Puncak Pandemi Dicapai jika Strategi Menghambat Penularan Terlaksana dengan Baik
Puncak pandemi Covid-19 di Indonesia bisa segera terjadi jika tidak ada lagi kasus penularan. Terhentinya penularan bisa dilakukan jika beberapa upaya dan strategi diterapkan dan terlaksana dengan baik.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Puncak pandemi Covid-19 di Indonesia segera dicapai dan kurva kasus segera melandai apabila strategi untuk menghambat penularan bisa diterapkan dan terlaksana dengan baik. Sebaliknya, jika strategi itu tidak dilakukan dengan baik, puncak pandemi bisa semakin lama dan kurva kasusnya terus meninggi.
Hal itu dikatakan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Dr Daeng M Fakih SH MH pada Diskusi Daring Ikatan Alumni Universitas Brawijaya Forum #6 dengan tema ”Kesiapan Serta Antisipasi Menghadapi Gelombang Puncak Covid-19”, Minggu (3/5/2020) sore.
Hadir sebagai narasumber lain Dr dr Wisnu Barlianto MSi Med Sp A(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) dan Direktur Rumah Sakit Universitas Brawijaya (RSUB) DR dr Sri Andarini M Kes.
”Begitu strategi terlaksana dan orang yang sakit tidak menulari, puncak yang ditaksir pada bulan Mei akan tercapai dan kurvanya akan melandai. Kalau strategi di atas tidak terlaksana dengan baik, puncaknya bisa jadi semakin lama dan kurvanya semakin tinggi,” ujarnya.
Menurut Fakih, puncak kurva yang semakin tinggi akan berimbas pada pelayanan kesehatan. Seperti diketahui, tempat pelayanan kesehatan memiliki batas kapasitas. Jika jumlah penderita melebihi batas kemampuan tempat pelayanan kesehatan, dampaknya bakal banyak pasien tidak akan tertangani.
Fakih menyebut strategi yang dimaksud, yakni pertama, memutus sumber penularan. Kedua, melakukan pemeriksaan (testing), pelacakan (tracing), isolasi, dan pengobatan (treatment). Ketiga, menjaga orang yang sehat agar tidak tertular melalui pembatasan sosial (PS) dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Begitu strategi terlaksana dan orang yang sakit tidak menulari, puncak yang ditaksir pada bulan Mei akan tercapai dan kurvanya akan melandai.
Terkait memutus sumber, menurut Fakih, tidak semua pasien positif mengalami gejala Covid-19. Banyak di antaranya mereka yang sudah terinfeksi, tetapi tidak menunjukkan gejala yang jumlahnya ternyata cukup besar, mencapai 43 persen.
”Strategi kedua, kalau di medis ada yang namanya siklus testing, tracing, isolasi, dan treatment. Jadi yang sakit ini ditemukan, lalu dilakukan lokalisasi dengan isolasi dan treatment. Kata kuncinya dalam penanganan kasus ini pada testing. Testing sekarang lagi didorong oleh gugus tugas Covid-19 untuk dilakukan secara luas, massal, dan cepat,” ujarnya.
Dalam rangka pelacakan, saat ini sudah lebih dari 500.000 reagent dikirim ke beberapa daerah. Melalui pelacakan akan ditemukan semua orang yang punya potensi tertular dan menularkan Covid-19. Setelah itu, mereka diisolasi sehingga sumber penularan akan terlokalisasi.
Yang terakhir dengan PS dan PSBB. Kedua hal ini sepele, tetapi pelaksanaannya sulit dilakukan karena membutuhkan kedisiplinan dari semua pihak, terutama masyarakat.
Laboratorium di Malang
Dalam kesempatan itu, Andarini menyatakan kesiapan RSUB sebagai rujukan penangan Covid-19 dan menjadi salah satu dari 48 laboratorum rujukan nasional pemeriksa Covid-19. RSUB juga sudah menyiapkan ruangan untuk penapisan, termasuk poliklinik khusus untuk penanganan Covid-19, ditambah ruang isolasi sebanyak 12 buah dan 2 ruang untuk anak.
”Tadi datang real time PCR (reaksi rantai polimerase) dari Jerman sehingga kami bisa running periksa swab. Reagent juga sudah kami dapatkan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, ada 5.000 reagent,” katanya.
Indonesia pertama kali mengonfirmasi positif Covid-19 pada 2 Maret. Pada 13 Maret ditemukan kasus pertama terkonfirmasi positif di Malang yang kebetulan salah satu mahasiswa Universitas Brawijaya. Pada 12 Maret, menurut Wisnu Barlianto, pihak universitas telah membentuk tim Satuan Tugas Covid-19 Universitas Brawijaya.
”Pencegahan di hulu, kita lakukan surveillance di lingkup sivitas akademika. Ada beberapa contoh penanganan yang kami lakukan. Misalnya pada kasus pertama, kami lakukan tracing kontak kepada 16 mahasiswa dan dua dosen. Tujuannya surveillance untuk mitigasi risiko infeksi. Pada 15 Maret, kami lakukan skrining secara online. Ada 40.523 data mahasiswa dan 4.977 dosen dan tenaga pendidikan yang bisa masuk,” ujarnya.
Menurut Wisnu, pihaknya juga melakukan tindak lanjut dengan pelacakan sebagai upaya penapisan dan seterusnya. Begitu pula dengan logistik, mereka membantu pemenuhan disinfektan dan hand sanitizer bekerja sama dengan beberapa fakultas.
Logistik ini didistibusikan distribusikan ke beberapa fasilitas kesehatan, baik RSUB, RS Saiful Anwar Malang, maupun sejumlah puskesmas di Kabupaten Malang, termasuk alat perindungan diri. FKUB juga berperan dalam tim Advokasi Satgas Covid-19 U—memberikan dasar-dasar ilmiah yang menjadi latar belakang—dan mendorong perlunya pengambilan keputusan terkait PSBB di Malang Raya.