Penanganan Pasien Cuci Darah di Ruang Isolasi Masih Terabaikan
Penanganan pasien cuci darah yang diduga menderita Covid-19 di ruang isolasi rumah sakit masih terabaikan. Pemerintah dan pihak RS pun didesak untuk menyiapkan ruang isolasi khusus yang dilengkapi dengan alat cuci darah.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Penanganan pasien cuci darah yang diduga menderita Covid-19 dan ditempatkan di ruang isolasi rumah sakit masih terabaikan. Padahal, mereka memerlukan penanganan cepat. Pemerintah dan pihak rumah sakit pun didesak untuk menyiapkan ruang isolasi khusus yang dilengkapi dengan alat cuci darah.
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menemukan satu kasus pengabaian pasien cuci darah di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Seorang pasien cuci darah yang ditempatkan di ruang isolasi RSUD dr H Andi Abdurrahman Noor, Tanah Bumbu, belum juga mendapatkan tindakan cuci darah sejak 21 April 2020 karena diduga terinfeksi Covid-19.
Ketua Umum KPCDI Tony Samosir mengatakan, pasien tersebut sangat kesakitan karena sudah satu minggu lebih tidak cuci darah. Kondisinya sangat mengkhawatirkan, bukan karena Covid-19 yang belum pasti menginfeksinya, melainkan karena tidak bisa cuci darah.
”Kejadian seperti yang dialami pasien cuci darah di Kalimantan Selatan itu terjadi hampir di sejumlah daerah di Indonesia. Ini sangat mengkhawatirkan,” kata Tony yang dihubungi dari Banjarmasin, Rabu (29/4/2020).
Menurut Tony, ada sekitar 200.000 pasien gagal ginjal di Indonesia. Mereka harus rutin ke tempat pelayanan kesehatan untuk cuci darah 2-3 kali dalam seminggu seumur hidupnya. Jika terlambat, cairan yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman akan menumpuk dalam tubuhnya karena mereka susah buang air kecil.
Dalam kondisi pandemi Covid-19, pasien gagal ginjal menjadi kelompok yang paling rentan tertular penyakit infeksi karena daya tahan tubuh mereka sangat rendah. Saat mendatangi fasilitas kesehatan dengan kondisi sesak napas, batuk, dan demam, mereka pasti akan langsung ditempatkan di ruang isolasi.
”Tidak masalah jika pasien cuci darah diisolasi karena itu adalah panduan protokol kesehatan dalam penanganan Covid-19. Namun, saat pasien diisolasi karena diduga terinfeksi Covid-19, penanganan penyakit lain jangan dihambat. Mereka harus tetap melakukan cuci darah dengan benar,” tuturnya.
Sesuai protokol Perhimpunan Nefrologi Indonesia, pasien cuci darah yang diduga terinfeksi Covid-19 dengan status orang dalam pemantauan (ODP) ataupun pasien dalam pengawasan (PDP) tetap harus melakukan cuci darah. Pengabaian penanganan penyakit penyerta pada pasien karena terlalu terkonsentrasi pada penanganan Covid-19 akan membahayakan keselamatan pasien.
”Kami pun mendorong pemerintah untuk menyediakan ruang isolasi khusus yang dilengkapi dengan alat cuci darah supaya tindakan cuci darah tidak tertunda. Dengan tetap menegakkan pedoman protokol kesehatan penanganan Covid-19, penyakit penyerta jangan sampai diabaikan,” kata Tony.
Kami pun mendorong pemerintah untuk menyediakan ruang isolasi khusus yang dilengkapi dengan alat cuci darah supaya tindakan cuci darah tidak tertunda.
Berhati-hati
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan Muhammad Muslim, yang juga juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalsel, masih belum bisa mengonfirmasi bagaimana sebetulnya penanganan pasien cuci darah yang diduga terinfeksi Covid-19 di RSUD dr H Andi Abdurrahman Noor, Tanah Bumbu.
Namun, dalam kondisi wabah seperti ini, yang paling penting adalah kehati-hatian terkait potensi terjadi penularan pada pasien lain. ”Maka, yang dikedepankan adalah bagaimana agar pelayanan hemodialisis atau cuci darah diberlakukan dengan baik, tetapi juga jangan sampai terjadi penularan pada pasien lain,” katanya.
Saat ini, menurut Muslim, baru RSUD Ulin di Banjarmasin yang memiliki alat hemodialisis portabel yang bisa dibawa ke ruang isolasi. Dengan begitu, penanganan pasien cuci darah di ruang isolasi tetap bisa dilakukan tanpa mengganggu pasien yang lain. Namun, kapasitas ruang isolasi RSUD Ulin juga terbatas.
”Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pelayanan terbaik kepada semua orang yang berobat, prinsip-prinsip yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan pasien ataupun petugas medis tetap dikedepankan tanpa mengurangi mutu pelayanan,” katanya.