Sulawesi Utara Perketat Pengawasan di Pintu Masuk untuk Cegah Covid-19
Pemerintah Sulawesi Utara menerapkan prosedur keamanan di pintu-pintu gerbang wilayahnya untuk mencegah risiko penularan Covid-19 akibat kedatangan warga dari provinsi atau negara lain.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Sulawesi Utara menerapkan prosedur keamanan ketat di pintu-pintu wilayah untuk mencegah risiko penularan Covid-19. Namun, dikhawatirkan masih ada kerancuan aturan yang dapat mendorong penerbangan warga perseorangan secara masif.
Dihubungi pada Rabu (13/5/2020), General Manager PT Angkasa Pura I untuk Bandara Sam Ratulangi Manado Minggus Gandeguai mengatakan, semua penumpang pesawat yang akan berangkat dari ataupun tiba di Manado harus melalui beberapa pemeriksaan kesehatan. Di pos-pos sementara tersebut, penumpang juga harus melampirkan bukti dirinya sehat.
”Kami kerja sama dengan KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II) Manado untuk memeriksa suhu tubuh penumpang dengan thermal scanner. Mereka juga harus menunjukkan surat keterangan dari instansi tempatnya bekerja serta bukti negatif Covid-19 atau surat keterangan sehat,” kata Minggus.
Bukti negatif Covid-19 dapat berupa hasil tes reaksi rantai polimerase (PCR) dan tes cepat (rapid test) dari instansi yang ditunjuk pemerintah. Minggus mengatakan, hasil rapid test tidak dapat dijadikan bukti kesehatan yang sah setelah tujuh hari.
Protokol ini sesuai Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 terkait pembatasan perjalanan. Menurut surat edaran itu, warga yang boleh bepergian dengan transportasi umum hanyalah pegawai pemerintah dan swasta di bidang pelayanan kesehatan, pertahanan dan keamanan, serta fungsi ekonomi penting.
Selain itu, warga yang membutuhkan pertolongan kesehatan darurat dan keluarganya juga diperbolehkan menggunakan transportasi umum. Terakhir, transportasi umum hanya digunakan untuk repatriasi warga negara dari luar negeri.
Meski demikian, Minggus menilai ada kerancuan dalam pemberian izin perjalanan bagi penumpang pesawat. Pada Senin (11/5), misalnya, Isyawati, seorang penumpang transit dari Ternate, Maluku Utara, dilarang melanjutkan perjalanan ke Jakarta karena hanya melampirkan surat dari perusahaan swasta tempatnya bekerja serta keterangan sehat.
”Kata gugus tugas (Covid-19) di Ternate, pihak swasta cukup pakai surat dari gugus tugas saja. Sampai sini, katanya harus pakai surat dari lurah. Gugus tugas Ternate bilang, surat dari lurah khusus buat perseorangan,” katanya, dikutip dari Kompas TV.
Hal ini dimuat dalam Huruf C nomor 2 Surat Edaran Nomor 4/2020 yang memuat enam ketentuan bagi perwakilan swasta atau pemerintah. Salah satu ketentuan itu adalah penumpang yang tak mewakili pihak swasta maupun pemerintah harus melampirkan surat pernyataan dari lurah atau kepala desa.
”Apakah berarti pihak pemerintah dan swasta harus punya surat dari lurah juga atau hanya perlu dari instansi masing-masing? Kalau hanya salah satu yang harus dipenuhi, artinya warga secara perseorangan bisa bepergian juga dengan surat dari lurah. Padahal, pemerintah sudah melarang mereka mudik,” kata Minggus.
Hingga Rabu sore, rapat sedang digelar antara manajemen Bandara Sam Ratulangi, Otoritas Bandara Wilayah VIII Manado, dan KKP Manado. Ketiga pihak masih berbeda persepsi soal mekanisme yang harus diambil terkait poin tersebut.
Sementara itu, Pemprov Sulut telah menerbitkan Surat Edaran Gubernur Sulut Nomor 440 tertanggal 11 Mei 2020 terkait pembatasan perjalanan masuk dan keluar Sulut. Kepala Biro Pemerintahan Sulut Jemmy Kumendong mengatakan, pembatasan diberlakukan di semua pelabuhan, bandara, serta gerbang jalur darat antara Sulut dan Gorontalo.
Secara garis besar, pelaksanaannya sama dengan surat edaran dari Gugus Tugas Covid-19 pusat. ”Penumpang kapal, misalnya, harus menunjukkan hasil tes usap atau rapid test dari rumah sakit resmi di daerah asal. Harus ada surat keterangan sehat dari dinas kesehatan setempat juga,” katanya.
Penumpang yang tiba di Sulut juga diwajibkan menjalani tes cepat untuk mengatasi kontaminasi selama di perjalanan. Hal ini sudah dilakukan terhadap 58 warga Sulut yang kembali dari Ternate akibat pemutusan hubungan kerja dan tiba pada Selasa (12/5/2020).
Jemmy menambahkan, warga yang baru saja sampai di Sulut harus segera menjalani isolasi mandiri dan mengikuti rapid test untuk kedua kalinya 10 hari kemudian jika rapid test yang pertama tidak reaktif. Pemprov juga telah menyediakan rumah singgah bagi warga.
Penumpang kapal, misalnya, harus menunjukkan hasil tes usap atau rapid test dari rumah sakit resmi di daerah asal. Harus ada surat keterangan sehat dari dinas kesehatan setempat juga.
Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 Sulut Steaven Dandel menjamin semua prasyarat tersebut telah dikerjakan. Petugas surveilans juga telah menjalankan rapid test dan dibawa ke Balai Pelatihan Kesehatan Manado untuk dikarantina selama dua pekan. ”Ini juga untuk membantu warga Sulut yang terkatung-katung di luar daerah,” katanya.
Meski demikian, prosedur ini bukanlah bentuk dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sampai saat ini, Pemprov Sulut belum mengajukan PSBB di tingkat provinsi karena adanya pertimbangan-pertimbangan ekonomi, termasuk anggaran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga selama PSBB.