Penelitian Vaksin dan Obat-obatan Covid-19 Terus Dilakukan di Dalam Negeri
Penelitian dalam rangka menemukan vaksin, obat-obatan, dan peralatan terkait dengan penanganan Covid-19 terus dilakukan secara simultan, termasuk di dalam negeri.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Penelitian dalam rangka menemukan vaksin, obat-obatan, dan peralatan terkait penanganan Covid-19 terus dilakukan secara simultan. Hal itu tidak hanya dilakukan oleh peneliti di luar negeri, tetapi juga dalam negeri.
Demikian dikatakan Kepala Bagian Manajemen Mutu PT Bio Farma (Persero) dr Mahsun Muhammadi MKK pada Diskusi Daring Ikatan Alumni Universitas Brawijaya #4, Minggu (26/4/2020) sore. Hadir juga sebagai narasumber Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sekaligus pakar Bio Molekuler Universitas Brawijaya Malang, Profesor Widodo, SSi, MSi, PhD, Med Sc.
Menurut Mahsun, sulit memprediksi kapan vaksin Covid-19 tersedia. Karena untuk membuatnya butuh waktu hingga berbulan-bulan. ”Yang pasti para ahli tengah mencoba menemukan. Penelitian tetap jalan semaksimal mungkin. Tetapi cara lain, bagaimana menghentikan wabah ini, juga harus tetap dijalani,” katanya.
Bio Farma sebagai badan usaha milik negara, lanjut Mahsun, juga terus berkoordinasi dan bekerjas ama membentuk konsorsium dengan perguruan tinggi, Kementerian Riset dan Teknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,sert Lembaga Eijkman. Kolaborasi dengan negara-negara sahabat juga dilakukan untuk bisa mendapatkan hasil tercepat.
”Intinya kita harus mendapatkan seed vaksin. Kalau yang dari luar negeri, kelihatannya dia skala laboratorium, sudah mendapatkan seed vaksinnya. Tinggal nanti diharapkan 2020 bisa dilakukan uji klinis. Sekarang masih on going prosesnya. Kalau semua sudah sesuai, kita berharap 2021 sudah skala industri. Kita pantau terus perkembangannya, kadang kesulitannya di lapangan,” katanya.
Begitu pula dengan plasma konvalesen atau plasma darah pasien yang dinyatakan sembuh saat ini masih dalam penelitian oleh Bio Farma bersama Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat dan Lembaga Eijkman. Namun, dalam pembuatannya harus memenuhi banyak protokol, seperti lolos komite etik, mendapat persetujuan pasien, dan ada kepastian pasien tidak mengidap penyakit menular.
Plasma konvalesen atau plasma darah pasien yang dinyatakan sembuh saat ini masih dalam penelitian oleh Bio Farma bersama Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat dan Lembaga Eijkman.
”Pasien harus dipastikan tidak ada gejala klinis dan sehat. Hasil uji PCR (polymerase chain reaction) negatif dua kali berurut-turut serta pasien tidak menggunakan ventilator. Artinya, dia positif, tetapi tidak terlalu parah,” tutur Mahsun yang berpendapat bahwa masyarakat juga harus disiplin berdiam diri di rumah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Menurut Widodo, ada beberapa tantangan untuk mendapatkan plasma konvalesen, yakni faktor keamanan adanya virus lain yang dibawa oleh pasien, waktu aktif antibodi sehingga pengambilan harus cepat, jumlah plasma yang terbatas, hingga titer antibodi—batas aman antibodi pada virus—yang tidak seragam antarindividu.
Virus korona sendiri, menurut Widodo, sebenarnya tidak terlalu spesifik karena dia sudah ada sejak sebelumnya. Hanya saja, ada beberapa yang memiliki sifat mutasi atau memiliki variasi. Variasinya tidak banyak, hanya beberapa asam amino yang berbeda sehingga hal itu diduga menyebabkan virus tersebut lebih mudah menginveksi dibandingkan dengan virus generasi sebelumnya.
”Karena ada mutasi sehingga penangananya ada perbedaan. Sulitnya menemukan obat-obatan karena sifatnya baru sehingga riset ke situ belum dikerjakan sebelumnya. Ini jadi tantangan tersendiri,” katanya.
Widodo pun banyak memaparkan tentang imunitas tubuh manusia yang menjadi salah satu cara menangkal virus. Ada dua cara agar imunitas meningkat, yakni skenario spesifik dan nonspesifik. Skenario spesifik melalui vaksin yang harus dikembangkan lebih dulu. Sementara nonspesifik, salah satunya dengan mengonsumsi nutrisi, termasuk probiotik.