Walau Kasus Masih Bertambah, PSBB di Gorontalo Dinilai Efektif
Sepekan setelah penerapan pembatasan sosial berskala besar, kasus positif Covid-19 di Provinsi Gorontalo bertambah dari 15 menjadi 19 orang. Namun, secara umum, warga menilai PSBB berjalan efektif.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Warga Gorontalo menilai penerapan pembatasan sosial berskala besar di wilayah tersebut berlangsung baik meski masih ada penambahan empat kasus positif Covid-19 di Provinsi Gorontalo. Aktivitas mengundang kerumunan, termasuk yang terkait bulan Ramadhan, tak lagi terlihat.
Setelah satu pekan penerapan PSBB, jumlah kasus positif Covid-19 di Gorontalo bertambah dari 15 menjadi 19 orang. PSBB di Gorontalo berlangsung mulai Senin (4/5/2020) selama 14 hari.
Muhammad Riza (24), warga Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo, dihubungi dari Manado, Sulawesi Utara, Senin (11/5/2020), mengatakan, PSBB secara efektif membatasi aktivitas warga Gorontalo. Tidak ada toko swalayan yang buka selepas pukul 17.00 Wita. Bahkan, penjual makanan kecil jelang berbuka pun tak lagi tampak.
Tidak ada toko swalayan yang buka selepas 17.00 Wita. Bahkan, penjual makanan kecil jelang berbuka pun tak lagi tampak.
”Menjelang pukul 17.00 Wita, ada mobil polisi yang keliling untuk mengumumkan pembatasan sosial akan dimulai. Beberapa jalan protokol mulai ditutup, polisi berjaga di mana-mana. Saya tidak tahu keadaan kota di malam hari, tetapi sepertinya masih ada aktivitas karena saya masih bisa pesan GoFood (layanan antarmakanan Gojek),” tutur Riza.
Secara pribadi, Riza merasa PSBB tak mendesak di Kota Gorontalo karena warga secara sadar telah membatasi aktivitasnya sejak ditemukannya warga positif Covid-19 dari kluster Ijtima Ulama di Gowa, Sulawesi Selatan. Selain itu, warga di kota tersebut juga sedikit, hanya sekitar 180.000 orang. Namun, inisiatif pemprov patut diapresiasi.
Sementara itu, warga Marisa Utara, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato, Afi Nursafingi (32), mengatakan, selama PSBB di Gorontalo, warga patuh pada arahan pemerintah untuk membatasi kegiatan di luar rumah. Di Pasar Tradisional Marisa, misalnya, pasar tutup tepat pada pukul 17.00 Wita, lebih cepat dari biasanya sekitar pukul 18.00 atau 19.00 Wita.
”Pasar Minggu yang paling ramai bahkan tutup total. Kalau harus ke pasar, warga juga secara sadar pakai masker. Aktivitas nongkrong juga sudah jauh berkurang di sekitar rumah saya,” kata Afi.
Di jalan protokol, seperti Jalan Jalaludin Tantu, polisi juga terus berjaga. Warga yang kedapatan keluar rumah tanpa mengenakan masker akan dihukum push up dan diperingatkan.
Keenam pasar mingguan di Gorontalo sudah ditutup. Hanya empat pasar harian yang diperbolehkan buka hingga pukul 17.00 Wita.
Dalam keterangan tertulis, Wali Kota Gorontalo Marten Taha mengatakan, keenam pasar mingguan di wilayahnya sudah tutup. Hanya empat pasar harian yang diperbolehkan buka hingga pukul 17.00 Wita. Sementara itu, hanya sekitar 30 dari 308 masjid yang tetap buka dan membolehkan shalat berjemaah.
”Pada waktu shalat Dzuhur dan Ashar, masih ada yang melaksanakan shalat berjemaah dengan jumlah paling banyak enam hingga tujuh orang. Akan tetapi, tidak ada pada waktu shalat lainnya,” kata Marten.
Di Kabupaten Gorontalo Utara, 17 pasar mingguan juga telah ditutup. Gubernur Gorontalo Rusli Habibie pun mengapresiasi langkah enam kepala daerah di wilayahnya. Ia pun mengimbau para kepala daerah dan aparatur sipil negara (ASN) untuk melanjutkan sosialisasi PSBB dan memberi contoh kepada warga sekitar.
”Kurang lebih 10.000 ASN Provinsi Gorontalo kami wajibkan menyebarkan sosialisasi PSBB. Itu termasuk dalam penilaian kinerjanya. Kiranya ini bisa diikuti oleh kabupaten dan kota,” ujar Rusli Habibie.
Sementara itu, Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Gorontalo dr Triyanto Bialangi mengatakan, saat ini hanya enam pasien yang masih dirawat karena Covid-19, 5 di Rumah Sakit Aloei Saboe Gorontalo dan 1 di RS Bumi Panua Kabupaten Pohuwato. Satu pasien lain telah meninggal, yaitu HM, laki-laki 60 tahun dari Gorontalo.
Adapun penambahan empat pasien baru positif Covid-19 diumumkan pada Kamis (7/5), bertepatan dengan hari keempat PSBB di Gorontalo. PSBB juga diberlakukan secara efektif mulai hari itu menyusul tiga hari sosialisasi. Kendati begitu, keempat pasien telah mendapatkan perawatan pada pekan terakhir April 2020.
Adapun pasien ke-12 yang dinyatakan sembuh adalah SJD, perempuan 20 tahun dari Tumbihe, Kabila, Kabupaten Bone Bolango, yang telah dirawat sejak 16 April. Sebelumnya, tiga pasien lain dinyatakan sembuh pada Sabtu (9/5/2020). ”Artinya, sekarang hanya ada enam pasien yang dirawat, kita doakan agar mereka dapat segera sembuh,” kata Triyanto.
5.000 set reagen dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana belum dikirim akibat ketiadaan penerbangan komersial.
Kesembuhan keempat pasien diumumkan bersamaan dengan 55 spesimen lainnya yang diuji di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Gorontalo. Uji molekuler sampel di laboratorium BPOM Gorontalo sempat terhenti pada 1 Mei lalu karena akibat kehabisan set reagen, tetapi kembali berlanjut sejak Jumat (8/5).
Triyanto mengatakan, 5.000 set reagen dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) belum dikirim akibat ketiadaan penerbangan komersial. Set reagen awalnya diperkirakan datang pada Minggu (10/5).
Untuk itu, Gugus Tugas Covid-19 Gorontalo meminjam 500 setreagen dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Manado. ”BNPB merekomendasikan kami untuk meminjam dari BTKLPP Manado. Dengan begitu, pemeriksaan sampel usap di Gorontalo tidak terputus,” kata Triyanto.
Selain di laboratorium BPOM Gorontalo, sampel usap orofaring dan nasofaring dari Gorontalo juga diuji di Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jakarta, Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar, dan BTKLPP Manado. Sebanyak 662 spesimen telah diperiksa, 539 di antaranya menunjukkan hasil negatif.
Untuk melacak persebaran kasus, Gugus Tugas Covid-19 Gorontalo telah menguji menggunakan 12.634 alat tes cepat hingga Sabtu (9/5). Sebanyak 410 sampel darah menunjukkan hasil reaktif.