Pembatasan Jarak Fisik di Pasar Tradisional di Kota Bandung Belum Optimal
Pembatasan jarak fisik untuk mencegah penularan Covid-19 di sejumlah pasar di Kota Bandung, Jawa Barat, belum optimal. Dibutuhkan ketegasan peraturan serta kesadaran pedagang dan pengunjung dalam menerapkannya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pembatasan jarak fisik untuk mencegah penularan Covid-19 di sejumlah pasar tradisional di Kota Bandung, Jawa Barat, belum optimal. Dibutuhkan ketegasan peraturan serta kesadaran pedagang dan pengunjung dalam menerapkannya.
Di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Senin (11/5/2020), pedagang masih berjualan dengan lapak berdempetan. Imbasnya, pembeli saling berdesakan di depan lapak. Mayoritas pedagang dan pengunjung memakai masker. Namun, masih ada yang tidak mengenakan masker dan berbaur dengan yang lainnya.
Padahal, setiap orang yang beraktivitas di luar rumah diwajibkan memakai masker. ”Seharusnya dijaga di semua pintu masuk. Tanpa pakai masker, tidak boleh masuk,” ujar Rini (30), salah seorang pembeli.
Rini berharap, pengelola pasar menerapkan aturan pembatasan jarak fisik dan protokol kesehatan dengan tegas. Hal ini diperlukan untuk memberi rasa aman kepada pembeli.
”Setiap hari pasar ramai dikunjungi. Jadi, kalau ada satu yang tertular (Covid-19), akan cepat menyebar. Semoga saja tidak ada,” ujarnya.
Asep (28), pembeli lainnya, juga menyayangkan masih ada pedagang dan pembeli tidak mengenakan masker. Padahal, di pasar itu sudah dipasang spanduk berisi imbauan untuk memakai masker.
Meskipun disediakan wastafel untuk mencuci tangan, banyak pembeli tidak menggunakannya. ”Padahal, ini untuk kebaikan bersama agar tidak tertular virus,” ujarnya.
Asep berharap, Pemerintah Kota Bandung memberi jarak antarlapak pedagang. Dengan begitu dapat mengurangi kerumunan pembeli.
Lapak antarpedagang di sejumlah pasar lainnya, seperti Pasar Cihapit dan Pasar Cihaurgeulis, juga masih berdempetan. Erik (31), pedagang di Pasar Cihaurgeulis, mengatakan, sulit memberi jarak karena lapak sudah permanen.
”Kondisi lapaknya memang tidak bisa digeser. Jadi, bukannya pedagang tidak mau mengikuti anjuran pemerintah,” ujarnya.
Di Pasar Kosambi, Kota Bandung, pedagang masih berjualan dengan lapak berdempetan. Imbasnya, pembeli saling berdesakan di depan lapak.
Iqbal Nurhakim dari humas Perusahaan Daerah (PD) Pasar Bermartabat Kota Bandung mengatakan, memberi jarak antarlapak pedagang sulit diterapkan karena keterbatasan tempat. Selain itu, lapak pedagang di sejumlah pasar berbentuk kios sehingga tidak mudah dipindahkan.
Untuk mengurangi interaksi di pasar, PD Pasar Bermartabat Kota Bandung menyediakan layanan pemesanan belanja melalui telepon. Pembeli dapat menghubungi kontak hotline 25 pasar pangan di Kota Bandung.
Menurut Iqbal, sistem ini dapat mengurangi kepadatan pembeli di pasar. Namun, dia mengakui dampaknya belum signifikan.
”Ada pengurangan, tetapi belum dihitung persentasenya. Operasi pasar juga dibatasi dari pukul 04.00-12.00 sesuai aturan PSBB (pembatasan sosial berskala besar),” ujarnya. PSBB di Bandung diberlakukan sejak 22 April lalu.
Iqbal mengakui, masih terdapat pedagang dan pembeli tidak menggunakan masker. Belum ada sanksi terkait hal itu. Pihaknya terus mengingatkan untuk memakai masker dan tidak berkerumun.
Penerapan pembatasan jarak fisik di pasar sangat mendesak. Sebab, di sejumlah provinsi, seperti Jawa Timur dan Sumatera Barat, pasar telah menjadi kluster penularan Covid-19.
Apalagi, Kota Bandung merupakan salah satu zona merah penyebaran Covid-19. Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar (Pikobar), kasus positif di kota itu berjumlah 305 orang. Sebanyak 26 orang di antaranya sembuh dan 31 orang meninggal.
Saat menghadiri peluncuran Pasar Digital Jabar di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Jumat (8/5/2020), Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, pasar tradisional harus tetap beroperasi guna memenuhi kebutuhan pangan warga. Selain itu, juga untuk menopang sektor perekonomian rakyat, seperti menyerap produksi petani dan peternak.
Akan tetapi, penerapan protokol kesehatan tetap dikedepankan. Oleh sebab itu, ia akan mempertimbangkan saran Gubernur Jabar Ridwan Kamil untuk melakukan tes Covid-19 kepada pedagang.
”Kami akan koordinasikan mengenai kewajiban pedagang melakukan tes (Covid-19) sebelum menjalankan usahanya untuk menciptakan rasa aman bagi konsumen,” ujarnya.