Warga Malang Sempat Tutup Jalan dengan Tembok Gara-gara Covid-19
Gara-gara khawatir dengan penularan virus korona baru, warga desa di Malang menutup akses ke desa mereka dengan tembok. Namun, penutupan ini hanya berlangsung beberapa jam karena pemkab meminta warga membuka lagi jalan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kesalahpahaman membuat warga Desa Senggreng dan Sambigede di Kecamatan Sumber Pucung, Kabupaten Malang, saling menutup akses jalan desa dalam rangka pembatasan sosial menghindari Covid-19. Mereka menutup jalan menggunakan batako sehingga akses ke kedua desa tak tembus pada Minggu (5/11/2020). Namun, beberapa jam seusai penutupan itu, warga membongkar kembali tembok tersebut.
Tembok terbuat dari batako setinggi sekitar 1 meter lebih. Tembok sempat merintangi jalan antara Desa Senggreng dan Sambigede di Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Camat Sumberpucung M Sholeh, Senin (11/5/2020), mengatakan, jalan antardesa itu sudah kembali normal setelah tembok dibongkar bersama-sama oleh masyarakat, disaksikan pihak kecamatan dan aparat. Pembangunan tembok itu sendiri didasari atas kesalahpahaman terkait pembatasan sosial di antara warga kedua desa.
Meski hanya berdiri selama beberapa jam, pendirian tembok di tengah jalan itu sempat viral di media sosial. ”Saat itu juga langsung dibongkar karena ada kesalahpahaman,” kata Sholeh.
Pagi dipasang, sekitar pukul 08.00, dan siang harinya langsung dibongkar. Tidak sampai satu hari.
Kepala Subbagian Humas Kepolisian Resor Malang Inspektur Dua Nining Kusumawati membenarkan jika tembok yang sempat viral itu telah dibongkar. ”Pagi dipasang, sekitar pukul 08.00, dan siang harinya langsung dibongkar. Tidak sampai satu hari,” katanya.
Menurut Nining, awalnya pihak Desa Sambigede menutup akses jalan sejak 23 April selama 14 hari menggunakan portal bambu. Namun, setelah lewat 14 hari portal tersebut tidak kunjung dibuka. Melihat hal itu, warga Senggreng merasa jengkel dan balik menutup jalan menggunakan batako.
”Itu pun bukan semua warga yang komplain. Hanya warga yang tinggal di sekitar desa itu saja yang komplain. Mungkin maksud mereka hanya satu pintu untuk social distancing. Hanya saja tidak ada pembicaraan, tidak ada komunikasi di antara keduanya,” katanya.
Setelah mendapat penjelasan dari pihak kecamatan, menurut Soleh, akhirnya saat itu juga tembok dirobohkan. Sebagai gantinya hanya dipasang portal untuk social distancing. Setelah itu ada jadwal khusus kapan pintu portal dari bambu tersebut dibuka dan ditutup kembali.
Kedua desa itu sendiri masih berstatus hijau dari penyebaran Covid-19. ”Baik di Desa Senggreng maupun Sambigede sejauh ini tidak ada yang terpapar. Tidak ada yang ODP (orang dalam pemantauan) dan lainnya,” ujarnya.
Pasca-peristiwa itu akhirnya diperoleh kesepakatan, yakni pemberlakuan jam malam pukul 21.00-05.00. Pada jam itu portal ditutup. Sedangkan sejak pukul 05.00-20.00 dilakukan jaga bersama dari kedua desa, masing-masing empat orang yang berjaga.
Nining pun berharap kesalahpahaman ini hanya terjadi di jalan antara desa Senggreng dan Sambigede saja, tidak terjadi di tempat lain meskipun saat wabah pandemi seperti sekarang banyak juga akses masuk ke dusun atau kampung yang dibatasi menggunakan portal.