Antisipasi Perluasan Wabah, Sumbar Perpanjang PSBB hingga Pascalebaran
Provinsi Sumatera Barat dan 19 kabupaten/kota sepakat memperpanjang pembatasan sosial berskala besar hingga 29 Mei 2020.
PADANG, KOMPAS — Provinsi Sumatera Barat dan 19 kabupaten/kota sepakat memperpanjang pembatasan sosial berskala besar atau PSBB hingga 29 Mei 2020. Dalam PSBB tahap kedua yang berlangsung hingga empat hari pascalebaran itu, penjagaan perbatasan antarprovinsi dan antarkabupaten/kota semakin diperketat.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno di Padang, Selasa (5/5/2020), menegaskan hal itu dalam rapat dengan bupati/wali kota dan anggota forum komunikasi kepala daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Semuanya menyatakan sepakat memperpanjang PSBB selama 24 hari ke depan atau empat hari pascalebaran.
”Kesimpulannya, Provinsi Sumbar melanjutkan PSBB hingga 29 Mei dengan mempertegas penerapan Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 dan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020. Dalam PSBB tahap kedua ini, bupati/wali kota diberi peluang menerapkan kearifan lokal di kawasan tertentu sesuai prosedur tetap penanganan Covid-19,” kata Irwan.
Untuk tahap kedua PSSB, personel kepolisian telah ditempatkan di pos-pos perbatasan kabupaten/kota sehingga pemudik tidak boleh lewat.
Irwan melanjutkan, alasan perpanjangan masa PSBB hingga 29 Mei 2020 karena masa tanggap darurat nasional terkait bencana Covid-19 dan masa tanggap darurat provinsi berakhir pada tanggal itu. Selain itu, provinsi dan 19 kabupaten/kota juga mengantisipasi aktivitas perantau pulang kampung dan keramaian pada masa Lebaran yang berlangsung 24-25 Mei 2020.
Baca juga : Sumbar Siapkan Perpanjangan PSBB
Pertimbangan lain, pertambahan kasus positif Covid-19 di Sumbar masih relatif tinggi dan diperkirakan terus terjadi hingga dua-tiga minggu ke depan. Selasa ini, ada tambahan 18 kasus menjadi total 221 kasus sejak 26 Maret 2020.
Menurut Irwan, penerapan PSBB tahap pertama pada 22 April-5 Mei 2020 sudah berjalan baik jika dibandingkan dengan kondisi tanpa PSBB. Untuk tahap kedua, 6 Mei-29 Mei 2020, efektivitasnya terus ditingkatkan. Beberapa persoalan yang menjadi catatan ialah ketegasan pembatasan di perbatasan/jalan raya, keramaian di pasar tradisional, dan aktivitas shalat berjemaah di masjid/mushala.
Terkait kearifan lokal, provinsi memberikan peluang kepada pemkab dan pemkot untuk menerapkannya di kawasan tertentu. Untuk daerah yang dipastikan bebas Covid-19 dan kemungkinan warga luar masuk ke sana kecil, bisa dimungkinkan diberikan kelonggaran, misalnya diizinkan shalat berjemaah di masjid.
”Contoh di Kabupaten Solok, ada Desa Garabak Data, daerah terisolasi. Orang ke sana hanya bisa pakai sepeda motor, tidak ada mobil. Di dalam desa itu ramai, ada masjid, dan lain-lain. Orang di desa terbatas, itu-itu saja (tidak ada dari luar). Bupati bisa mempertimbangkannya (kelonggaran shalat berjemaah ke masjid),” kata Irwan.
Baca juga : Daerah PSBB Bertambah, Disiplin Warga Masih Rendah
Kepala Kepolisian Daerah Sumbar Inspektur Jenderal Toni Harmanto mengatakan, polisi siap mendukung PSBB tahap kedua. Selama PSBB tahap pertama, polisi sudah melakukan sejumlah kegiatan, antara lain pelarangan mudik di perbatasan dan pembubaran kerumunan warga.
Terkait sanksi, pada PSBB tahap kedua, polisi berpedoman pada Maklumat Kapolri dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Warga yang tidak mematuhi aturan tersebut dianggap sebagai penyebab tersebarnya wabah. ”Beberapa delik bisa dikenakan kepada orang-orang tidak patuh dengan aturan ini,” kata Toni.
Toni melanjutkan, polisi berkomitmen membatasi aktivitas mudik serta keluar-masuk di perbatasan provinsi ataupun kabupaten/kota. Untuk tahap kedua PSSB, personel kepolisian telah ditempatkan di pos-pos perbatasan kabupaten/kota sehingga pemudik tidak boleh lewat.
Adapun terkait aktivitas shalat berjemaah yang masih berlangsung di masjid/mushala, kata Toni, polisi sudah membahasnya. Polda Sumbar sudah berdiskusi dengan provinsi serta Majelis Ulama Indonesia Sumbar dan aparat lainnya bakal menegaskan kembali penerapan aturan PSBB.
Masih riskan
Secara terpisah, Wali Kota Pariaman Genius Umar mengatakan, pemkot ikut memperpanjang PSBB karena situasi masih riskan meskipun di Pariaman sudah tidak ada lagi tambahan kasus positif Covid-19 selama PSBB. Kasus pertama dan terakhir di Pariaman pada 14 April 2020 yang dialami pegawai RSUD Kota Pariaman.
”Kalau tidak ada PSBB, nanti masyarakat menyangka persoalan Covid-19 ini sudah selesai. Padahal, masih banyak yang harus dijaga. Suasana Lebaran banyak yang pulang kampung sehingga nanti mereka merasa bebas ke Pariaman. Atau ketika Lebaran biasanya pantai ramai. Ini, kan, sangat berbahaya,” kata Genius.
Menurut Genius, secara umum, penerapan PSBB tahap pertama di Pariaman efektif. Petugas memperketat akses keluar-masuk warga di perbatasan kota, antara lain, dengan pendataan dan pemeriksaan suhu tubuh. Satpol PP juga melakukan razia kerumunan warga di tempat-tempat tertentu setiap malam.
Meskipun demikian, ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan, seperti kedisiplinan masyarakat untuk tetap di rumah. Warga Pariaman terbiasa duduk di warung secara berkelompok. Untuk PSBB tahap kedua, kepala desa dan camat diminta agar memberikan pengertian kepada masyarakat untuk membubarkan diri. Jika tidak, aparat yang akan membubarkan mereka.
Baca juga : Penerapan PSBB di Sumbar Perlu Dibenahi
Sementara itu, terkait provinsi yang memberikan peluang bagi kota untuk melonggarkan PSBB di kawasan tertentu, Genius sedang membahasnya. Ia tidak menutup kemungkinan ada masjid di dalam kompleks tertentu yang bebas dari Covid-19 dan tidak ada orang luar/pendatang diperkenankan melangsungkan shalat berjemaah.
Wali Kota Sawahlunto Deri Asta mengatakan, meskipun belum ada kasus positif Covid-19 di daerahnya, pemkot memutuskan melanjutkan PSBB. ”Karena Covid-19 ini belum ada obatnya, akan jauh lebih baik kami mencegah dibandingkan nanti kebobolan. Jika pembatasan dilonggarkan dan kebobolan, kami bakalan repot dan dianggap lalai,” kata Deri.
Secara umum, kata Deri, penerapan PSBB di Sawahluto sedikit-banyaknya masih ada kendala teknis. Untuk mengatasi itu, pemkot rutin mengadakan rapat tiga kali seminggu untuk mengevaluasi regulasi dan pelaksanaan pembatasan bersama anggota forkompimda serta MUI, Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Lembaga Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau.
”Aturan yang belum ditaati kami evaluasi dan sempurnakan. Beberapa hal yang perlu dievaluasi untuk PSBB tahap kedua antara lain terkait pembatasan jumlah penumpang kendaraan dan teknis pelaksanaan di lapangan,” ujar Deri.
Media Rahmi (28), warga Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, mengatakan, ia menyambut baik perpanjangan PSBB. Sebab, selama PSBB tahap pertama saja warga masih bebas keluar rumah tanpa menggunakan masker.
”Masih banyak yang keluar rumah tanpa masker. Ditambah lagi empat hari lalu sudah ditemukan kasus pertama Covid-19 di Agam dan angkanya terus bertambah menjadi empat orang. Kalau PSBB tidak diperpanjang, nanti warga bisa keluyuran tanpa batas sehingga kasus positif Covid-19 bisa semakin banyak,” kata Media.
Media pun berharap penerapan PSBB tahap kedua di Agam semakin diperketat. Dengan berkurangnya aktivitas warga di luar rumah, risiko penularan Covid-19 bisa semakin berkurang dan wabah bisa segera berlalu.
Belum efektif
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Defriman Djafri, Senin malam, berpendapat, pelaksanaan PSBB di Sumbar hingga 3 Mei belum efektif dalam mengatasi penularan Covid-19. Jumlah kasus baru yang berdiri sendiri/tidak terkait dengan kluster meningkat drastis selama masa PSBB.
Baca juga : Menakar Efektivitas Pembatasan Sosial
Kajian Defriman dan dua rekannya, jumlah kasus baru berdiri sendiri sebelum PSBB (26 Maret-21 April) sebanyak 51 orang. Sementara itu, sejak penerapan PSBB hingga 3 Mei, jumlah kasus baru berdiri sendiri menjadi 84 orang.
Sementara itu, jumlah kasus baru yang terkait kluster/kasus sebelumnya juga meningkat. Sebelum PSBB, jumlah kasus baru yang terkait kluster/kasus sebelumnya ada 23 orang. Adapun sejak penerapan PSBB hingga 3 Mei, jumlah kasus baru yang terkait dengan kluster/kasus sebelumnya bertambah 37 orang.
”Kami menilai dari data itu, ketika sebelum dan sesudah PSBB, terjadi penambahan kasus baru yang berdiri sendiri. Melihat penyebaran kasusnya (berdiri sendiri) dapat dikatakan belum efektif PSBB dijalankan selama satu minggu empat hari,” kata Defriman.
Selain itu, penularan Covid-19 antarkabupaten/kota di Sumbar juga bertambah selama masa PSBB. Sebelum PSBB, kasus penularan antarkabupaten/kota terjadi antara Padang-Pesisir Selatan dan Padang Pariaman-Pariaman. Setelah PSBB, kasus penularan antarkabupaten/kota terjadi antara Padang-Pesisir Selatan, Tanah Datar-Padang Panjang, dan Payakumbuh-Agam.
Defriman pun merekomendasikan kepada pemda agar menerapkan PSBB dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan bahu-membahu dalam menangani dan mengendalikan Covid-19. Inovasi intervensi juga diperlukan dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyakarat akan pentingnya perilaku upaya pencegahan terhadap Covid-19.