DKK Salurkan Bantuan Sosial Covid-19 untuk Buruh Gendong Perempuan di Yogyakarta
Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas menyalurkan bantuan sosial kepada ratusan buruh gendong perempuan di sejumlah pasar di Yogyakarta. Para buruh kesulitan ekonomi sejak pandemi Covid-19.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas menyalurkan bantuan sosial kepada ratusan buruh gendong perempuan di sejumlah pasar di Yogyakarta. Kelompok tersebut termasuk kalangan rentan yang semakin terimpit dalam kondisi pandemi Covid-19. Harapannya, bantuan yang diberikan dapat meringankan beban yang sedang dipanggul penerima bantuan itu.
Terdapat 434 buruh gendong perempuan yang menerima bantuan sosial tersebut. Buruh gendong itu berasal dari empat pasar di Yogyakarta. Keempat pasar itu adalah Pasar Giwangan, Pasar Beringharjo, Pasar Gamping, dan Pasar Kranggan.
”Buruh gendong ini bagian masyarakat yang jarang tersentuh. Dari sisi itu, Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) mencoba ikut memberikan bantuan. Terlebih di masa sulit ini, mereka masih bekerja di pasar-pasar,” kata General Manager, Corporate Communication, Kompas Gramedia, Saiful Bahri, saat pemberian bantuan, di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Jumat (15/5/2020).
Saiful menyampaikan, bantuan yang diberikan itu berupa baket yang berisikan bahan pokok seperti beras, minyak goreng, dan gula pasir. Ada pula bantuan berwujud masker kain. Masker itu diharapkan mampu mendukung pekerjaan para buruh gendong yang hingga kini masih berinteraksi dengan banyak orang di pasar-pasar.
Dalam pemberian bantuan tersebut, Yayasan DKK bekerja sama dengan Yayasan Annisa Swasti (Yasanti). Yasanti bergerak dalam bidang advokasi pekerja perempuan. Buruh gendong perempuan itu termasuk salah satu yang didampingi Yayasan tersebut sejak 1983.
Ketua Yayasan Annisa Swasti, Nadlrotussariroh, mengatakan, di Pasar Beringharjo ada sekitar 220 buruh gendong perempuan yang bergabung dalam yayasan tersebut. Sebagian besar sudah berusia lansia. Bahkan, ada yang usianya mencapai 77 tahun. Padahal, beban yang diangkut dalam sehari mencapai puluhan kilo.
Selanjutnya, Nadlrotussariroh menyatakan, tanpa pandemi Covid-19, kondisi perekonomian dari buruh gendong perempuan itu sudah sulit. Pandemi jadi masalah tersendiri karena membuat mereka kian terimpit.
”Jadi, ada yang sebelumnya bisa dapat rata-rata Rp 50.000 per hari. Belakangan ini, ada yang sampai menangis karena dalam satu hari tidak dapat sama sekali. Itu belum untuk ongkos pulang ke rumah masing-masing,” kata Nadlrotussariroh.
Belakangan ini, ada yang sampai menangis karena dalam satu hari tidak dapat sama sekali.
Nadlrotussariroh menyatakan, kebanyakan buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo berasal dari Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Jarak daerah tersebut dengan pasar lebih dari 20 km. Biasanya, para buruh gendong itu berangkat dalam rombongan dengan bus. Ada juga yang berangkat sendiri dengan bus pula.
Ginah (75), salah seorang buruh gendong, menyatakan sangat bersyukur turut memperoleh bantuan tersebut. ”Ibaratnya, sebelum ini susah menanak nasi, sekarang jadi bisa menanak nasi. Ada korona (Covid-19) ini sangat berdampak,” ucapnya.
Ginah melanjutkan, setelah pandemi terjadi, tidak jarang ia pulang ke rumah tanpa ada satu pun pelanggan yang menggunakan jasanya. Kondisi tersebut justru membuatnya harus merogoh uang simpanannya. Sebab, ia memerlukan uang untuk kebutuhan transportasinya.
”Ya, saya bawa uang dari rumah biasanya Rp 20.000. Uang perjalanan pulang dan pergi itu Rp 15.000. Kalau pas tidak dapat uang, ya, saya malah keluarkan uang. Tapi, itu tidak apa-apa, yang penting saya bisa sehat-sehat terus bebas Covid-19,” kata Ginah.