Belalang Kembara Serang Ribuan Hektar Lahan Pertanian di Sumba Timur
Jutaan ekor belalang kembara menyerang ribuan hektar lahan pertanian di lima kecamatan di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, sejak satu bulan terakhir sehingga kabupaten ini terancam gagal panen.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
WAINGAPU, KOMPAS — Jutaan ekor belalang kembara, Locusta migratoria, menyerang ribuan hektar lahan pertanian di lima kecamatan di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, dalam satu bulan terakhir. Pemerintah daerah setempat kesulitan mengatasi hama ini karena tengah sibuk mengatasi pandemi Covid-19. Semua jenis tanaman yang dihinggapi habis dikerat sehingga Sumba Timur terancam kelaparan karena ribuan hektar lahan gagal panen.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumba Timur Mikael Jakalaki saat dihubungi di Waingapu, Jumat (8/5/2020), mengatakan, belalang kembara mulai menyerang tanaman pertanian dan perkebunan awal Maret 2020. Belalang ini muncul awal di arah timur, yakni Kecamatan Umalulu, yang memiliki 12 desa.
”Sekarang belalang sudah merambat di empat kecamatan, yakni Rindi, kemudian tembus arah barat, yakni Kecamatan Matawai Lapau, terus ke Kambera dan saat ini sebagian sudah masuk Kota Waingapu. Sasaran bermigrasi belalang mencari tanaman pertanian dan perkebunan,” tutur Jakalaki.
Tanaman petani habis dikerat. Jagung, padi gogo, padi sawah, umbi-umbian, kacang-kacangan, pisang, kelapa, dan semua jenis tanaman dihinggapi belalang. Sangat memprihatinkan ketika tanaman jagung dan padi sedang dalam proses pembuahan (berbulir) dirusak.
Sekarang belalang sudah merambat di empat kecamatan, yakni Rindi, kemudian tembus arah barat, yakni Kecamatan Matawai Lapau, terus ke Kambera dan saat ini sebagian sudah masuk Kota Waingapu. Sasaran bermigrasi belalang mencari tanaman pertanian dan perkebunan.
Pemda setempat belum mendata luas lahan yang diserang karena masih fokus menanggulangi Covid-19. Namun, setidaknya lima kecamatan dengan 57 desa terserang hama belalang.
Total lahan pertanian dari 57 desa itu sekitar 285.000 hektar. Belum diketahui secara pasti berapa luas tanaman yang sudah diserang belalang sehingga rusak dan menyebabkan gagal panen.
Namun, ribuan hektar lahan pertanian dipastikan gagal panen akibat serangan ini. Kehadiran belalang ini terjadi sejak awal Maret. Jutaan belalang kembara saat ini masih bergerilya di Kecamatan Kambera, tetapi sebagian sudah memasuki Kota Waingapu.
Jakalaki mengatakan, dikhawatirkan ketika memasuki Kota Waingapu, belalang bisa mengganggu fasilitas umum seperti Bandara Waingapu, kemudian memasuki bagian tertentu pesawat seperti kejadian pada 2017.
Selain itu, belalang juga memasuki ruangan sekolah dan gedung gereja. Hanya, saat ini gedung-gedung itu ditutup, tidak ada aktivitas di dalamnya. Sementara di Bandara Waingapu masih ada penerbangan untuk mengangkut logistik, termasuk sampel spesimen Covid-19.
Berebut makanan
John Londa Nggulu (45), warga Desa Knatang, Kecamatan Kambera, mengatakan, petani berebut makanan dengan belalang. Tidak ada belalang saja, petani setempat sulit mendapatkan makanan akibat gagal panen karena curah hujan terbatas.
”Tanaman jagung dan umbi-umbian saya sekitar 50 are atau 5.000 meter persegi habis dimakan belalang. Saya tidak punya stok pangan lagi. Tahun ini mungkin seluruh desa kecamatan ini terancam kelaparan karena seluruh lahan pertanian tetangga pun habis dimakan belalang. Tidak ada petani bisa memanen jagung dan padi,” tutur Nggulu.
Mengatasi kondisi ekonomi yang serba sulit, Nggulu hanya mengandalkan penjualan kayu bakar dan mengumpulkan buah asam. Kayu dan asam ini lebih banyak tersedia di hutan-hutan sekitar, tetapi kawasan itu pun milik orang lain sehingga sulit diambil.
Ia mengaku mendapatkan bantuan bahan pokok dan bantuan tunai Rp 600.000 per bulan. Namun, bantuan itu terkait dampak Covid-19. Jika Covid-19 sudah lewat, bantuan tersebut akan dihentikan, kecuali bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dari pemerintah pusat.
Namun, untuk menerima bantuan PKH pun harus memiliki syarat tertentu, seperti ibu hamil, anak balita, dan anak sekolah. Jika tidak memiliki persyaratan itu, warga tidak mendapatkan bantuan. Bantuan raskin dari pemerintah sudah dihentikan sejak awal 2020.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Sumba Umbu Manurara mengatakan, belalang kembara di Sumba Timur muncul sejak 1930-an sampai hari ini. Belalang muncul setiap 2-3 tahun sekali. Wilayah berkembang biak belalang ini di pantai utara Kabupaten Sumba Timur, daerah yang terkenal sangat gersang karena curah hujan terbatas.
Perlu ada penelitian, bagaimana petani setempat bisa memanfaatkan belalang ini, misalnya pakan ternak dikonsumsi manusia atau kebutuhan lain. Saat masih muda, belum ada sayap, belalang tersebut mudah ditangkap. ”Selama ini ayam, babi hutan dan monyet hutan, serta burung-burung biasa mengonsumsi belalang ini,” kata Manurara.
Menurut dia, mengatasi belalang dalam jumlah jutaan ekor sangat sulit dengan penyemprotan pestisida karena mereka selalu bermutasi, dari satu tempat ke tempat lain, saat disemprot. Belalang bermutasi sampai ribuan kilometer, sambil merusak semua tumbuhan yang ditemukan selama pengembaraan.
Jenis pohon yang paling disukai adalah daun bambu, daun tebu, kelapa, daun jati, dan tanaman pertanian. Mereka juga bisa bersembunyi di semak-semak dalam kurun waktu 2-3 pekan sambil bertelur di dalam semak-semak. Telur belalang ini bisa bertahan sampai tiga tahun di dalam tanah, berkedalaman 2-5 sentimeter.
Belalang ini hanya muncul di Sumba Timur, sedangkan di Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya sangat jarang, bahkan tidak ada.