Iklan Travel Gelap Marak di Medsos, Polisi Lakukan Patroli Siber
Sepekan belakangan, iklan terkait jasa perjalanan tidak resmi marak di media sosial, seperti Facebook. Polisi melakukan pemeriksaan di jalan dan patroli siber untuk menekan pergerakan jasa perjalanan tidak resmi.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
BREBES, KOMPAS — Semenjak pelarangan mudik berlaku, iklan jasa perjalanan tidak resmi atau travel gelap marak beredar di media sosial. Selain memperketat pemeriksaan kendaraan yang melintas di jalan raya, polisi juga melakukan patroli siber untuk menekan pergerakan pemudik yang nekat.
Memasuki hari kesebelas pelarangan mudik, masih ada sejumlah masyarakat yang nekat mudik ke beberapa daerah di pesisir pantura bagian barat, seperti Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Brebes. Di Kabupaten Brebes, misalnya, hingga Minggu (3/5/2020) tercatat 92.207 pemudik sudah tiba di Brebes. Dari jumlah tersebut, sebanyak 9.241 orang tiba di Brebes setelah larangan mudik berlaku, yakni 24 April 2020.
Ribuan orang tersebut diketahui mudik melalui berbagai cara, salah satunya menggunakan jasa perjalanan tidak resmi. Penyedia jasa perjalanan tidak resmi biasanya menggunakan mobil pribadi bernomor polisi hitam untuk menghindari pemeriksaan polisi. Untuk menjangkau calon penumpang, mereka menawarkan jasanya melalui iklan di beberapa media sosial, seperti Facebook.
Berdasarkan pantauan Kompas, sepekan belakangan, iklan yang menawarkan jasa perjalanan tidak resmi kerap muncul di sejumlah grup Facebook. Unggahan berisi iklan tersebut muncul di dinding halaman sejumlah grup dan di kolom-kolom komentar.
Sebenarnya takut tertular virus korona dan takut kalau terjaring razia polisi. Tapi mau bagaimana, (saya) butuh uang untuk makan.
Dalam unggahan berisi iklan tersebut, calon penumpang dan penyedia jasa perjalanan bisa tawar-menawar harga dan menyepakati titik penjemputan yang diinginkan. Sejumlah penyedia jasa perjalanan tidak resmi mengaku, mereka berani melanggar aturan demi mendapatkan uang.
”Sebenarnya takut tertular virus korona dan takut kalau terjaring razia polisi. Tapi mau bagaimana, (saya) butuh uang untuk makan,” kata Aziz (35), sopir jasa perjalanan tidak resmi asal Brebes, Senin (4/5/2020).
Aziz menuturkan, untuk menghindari pemeriksaan, dirinya memulai perjalanan pada tengah malam. Menurut pria yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkutan umum tersebut, tengah malam-dini hari merupakan waktu-waktu lengah polisi.
Selama dalam perjalanan, Aziz kerap menghubungi teman-temannya untuk memastikan, jalan yang akan dia lewati tidak dijaga polisi. Saat mendapat informasi terkait ada pemeriksaan, Aziz meminta rekomendasi jalan-jalan tikus kepada teman-temannya. Dengan begitu, Aziz bisa menghindari pemeriksaan.
”Saya juga meminta agar para penumpang tidak membawa barang terlalu banyak supaya tidak mencolok. Sejauh ini, cara tersebut efektif,” ujar Aziz.
Sejak pemberlakukan pelarangan mudik, Aziz sudah lima kali mengangkut pemudik dari Jakarta menuju Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, dan Kota Tegal. Jumlah penumpang yang diangkut dalam sekali perjalanan sebanyak empat orang.
Tarif melonjak
Dalam kondisi normal, tarif jasa perjalanan Jakarta-Brebes sekitar Rp 1,2 juta untuk setiap perjalanan. Pada masa pelarangan mudik, Aziz menaikkan tarifnya menjadi Rp 2,5 juta untuk setiap perjalanan.
Melihat ada fenomena tersebut, Polres Tegal Kota memutuskan melakukan patroli siber. Hal itu dilakukan untuk menekan pergerakan jasa perjalanan tidak resmi yang melayani pemudik di tengah pemberlakuan larangan mudik.
”Kami mencoba masuk ke grup-grup di media sosial dan memantau akun-akun yang menawarkan jasa travel gelap. Setelah mendapatkan nomor polisi kendaraannya, kami catat dan ketika lewat di pos pemeriksaan akan kami stop,” kata Kepala Satuan Polisi Lalu Lintas Polres Tegal Kota Ajun Komisaris Bakti Kautsar Ali di Kota Tegal.
Bakti mengatakan, pihaknya tidak segan-segan meringkus penyedia jasa perjalanan gelap jika mereka merupakan warga Kota Tegal. Berdasarkan hasil pelacakan polisi, mayoritas penyedia jasa perjalanan gelap bukan warga Kota Tegal.
Selain melakukan patroli siber, polisi juga mengetatkan pemeriksaan pada setiap kendaraan yang melintas. Polisi berjaga secara bergantian selama 24 jam dan memeriksa satu per satu kendaraan, terutama kendaraan yang mencurigakan.
Menurut Bakti, truk-truk besar yang memasang terpal di atas baknya juga dihentikan dan diminta membuka terpalnya untuk memastikan bahwa mereka tidak menyelundupkan pemudik. Dari beberapa truk yang diperiksa, tidak ada yang membawa pemudik.
Sejauh ini, Polres Tegal Kota meminta sebanyak 35 kendaraan yang mengangkut pemudik untuk memutar arah kembali ke tempat semula. Yang terbaru adalah sebuah bus dengan trayek Jakarta-Kudus (Jateng), yakni pada Sabtu (2/5/2020) malam.
”Saat kami cek, bus tersebut mengangkut sekitar 20 pemudik. Saat itu juga kami langsung minta sopir untuk memutar arah, kembali ke Jakarta,” ucap Bakti.
Karantina pemudik
Kendati sudah ada larangan musik, sejumlah pemerintah daerah di kawasan pesisir pantura bagian barat Jateng tetap menyiapkan tempat karantina bagi pemudik yang nekat. Di Kabupaten Tegal, misalnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 setempat menyiapkan dua tempat karantina komunal bagi pemudik, yakni di Gedung Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Kabupaten Tegal dan Gedung Olahraga (GOR) Tri Sanja.
”Pemudik yang khawatir tidak bisa menjaga jarak dengan anggota keluarga lainnya karena rumahnya terlalu sempit bisa menggunakan fasilitas ini. Setelah 14 hari dinyatakan sehat, mereka bisa pulang ke rumah dan berkumpul bersama keluarga,” kata Bupati Tegal Umi Azizah.
Umi menambahkan, gedung Korpri bisa menampung hingga 96 orang dan GOR Tri Sanja bisa menampung 240 orang. Selama dikarantina, pemudik akan mendapatkan fasilitas berupa makan, minum, dan pemeriksaan kesehatan secara gratis.