Pemkot Makassar mengusulkan perpanjangan pembatasan sosial berskala besar untuk meredam Covid-19.
Oleh
Reny Sri Ayu
·2 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Pemerintah Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mengusulkan perpanjangan pembatasan sosial berskala besar. Walau mulai menunjukkan dampak dengan berkurangnya pasien positif Covid-19 dan meninggal, PSBB dinilai belum maksimal. Kepatuhan warga yang masih rendah menjadi sasaran perbaikan pada perpanjangan PSBB nanti.
”Kami mengajukan usulan perpanjangan (PSBB). Suratnya sudah dikirim. Usulan perpanjangan ini berdasarkan analisis dan melihat sejumlah indikator, terutama kesehatan,” kata Penjabat Wali Kota Makassar M Iqbal Suhaeb, Rabu (6/5/2020).
Menurut Iqbal, selama 10 hari sebelum PSBB dan 10 hari setelah PSBB yang dimulai pada 24 April lalu, terlihat ada pengurangan pasien positif dan juga meninggal. Lalu, ada pula peningkatan pasien sembuh, tetapi belum sepenuhnya nol. PSBB pertama ini jadwalnya akan berakhir pada Kamis (7/5/2020).
Iqbal mengakui, kepatuhan warga pada pelaksanaan PSBB, yang pada Rabu sudah memasuki hari ke-13, masih rendah. Karena itu, kepatuhan menjadi salah satu sasaran yang akan diperbaiki pada perpanjangan PSBB nanti.
”Kami akan mencoba pendekatan lebih persuasif dan sosialisasi lebih masif kepada warga untuk membangun kesadaran pentingnya PSBB dilakukan. Kami ingin benar-benar bisa memutus mata rantai penyebaran virus ini,” kata Iqbal.
Menanggapi usulan perpanjangan PSBB, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah mengakui rendahnya kesadaran sekaligus kepatuhan masyarakat. Dia juga berharap perpanjangan PSBB dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi.
”Harapannya, dengan perpanjangan ini, ada peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat. Petugas yang turun ke lapangan juga harus lebih persuasif. Jangan lupakan juga faktor ekonomi. Yang harus dipikirkan, bagaimana PSBB jalan, tetapi ekonomi juga jalan. Tentu dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan,” kata Nurdin.
Pantauan di Makassar menunjukkan, hingga hari ke-13 pelaksanaan PSBB, kepatuhan warga masih jadi sorotan. Selama pelaksanaan PSBB, jalan-jalan di Kota Makassar tak pernah sepi. Tempat usaha yang mestinya tidak buka banyak yang tetap beroperasi.
Upaya penegakan aturan dan pemberian sanksi yang dilakukan aparat Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemerintah Kota Makassar pun tak sepenuhnya efektif. Misalnya, pencabutan izin sejumlah toko tak menjadi efek jera bagi pemilik usaha lain. Banyak tempat usaha tetap buka dan melayani pembeli tanpa memperhatikan protokol kesehatan.
Pasar-pasar tradisional juga tak terkendali dan tanpa pengawasan. Protokol kesehatan nyaris tak berlaku di pasar tradisional. Semua faktor ini dinilai sebagian warga membuat PSBB seperti sia-sia.