Daerah Kepulauan Butuh Tata Kelola Khusus Tangani Pandemi
Wilayah kepulauan di Indonesia, termasuk tiga kabupaten kepulauan di Sulawesi Utara, menghadapi tantangan berat dalam mencegah dan memulihkan pandemi Covid-19.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Wilayah kepulauan di Indonesia, termasuk tiga kabupaten di Sulawesi Utara, bakal kesulitan mencegah ataupun memulihkan dampak pandemi Covid-19. Perlu tata kelola khusus yang menonjolkan karakteristik fisik daerah kepulauan serta pola interaksi sosial masyarakat pesisir.
Wakil Ketua Bidang Perencanaan Pesisir dan Kelautan Ikatan Ahli Perencana (IAP) Sulawesi Utara Adjie Pamungkas, Kamis (8/5/2020), mengatakan, butuh pendekatan khusus dalam perlindungan pulau-pulau kecil dari pandemi Covid-19. Wilayah kepulauan dapat menutup pintu-pintu masuk ke wilayahnya. Apalagi, kebanyakan kasus Covid-19 dibawa warga luar daerah. Adapun wilayah kepulauan di provinsi Sulut meliputi Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sangihe, dan Talaud.
”Warga juga bisa menerapkan self-embargo atau membatasi pergerakan diri sendiri. Mereka bisa membatasi interaksi di luar tanpa membatasi aktivitas bahari sebagai salah satu ciri khas warga pesisir. Ini untuk mengurangi potensi kelaparan di tengah keterbatasan akses masuk ke pulau,” kata Adjie dalam diskusi dalam jaringan bertajuk ”Tantangan Wilayah Kepulauan Menghadapi Pandemi Corona” yang digelar IAP Sulut.
Warga juga dapat membatasi interaksi antarpulau ataupun antara kepulauan dan wilayah daratan.
Selain itu, modal sosial warga lokal juga perlu dioptimalkan. Komunitas nelayan di daerah kepulauan, menurut Adjie, memiliki kekhasan karena mereka cenderung mengenal satu sama lain. Hal ini bisa menjadi cara memperkuat pengawasan kesehatan warga di lingkungan mereka, terutama yang datang dari daerah lain.
Di samping itu, warga juga dapat membatasi interaksi antarpulau ataupun antara kepulauan dan wilayah daratan. Hal ini perlu diimbangi dengan pemantauan pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP), melacak persebaran virus, serta membuat tempat karantina.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulut Jenny Karouw mengatakan, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sangihe, dan Talaud masih relatif aman dari pandemi Covid-19. Sejauh ini, hanya ada satu warga Sangihe yang dinyatakan positif Covid-19. Secara kumulatif, ada tiga PDP dan sembilan ODP di ketiga daerah itu.
”Meskipun kasus di kepulauan sedikit, ternyata hampir semua daerah di Sulut menghadapi ancaman yang sama,” ujar Jenny.
Hal ini dikatakan Jenny karena tiga kabupaten kepulauan itu tetap terimbas secara ekonomi, seperti kabupaten/kota lainnya. Sejak imbauan jaga jarak dan pembatasan sosial diterapkan, sekitar 25.038 warga Sangihe jatuh miskin hingga membuat angka kemiskinan bertambah menjadi 41.700 warga.
Wabah Covid-19 ini memengaruhi semua sektor, mulai dari pertanian, perikanan, sampai pembangunan infrastruktur.
Di Talaud, sebanyak 24.342 warga jatuh miskin sehingga total penduduk miskin menjadi 33.587 orang. Adapun angka kemiskinan di Sitaro sebanyak 10.715 warga setelah 6.267 orang dinyatakan jatuh miskin akibat pandemi.
Kondisi ini diiringi perlambatan pertumbuhan ekonomi selama Januari-Maret 2020 dari 5,66 persen pada 2019 menjadi 4,27 persen. Angka kemiskinan Sulut saat ini 7,51 persen. ”Wabah Covid-19 ini memengaruhi semua sektor, mulai dari pertanian, perikanan, sampai pembangunan infrastruktur,” kata Jenny.
Saat ini, Pemprov Sulut telah menganggarkan Rp 171,5 miliar untuk mengatasi dampak Covid-19 di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Pascapenanganan Covid-19, kata Jenny, pemprov akan fokus dalam perbaikan ekonomi dengan menyediakan benih bagi sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. Pertanian dan perkebunan menyumbang 20 persen pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Sulut.
Selain itu, proyek infrastruktur juga akan digenjot, termasuk di kepulauan, seperti pembangunan jembatan sepanjang 3 kilometer antara Pulau Karakelang dan Salibabu, serta jembatan antara Bitung dan Pulau Lembeh sepanjang sekitar 1 km. Jalan lingkar 160 km di Pulau Karakelang dan 70 km di Pulau Salibabu juga dipercaya bakal mendongkrak kesejahteraan warga.
Pemprov Sulut telah menganggarkan Rp 171,5 miliar untuk mengatasi dampak Covid-19 di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Manado
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Penelitian Pengembangan (Bapelitbang) Manado Liny Tambajong mengatakan, Manado, sebagai pintu masuk jalur udara ke Sulut, menghadapi tantangan berat melawan Covid-19. Apalagi, Manado yang juga memiliki wilayah kepulauan, yaitu Bunaken, Manadotua, dan Siladen, sudah memiliki 26 kasus positif dengan 35 PDP dan 16 ODP.
Akibat pandemi Covid-19, sektor pariwisata di Manado pun meredup. Untuk mempercepat penanganan Covid-19, pemerintah kota belum mengajukan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). ”Kami menyediakan 400 wastafel untuk cuci tangan di tempat umum sambil mendorong warga untuk tinggal di rumah,” kata Liny.
Terkait rencana pemulihan dari Covid-19, Pemkot Manado akan mendorong wisata ramah air di kepulauan. Infrastruktur di daratan juga akan digenjot, seperti proyek Manado Outer Ringroad III.
Sementara itu, Ketua Umum IAP Indonesia Hendricus Andy Simarmata mengatakan, pemerintah perlu mendorong pemanfaatan ekonomi bahari (blue economy) dengan mengembangkan pariwisata sambil meneruskan konservasi biota laut. Perubahan gaya hidup pascapandemi, seperti penggunaan teknologi komunikasi, juga perlu dicermati.