku pariwisata juga harus patuh menjalankan protokol kesehatan sesuai arahan pemerintah dan WHO.
Terkait kondisi pariwisata Indonesia, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio, dalam seminar virtual Pariwisata Internasional ke-2, Jumat (15/5/2020), menyatakan, bisnis pariwisata harus beradaptasi terhadap kondisi yang baru serta mengatur kembali strategi model bisnis agar bisa bertahan pada era normal baru dengan menyesuaikan perkembangan teknologi (Kompas.id, 16/5/2020).
Sementara itu, dalam webinar tentang ”Re-opening Ekonomi Indonesia, Berdamai dengan Covid-19”, Kamis (14/5/2020), Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau yang juga disapa Tjok Ace menyebutkan, pariwisata merupakan lokomotif perekonomian Bali. Akibat pandemi Covid-19, menurut Tjok Ace, perekonomian Bali yang bergantung pada pariwisata mengalami tekanan.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Selasa (5/5/2020), menyebutkan, ekonomi Bali dalam Triwulan I (Januari-Maret) 2020 tumbuh negatif, yakni -1,14 persen, dibandingkan kondisi pada triwulan I-2019.
Kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali selama Maret 2020 sebanyak 156.876 kunjungan. Angka itu turun 56,89 persen dibandingkan jumlah kedatangan wisman selama Februari 2020 yang tercatat 363.937 kunjungan.
Sementara, dampak pandemi Covid-19, sekitar 96 persen hotel di Bali harus ditutup untuk sementara waktu.
Hingga Minggu (17/5/2020), obyek wisata seperti kawasan Pantai Kuta dan Pantai Legian terpantau masih ditutup. Penutupan pantai dan obyek wisata lainnya serta pembatasan aktivitas kunjungan itu mengacu kepada kebijakan Gubernur Bali sejak Maret 2020 dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Lebih lanjut, Rai Suryawijaya mengatakan, dampak pandemi Covid-19 dirasakan yang paling memukul industri pariwisata Bali dibandingkan kondisi lain yang pernah dialami. Pariwisata Bali pernah terpuruk akibat peledakan bom tahun 2002 dan 2005 serta akibat wabah penyakit SARS dan MERS-CoV. Selain itu, pariwisata juga terdampak saat Gunung Agung erupsi pada 2017.
”Akibat bom tahun 2002, industri pariwisata di Bali juga terpuruk, tetapi masih menunjukkan kehidupan. Hotel di Bali masih dapat beroperasi pascatragedi peledakan bom 2002 dengan tingkat keterisian hotel saat itu 20 persen. Sementara, dampak pandemi Covid-19, sekitar 96 persen hotel di Bali harus ditutup untuk sementara waktu,” ujar Rai Suryawijaya, yang juga Wakil Ketua Tim Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Pariwisata Bali itu.
Dalam webinar tentang ”Re-opening Ekonomi Indonesia”, Tjok Ace mengungkapkan rencana pemulihan pariwisata Bali. Hal itu, antara lain, pembukaan lokasi wisata secara bertahap dan penerapan protokol kebersihan, kesehatan, dan keamanan. Protokol tentang kebersihan, kesehatan, dan keamanan, yang juga slogan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, akan menjadi standar pariwisata Indonesia pascapandemi ini.
Dari laporan harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, kasus positif Covid-19 secara kumulatif sampai Minggu (17/5/2020) mencapai 348 kasus, atau terjadi penambahan dua kasus sejak Sabtu (16/5/2020). Dari jumlah itu, sebanyak delapan kasus positif adalah warga negara asing dan selebihnya adalah warga negara Indonesia. Sementara jumlah kasus Covid-19 yang meninggal empat orang, pasien dirawat 94 orang, dan jumlah pasien yang sembuh 250 orang.
Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali I Dewa Made Indra menyatakan, Pemerintah Provinsi Bali menjalankan pengetatan penapisan terhadap setiap orang yang memasuki Bali dengan menerapkan pemeriksaan uji usap (swab). Langkah itu, menurut Indra dalam keterangan persnya pada Sabtu (16/5/2020), merupakan respons Bali atas kebijakan pelonggaran penggunaan transportasi umum oleh pemerintah pusat.