Gelombang Tinggi Berpotensi Ganggu Penyaluran Bantuan di Maluku
Proses penyaluran bantuan bagi warga ekonomi lemah yang terdampak Covid-19 di Kepulauan Maluku berpotensi terganggu lantaran saat ini Maluku mulai memasuki musim gelombang tinggi.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Penyaluran bantuan sosial penanganan dampak pandemi Covid-19 kepada warga yang mendiami pulau-pulau di Provinsi Maluku berpotensi terganggu. Saat ini wilayah perairan Maluku mulai memasuki musim gelombang tinggi.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Maluku Sartono Panning di Ambon, Selasa (5/5/2020), mengatakan, sejauh ini, dari total 103.239 keluarga, pemerintah telah menyalurkan sekitar 30 persen bantuan kepada keluarga penerima manfaat di Maluku. Setelah distribusi di areal perkotaan, selanjutnya, proses penyaluran bantuan dalam bentuk bahan pokok akan bergeser ke wilayah pulau-pulau.
Menurut Sartono, distribusi bantuan bahan pokok itu kemungkinan bakal terhambat gelombang tinggi. Saat ini, Maluku mulai memasuki musim hujan dan angin kencang. Untuk itu, sebagai penanggung jawab lapangan, pemerintah kabupaten diminta menyiapkan sarana transportasi yang memadai.
”Semua kendala itu sudah dibicarakan. Pihak kabupaten sudah menyanggupinya,” ujar Sartono seusai pertemuan virtual dengan perwakilan kabupaten/kota itu.
Mulai pekan depan, penyaluran akan difokuskan ke desa-desa di pedalaman, pesisir, dan pulau-pulau terpencil. Total sebanyak 1.231 keluarga yang tersebar di sekitar 400 pulau. Sebagian besar penduduk miskin penerima bantuan berada di pulau-pulau.
Sartono berharap proses distribusi tetap bisa disalurkan sampai ke tangan warga penerima manfaat. Ia juga mengingatkan aparatur di tingkat bawah agar tidak memanipulasi bantuan. Untuk itu, proses penyaluran akan langsung diawasi aparat Polri dan TNI. Masyarakat diminta segera melaporkan jika ada kemungkinan manipulasi bantuan.
Sartono menambahkan, penyaluran bantuan dimulai dari wilayah perkotaan lantaran banyak kelompok retan, seperti buruh serabutan. Kelompok ini hidup dari penghasilan harian sehingga tak punya cukup cadangan pangan.
Menurut Sartono, untuk Kota Ambon, Kota Tual, dan sembilan ibu kota kabupaten lainnya sudah disalurkan sebanyak lebih dari 50 persen. Penyaluran itu sudah dilakukan sejak dua pekan lalu.
Rion S Salman, prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Pattimura, Ambon, mengatakan, wilayah Maluku mulai memasuki musim hujan dan angin kencang. Namun, sepanjang Mei ini intensitasnya masih kurang. Proses penyaluran bantuan ke pulau-pulau dapat dikebut selama dua sampai tiga pekan ke depan. ”Puncak cuaca buruk pada Juni hingga Juli mendatang,” ujarnya.
Kapal TNI
Camat Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Arthur Makatita menuturkan, pihaknya telah mengusulkan kepada pemerintah kabupaten agar distribusi bantuan ke Pulau Selaru menggunakan kapal milik TNI Angkatan Laut. Saat ini, gelombang tinggi mulai berkecamuk sehingga kapal-kapal kayu tidak bisa lagi beroperasi. Selaru merupakan pulau terluar yang berhadapan langsung dengan negara Australia. Di sana terdapat tujuh desa dengan jumlah penduduk sekitar 13.000 jiwa.
Seperti diberitakan sebelumnya, banyak warga di Pulau Selaru mulai kekurangan bahan pangan sebagai dampak pandemi Covid-19. Mereka kehilangan penghasilan menyusul komoditas warga, seperti kopra, rumput laut, dan ikan, tidak banyak yang laku di pasaran. Selain itu, warga juga dilanda gagal panen akibat serangan hama pada tanaman pertanian lahan tadah hujan. Stok makanan di kebun pun menipis.
Sementara itu, harga kebutuhan pokok, seperti beras, terus meningkat. Harga beras kualitas medium dalam kemasan 20 kilogram kini Rp 280.000, sedangkan di tingkat pengecer Rp 15.000 per kg. Harga gula pasir juga hampir Rp 20.000 per kg. Kini, warga bergantung pada pangan lokal, seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan, yang masih tersisa di kebun (Kompas 4/5/2020).
Kendati sebagian bantuan sudah mulai disalurkan, banyak warga yang kini hidupnya semakin susah belum juga mendapat bantuan dari pemerintah. Nama mereka bahkan tidak masuk dalam daftar penerima bantuan. ”Banyak teman-teman sopir angkot (angkutan kota) yang kecewa dengan pemerintah. Kami sudah daftar dari bulan lalu, tapi sampai saat ini tidak jelas. Kami bingung harus mengadu ke mana,” kata Taufiq (32), sopir angkot di Ambon.
Ia menuturkan, banyak juragan angkot meminta para sopir berhenti beroperasi lantaran setoran menurun. Jumlah penumpang yang menggunakan angkot pun sangat minim. Setiap angkot dibatasi paling banyak memuat enam penumpang demi mencegah penyebaran virus korona baru. ”Setelah berhenti dari angkot, kami tidak punya pemasukan. Cari kerja sekarang susah,” katanya.
Sekretaris Daerah Kota Ambon AG Latuheru mengimbau warga yang belum terdaftar agar segera melaporkan diri kepada ketua RT supaya dilakukan pembaruan data. Jika tidak, warga bisa datang langsung untuk menyampaikan pengaduan di pos komando Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Ambon di Jalan Yan Paays.