5.000 Set Reagen Tes Covid-19 Siap Digunakan di Manado
Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Manado, Sulawesi Utara, telah menyiapkan 5.000 set reagen untuk mendeteksi Covid-19 pada sampel usap tenggorokan pasien.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Manado, Sulawesi Utara, telah menyiapkan 5.000 set reagen untuk mendeteksi Covid-19 pada sampel usap tenggorokan pasien. Sedikitnya 48 hasil tes reaksi rantai polimerase pertama laboratorium itu akan terbit dan diumumkan pada Selasa (5/5/2020).
Kepala Seksi Pengembangan Teknologi Laboratorium BTKLPP Manado Abdul Azis Hunta mengatakan, pemeriksaan telah dimulai sejak Senin (4/5/2020). Ada 101 sampel dari berbagai rumah sakit di Sulawesi Utara yang siap diuji.
Menurut Abdul, keberlanjutan tes akan bergantung pada banyaknya sampel usapan (swab) tenggorok yang masuk setiap hari. BTKLPP Manado telah mendapatkan pasokan 5.000 set reagen dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mengepalai Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Satu set reagen terdiri dari reagen untuk menjaga virus dalam wadah (virus transport media), untuk ekstraksi, serta untuk mendeteksi adanya virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) saat tes reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR). ”Satu sampel butuh satu set reagen dan kami sudah sedia semua,” kata Abdul.
Laboratorium BTKLPP diperkuat delapan petugas yang bertugas menjalankan dan menyimpulkan hasil tes RT PCR. Mereka dibagi dalam tiga kelompok dan bekerja secara bergantian. Butuh 7 jam untuk menyelesaikan satu kali tes dengan alat RT PCR berkapasitas 96 sampel.
Abdul mengatakan, timnya sangat hati-hati, teliti, dan cermat dalam menjalankan tes tersebut, mengingat bahaya yang dapat disebabkan oleh kontaminasi virus dari sampel usap. Tiga dari delapan petugas yang baru saja mendapat pelatihan singkat di Jakarta dan Surabaya juga bertugas melatih anggota tim yang lain.
”Jadi, untuk sementara tes RT PCR ini bisa lebih dari 7 jam. Cepat atau lambatnya tes tergantung dari skill analisis petugas di laboratorium. Semakin berpengalaman, tes bisa lebih cepat,” kata Abdul.
Kendati begitu, Abdul menyatakan akan mengusahakan agar hasil tes RT PCR dapat terbit sesegera mungkin. Sebab, BTKLPP Manado tidak hanya menjadi pusat laboratorium untuk mendeteksi Covid-19, tetapi juga untuk menguji sampel dari orang-orang yang memiliki kontak erat dengan pasien positif Covid-19.
”Bukan hanya diagnostik, melainkan juga surveilans,” katanya. Di lain pihak, Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 Sulut dr Steaven Dandel mengatakan, baru 48 sampel BTKLPP yang sudah diekstraksi pada mesin microcentrifuge. Proses ekstraksi terkendala oleh pasokan listrik yang kurang, tanpa menjelaskan secara spesifik daya yang dibutuhkan untuk proses itu.
”Keberlanjutan pasokan listrik ini sangat penting. Kami harus menambah unit pembangkit listrik untuk laboratorium agar pekerjaan ini bisa berlanjut,” katanya.
Di samping itu, proses ekstraksi juga memakan waktu lama karena mesin microcentrifuge hanya dapat menampung 24 sampel sekali tes selama 1-2 jam. Untuk bisa memenuhi kapasitas mesin RT PCR, butuh empat kali ekstraksi yang bisa mencapai maksimal 8 jam. ”Jadi, kira-kira butuh 12 jam sampai tes selesai,” kata Steaven.
Keberlanjutan pasokan listrik ini sangat penting. Kami harus menambah unit pembangkit listrik untuk laboratorium agar pekerjaan ini bisa berlanjut.
Steaven berharap, pengalaman di awal tes ini dapat menjadi evaluasi agar tes berikutnya bisa berlangsung lebih cepat. Semakin cepat hasil terbit, semakin cepat tim Satgas Covid-19 Sulut dapat memetakan penyebaran penyakit ini. Pemprov Sulut pun berupaya mendukung dengan mengimpor sekitar 900 reagen ekstraksi dan sekitar 300 reagen tes RT PCR.
Lintas provinsi
Steaven menambahkan, BTKLPP nantinya tidak hanya akan menguji sampel usap tenggorok dari Sulut, tetapi juga daerah tetangga seperti Gorontalo. Sebelumnya, Provinsi Gorontalo sudah dapat menguji sendiri sampel mereka menggunakan laboratorium Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Gorontalo.
Namun, uji PCR telah terhenti sekitar tiga hari terakhir. Menurut Steaven, ini disebabkan oleh mesin RT PCR di BPOM Gorontalo menggunakan sistem tertutup sehingga reagen yang bisa digunakan harus diproduksi juga oleh produsen mesin. Ini berbeda dengan BTKLPP Manado yang menggunakan RT PCR sistem terbuka.
”Kami ingin tes di laboratorium kita terus berlanjut demi analisis epidemiologis yang berkelanjutan. Kuncinya, pemilihan mesin dan reagen harus sangat hati-hati, harus sistem terbuka,” katanya.
Sebelumnya, Kepala BPOM Gorontalo Yudi Noviandi mengatakan, laboratoriumnya dapat menguji 100 sampel dalam sehari. Setiap 50 sampel butuh sekitar empat jam sehingga tidak perlu menunggu sampai sehari penuh untuk mendapatkan hasil. Tes RT PCR telah berlangsung sejak 25 April.