Harga cabai di tingkat petani di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah saat ini anjlok hingga di bawah Rp 10.000 per kg. Kondisi ini terjadi seiring dengan turunnya permintaan dan sepinya pasar di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Harga cabai di tingkat petani di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, saat ini anjlok hingga di bawah Rp 10.000 per kilogram. Kondisi ini terjadi seiring dengan turunnya permintaan dan sepinya pasar di tengah pandemi Covid-19.
Wintoro (50), salah seorang pedagang pengepul di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, mengatakan, seminggu lalu, harga cabai mencapai Rp 4.000 per kilogram (kg), dan saat ini hanya naik menjadi Rp 5.000 per kg. ”Kondisi harga cabai saat ini adalah kondisi terburuk, harga terendah yang pernah saya alami selama 20 tahun berdagang cabai,” ujarnya, Selasa (5/5/2020).
Biasanya, menurut dia, di tengah kondisi panen raya di daerah-daerah di Indonesia, harga cabai terendah masih bisa mencapai hingga Rp 10.000 per kg. Pada kisaran harga itu saja petani tetap merugi karena petani baru kembali modal pada harga Rp 15.000 per kg.
Terpuruknya harga cabai ini, lanjutnta, terjadi karena permintaan pasar turun. Jika biasanya Wintoro mengirim 3-4 ton cabai per hari ke luar kota, selama pandemi ini dia hanya mengirim 1 ton cabai per hari.
Volume pengiriman ini pun tidak bisa ditambah karena aktivitas perdagangan di kota tujuan pun relatif sepi. Wintoro biasa mengirimkan pasokan ke pasar induk di Jakarta dan sejumlah kota di Pulau Sumatera.
”Seorang pedagang di pasar induk di Jakarta juga sempat mengeluh. Untuk menjual 1 ton cabai saja, sulit dilakukannya saat ini,” ujarnya. Padahal, biasanya ramainya aktivitas perdagangan di pasar induk membuat 1 ton cabai langsung habis terjual dalam hitungan menit.
Hal serupa juga dialami oleh Supardi (34), salah seorang pedagang cabai asal Kecamatan Sawangan. Jika sebelumnya dia memasok lebih dari 1 kuintal cabai per hari, untuk menyesuaikan lesunya permintaan saat ini, dia pun hanya mengirimkan 50-60 kg cabai per hari. Cabai biasa dikirimkannya untuk memenuhi permintaan sejumlah pedagang di Pasar Muntilan di Kecamatan Muntilan. Sayur termasuk cabai di Pasar Muntilan biasanya banyak dibeli oleh pengepul dari beberapa daerah seperti Yogyakarta dan Semarang.
Karena banyak usaha kuliner tutup, pasar cabai pun ikut terpuruk.
Agus (28), salah seorang petani di Desa Banyubiru, Kecamatan Dukun, mengatakan, dirinya sudah sempat delapan kali memanen cabai. Karena seminggu lalu harga cabai terus bertahan pada Rp 4.000 per kg, aktivitas panen pun tidak dilanjutkannya lagi. ”Daripada memperbesar kerugian, 20-30 kg cabai yang belum sempat dipanen saya putuskan untuk dibiarkan saja di lahan,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam delapan kali panen tersebut, untuk satu kali panen, dia bisa mendapatkan 30-80 kg cabai. Cabai yang ditanamnya adalah cabai rawit merah. Agus mengatakan jika ada waktu senggang, ia akan memetik cabai tersebut untuk kebutuhannya sendiri. Namun, jika tidak, seluruh hasil panen cabai tersebut akan dibiarkannya membusuk di lahan.
Hal serupa juga terjadi pada tanaman timun. Dia hanya dua kali memetik timun dan tidak melanjutkannya karena harga timun mencapai Rp 300 per kg. Setelah itu, keseluruhan tanaman timun dibongkar dan langsung digantinya dengan cabai.
Sudarno dari Humas Asosiasi Pasar Tani (Aspartan) Gemilang Kabupaten Magelang mengatakan, dari 75 petani anggota Aspartan, sekitar 21 orang di antaranya petani cabai. Pada Maret dan April, rata-rata volume panen cabai mencapai 1.500 ton per bulan. Namun, hanya sekitar 60 persen cabai yang mampu terjual dan terserap pasar. ”Sekitar 40 persen cabai tidak laku, dan bahkan dibiarkan petani membusuk di lahan,” ujarnya.
Permintaan terbesar cabai biasanya berasal dari usaha katering dan rumah makan. Namun, karena banyak usaha kuliner tutup, pasar cabai pun ikut terpuruk.