Industri Mulai PHK Karyawan, Sektor Agro di Sumsel Masih Bertahan
Sebanyak 612 tenaga kerja di Sumsel harus di-PHK dampak dari mewabahnya Covid-19. Tidak hanya itu, sebanyak 7.020 orang harus dirumahkan akibat pengurangan jam operasionalisasi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sebanyak 612 pekerja di Sumatera Selatan harus mengalami pemutusan hubungan kerja dampak dari mewabahnya virus korona jensi baru atau SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Meski demikian, sektor andalan seperti pertanian dan perkebunan sejauh ini masih bisa bertahan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Selatan Koimudin, Kamis (30/4/2020), menuturkan, per 29 April 2020, ada 612 warga Sumsel yang di-PHK. Mereka yang terkena PHK adalah pegawai di sejumlah sektor, seperti perhotelan, pariwisata, transportasi, dan pertambangan.
Kota Palembang menyumbangkan angka PHK tertinggi dibandingkan kota lain. Tidak hanya pegawai yang di-PHK, ada beberapa perusahaan yang juga harus merumahkan pegawai karena kebijakan pengurangan waktu operasionalisasi.
Berdasarkan data, ada sekitar 7.020 pegawai yang harus dirumahkan sepanjang pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir dua bulan terakhir. Jumlah ini belum termasuk sektor informal yang juga sudah pasti akan terdampak. ”Data yang ada ini hanya yang melaporkan dan di sektor formal, sedangkan yang disektor informal tidak terdata di sini,” ujarnya.
Koimudin menegaskan, bagi perusahaan yang terpaksa melakukan PHK pada pegawainya, mereka harus melaksanakan kewajiban, yakni membayarkan uang pesangon dan kewajiban lain. Hal ini dimaksudkan agar mereka yang terpaksa kehilangan pekerjaan dapat melanjutkan kehidupannya dengan mengelola uang tersebut.
Bagi perusahaan yang terpaksa melakukan PHK pada pegawainya, mereka harus melaksanakan kewajiban yakni membayarkan uang pesangon dan kewajiban lain.
Hingga kini, kata Koimudin, belum ada laporan dari serikat buruh atau perorangan terkait perusahaan yang tidak membayarkan kewajiban pada karyawan yang di-PHK. Di sisi lain, dirinya berharap agar warga yang terdampak PHK juga mendaftarkan diri agar mendapatkan Kartu Prakerja sehingga mendapatkan bantuan dana dan kesempatan mengikuti pelatihan kerja sebagai bekal untuk kehidupan setelah di-PHK di perusahaan sebelumnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumsel Sumarjono Saragih menuturkan, pilihan untuk mem-PHK pegawai adalah respons dari kondisi ekonomi pascawabah Covid-19 merebak. ”Biasanya perusahaan yang melakukan PHK adalah mereka yang terpaksa menutup perusahaan karena sudah tidak laik lagi beroperasi,” katanya.
Untuk saat ini, kata Sumarjono, hampir semua perusahaan terdampak. Hanya saja, tingkat keparahannya sangat bergantung pada jenis usaha. Menurut dia, beberapa sektor yang sangat terkena dampak Covid-19 antara lain perhotelan, pariwisata, ritel, dan manufaktur. ”Dalam kondisi seperti ini, bahkan ada perusahaan yang omzetnya harus turun hingga 90 persen,” katanya.
Namun, beberapa sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian di Sumsel, terutama pertanian dan perkebunan, belum berdampak separah sektor non-pertanian. ”Sektor ini masih berjalan walaupun kondisinya tidak sebaik sebelum Covid-19,” katanya.
Untuk sektor pertanian dan perkebunan, pelaksanaan protokol kesehatan masih bisa dilakukan dengan lebih optimal karena operasionalnya berlangsung di ruang terbuka dan lebih mudah dipantau.
”Kami juga telah mengimbau setiap perusahaan yang masih beroperasi untuk menjalankan protokol kesehatan secara baik,” ujar Sumarjono.
Pengusaha juga dihadapkan pada sejumlah kendala, seperti keterbatasan infrastruktur pendukung, pelambatan, dan sejumlah pembatasan yang tentu berpengaruh pada operasionalisasi.
Saat ini, pengusaha juga dihadapkan pada sejumlah kendala, seperti keterbatasan infrastruktur pendukung, pelambatan, dan sejumlah pembatasan yang tentu berpengaruh pada operasionalisasi. ”Selama masih bisa berbisnis, tentu harus berusaha mencari solusinya,” kata Sumarjono.
Selain itu, ujar Sumarjono, pihaknya berharap agar pemerintah memberikan sejumlah kemudahaan bagi pengusaha untuk dapat bangkit dari keterpurukan. Misalnya dengan kebijakan fisikal atau insentif bagi perusahaan yang masih beroperasi. Langkah ini tentu akan meringankan beban para pengusaha yang juga tengah berusaha untuk tetap bertahan.