Ahmad Yani Menuduh Orang Kepercayaannya Aktor Utama Kasus Suap
Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani menuduh orang kepercayaannya, Elfin MZ Muchtar, menjadi aktor kasus suap yang melibatkan dirinya. Elfin pun sudah divonis 4 tahun penjara atas perbuatannya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani menyatakan, dirinya tidak pernah menyalahgunakan jabatannya sebagai Bupati Muara Enim untuk melakukan korupsi secara bersama-sama. Sebaliknya, dia menuduh orang kepercayaannya, yakni Elfin MZ Muchtar, sebagai aktor di balik kasus suap proyek 16 paket peningkatan jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Muara Enim.
Hal ini disampaikan Ahmad saat membacakan nota pembelaan melalui Persidangan Virtual di Pengadilan Tinggi Kelas 1A Palembang, Selasa (28/4/2020). Ahmad menegaskan, dirinya tidak pernah menyuruh Elfin untuk meminta uang kepada pengusaha kontraktor Robi Okta Fahlevi. Sebaliknya, dia tidak tahu terkait ke-16 proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Ahmad mengaku tidak ikut dalam proses pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan Muara Enim 2019. Dia baru mengetahui kasus tersebut setelah dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Erma Suharti itu, Ahmad juga mengaku tidak pernah mengatur proses lelang ke-16 proyek tersebut. Menurut dia, Elfin-lah yang menjadi aktor sekaligus sutradara dalam proyek lelang ini. Itu karena plot ke-16 proyek tersebut sudah ditentukan jatuh kepada Robi sebelum dirinya menjabat bupati.
Mobil tersebut bukan untuk diri saya. (Ahmad Yani)
Ahmad juga membantah dia tertangkap saat operasi tangkap tangan (OTT). Dia ditangkap saat melakukan tugas sebagai bupati. Sebab, saat itu yang tertangkap adalah Elfin dan Robi dengan barang bukti uang 35.000 dollar AS. Terkait dua mobil yang diberikan Robi, itu bukan untuk dirinya, melainkan untuk operasionalisasi Pemkab Muara Enim. ”Mobil tersebut bukan untuk diri saya,” ucapnya.
Kuasa hukum Ahmad Yani, Muhammad Rudjito, menerangkan, terkait pemberian dana komitmen sebesar Rp 12,5 miliar, yakni sebesar 10 persen, dengan total ke-16 proyek Rp 130 miliar. Uang tersebut tidak pernah Ahmad terima lantaran semua sudah diberikan kepada sejumlah pejabat seperti Wakil Bupati Muara Enim Juarsah, Ketua DPRD Muara Enim Aries HB, serta ke-25 anggota DPRD Muara Enim, serta untuk pembelian tanah, dan juga untuk sejumlah pejabat pembuat komitmen (PPK).
Menurut Rudjito, Ahmad yang saat itu menjadi Bupati Muara Enim tidak memiliki kewenangan untuk mengatur pembangunan proyek jalan. Semua itu sudah didelegasikan kepada Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi.
Yang berhubungan secara langsung dengan kontraktor adalah Elfin MZ Mochtar yang kala itu menjadi Kepala Bidang Pembangunan Jalan Dinas PUPR Muara Enim sekaligus menjabat sebagai PPK ke-16 proyek tersebut. ”Elfin merupakan mafia proyek di Kabupaten Muara Enim dan dialah yang mengatur semuanya,” kata Rudjito.
Dirinya juga menyayangkan sikap KPK yang menjadikan Elfin sebagai justice collaborator untuk kasus ini. Dia menduga ada persekongkolan antara KPK dan Elfin dan Robi. Padahal, Elfin adalah aktor utama dalam kasus ini. ”Dengan demikian, penetapan Ahmad sebagai pelaku utama bisa dikesampingkan,” ucapnya.
Rudjito juga menyayangkan adanya hukuman tambahan, yakni berupa uang pengganti sebesar Rp 3,1 miliar. Menurut dia, Ahmad tidak pernah menerima uang tersebut. ”Tidak ada alat bukti yang cukup kuat yang membuktikan soal penerimaan uang tersebut,” katanya. Dia beranggapan nilai tersebut hanya didapat dari keterangan satu saksi, yakni Elfin Mochtar.
Menanggapi hal ini jaksa penuntut umum dari KPK, Roy Riyadi, membantah adanya persekongkolan penuntut umum dengan Elfin dan Robi dalam membuat surat dakwaan. Menurut dia, semua itu berdasarkan alat bukti yang kuat. ”Bagaimana mungkin kami bersekongkol dengan orang yang kami tetapkan sebagai terdakwa,” ujar Roy.
Ia menambahkan, penasihat hukum terlalu memaksakan dalam membela terdakwa karena tidak didasari atas pasal yang kuat. Terkait adanya penetapan Elfin sebagai JC, Roy mengatakan, itu melalui tahapan yang panjang mulai dari persetujuan penyidik, penuntut umum, dan pimpinan KPK.
Berdasarkan hal ini, Roy tetap pada tuntutan awal, yakni Ahmad Yani terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi dan dituntut hukuman 7 tahun penjara serta denda Rp 300 juta subsider 6 bulan penjara. Ahmad juga dituntut membayar uang pengganti Rp 3,1 miliar serta pencabutan hak politik untuk dipilih hingga lima tahun setelah putusan sidang sudah inkrah.
Divonis 4 tahun
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kelas 1A Palembang memvonis Elfin dengan 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara. Vonis ini diberikan karena dia terbukti melakukan tindak pidana korupsi, yakni menjadi penghubung antara Ahmad Yani dan kontraktor Robi Okta Pahlevi. Elfin terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembersantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tidak hanya itu Elfin juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 2,365 miliar yang diduga merupakan hasil dari dana komitmen yang didapat dari Robi sebagai uang muka untuk tender 16 proyek perbaikan jalan. Apabila Elfin tidak membayar uang pengganti tersebut, aset akan dilelang. ”Kalau tidak, maka akan diganti dengan hukuman kurungan hingga 8 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Erma Suharti.
Dalam sidang vonis tersebut, Elfin terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan mengarahkan dan memperkenalkan Ahmad kepada Robi. Dia juga yang meminta Robi untuk memberikan komitmen fee sebesar 15 persen. Bahkan, dalam uang komitmen tersebut Robi diperkirakan telah menerima uang sekitar Rp 5,3 miliar dari total Rp 13 miliar dari dana komitmen tersebut.
Adapun permintaan sebagai justice collaborator ditolak oleh hakim karena majelis hakim menilai dirinya adalah salah satu aktor utama dalam kasus ini. Elfin sendiri terjaring operasi tangkap tangan pada 2 September 2019 dengan pengusaha Robi Okta Pahlevi oleh KPK. Bersamanya juga disita uang sebesar 3.500 dollar AS sebagai barang bukti.