Anggaran Penanganan Karhutla di Jambi Turun 70 Persen
Anggaran pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Jambi turun 70 persen. Minimnya anggaran itu ditutupi dengan penguatan pencegahan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Anggaran pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Jambi turun 70 persen. Minimnya anggaran itu ditutupi dengan penguatan pencegahan.
Kepala Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Donny Osmond mengatakan, anggaran penanganan kebakaran lahan dan hutan (karhutla) tahun 2020 turun drastis. ”Tahun ini anggarannya Rp 933,4 juta,” katanya, Kamis (30/4/2020). Jumlah tersebut turun 70 persen dibandingkan pada 2019 yang mencapai Rp 3 miliar. Jumlah tersebut untuk didistribusikan kepada 11 kabupaten dan kota.
Pada tahun lalu, lanjutnya, anggaran yang minim berdampak pada tingginya sebaran karhutla. Tiga dari empat daerah yang memperoleh anggaran terendah menghadapi sebaran api paling banyak, yakni di Kabupaten Muaro Jambi, Batanghari, dan Tebo bagian barat.
Demi mengantisipasi ancaman kebakaran tahun ini, komposisi anggaran diperkuat pada upaya pencegahan. Sebanyak 60 persen anggaran dialokasikan untuk pencegahan dan sisanya untuk pengendalian.
Upaya lainnya, kalangan dunia usaha didorong membangun sistem pelaporan berbasis digital serta kesiapan tim beserta sarana dan prasaran yang memadai. Sosialisasi pun diperkuat di tingkat masyarakat.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sepanjang Maret hingga 22 April 2020, tersebar 397 titik panas dengan tingkat kepercayaan beragam sebagaimana terekam satelit Aqua, Landsat-8, NOAA, Suomi-NPP, dan Terra. Sebaran terbanyak pada areal penggunaan lain 50,4 persen dan hutan produksi 45,3 persen.
Pembangunan pos perlu diperlengkapi dengan sumber air.
Kepala Kepolisian Daerah Jambi Inspektur Jenderal Firman Shantyabudi menyatakan, pencegahan dan pengendalian karhutla didukung dengan dibentuknya pos-pos pemantauan pada dua lokasi rawan kebakaran di Muaro Jambi. Namun, pembangunan pos perlu diperlengkapi dengan sumber air. ”Jika resor jauh dari sumber air, pemadaman tidak akan efektif jika terjadi karhutla,” katanya.
Guru Besar Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero Saharjo, mengatakan, penanganan kebakaran hutan dan lahan yang terlambat hanya akan memboroskan uang negara. Ia menyebutkan sepanjang 2019, kebakaran hutan dan lahan Indonesia meningkat dua kali lipat dibandingkan 2018. Tahun 2018 luas areal kebakaran 628.288 hektar menjadi 1,64 juta hektar tahun 2019. Kondisi itu membuat upaya penanggulangan karhutla menguras lebih dari separuh DIPA yang digunakan BNPB habis lebih dari Rp 3,5 triliun.
Penanganan kebakaran hutan dan lahan yang terlambat hanya akan memboroskan uang negara.
Meskipun di berbagai wilayah tengah menghadapi bencana Covid-19, tak serta-merta hal itu mengurangi aktivitas pembakaran lahan. ”Nyatanya kebakaran masih terus berjalan, misalnya di wilayah Rupat, Bengkalis,” katanya. Ia pun mengingatkan pencegahan kebakaran tahun ini harus lebih baik. Jangan sampai terlambat.
Khusus, pada areal bergambut, Bambang mengingatkan agar dilakukan pengecekan sejak dini. Pada areal gambut para pengelola lahan diminta selalu memastikan sekat kanal berfungsi baik agar gambut terjaga dalam kondisi basah. Masyarakat juga diharapkan mengecek sumur-sumur bor dan embung agar benar-benar berfungsi menjadi sumber air saat dibutuhkan untuk pemadaman.
Yang tak kalah penting adalah mengecek alat deteksi dini kebakaran. Kalangan korporasi agar menyiagakan sarana dan prasarana pencegahan dan pengendalian kebakaran sesuai yang disyaratkan.