Pembentangan bendera gerakan separatis Republik Maluku Selatan, sebagai bagian dari perayaan ulang tahun ke-70 gerakan itu, di tengah halaman Markas Polda Maluku dianggap merongrong wibawa negara.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Pembentangan bendera simbol gerakan separatis Republik Maluku Selatan, sebagai bagian dari perayaan ulang tahun ke-70 gerakan itu, di tengah halaman Markas Polda Maluku, Sabtu (25/4/2020), dianggap merongrong wibawa negara. Kinerja intelijen negara pun dipertanyakan.
Berdasarkan rekaman video yang diperoleh Kompas, tiga orang yang mengaku sebagai pengurus inti gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) itu berjalan di Jalan Rijali pada Sabtu sore sekitar pukul 15.40. Sekitar 7 meter mendekati gerbang Markas Polda Maluku, mereka bersaf lalu memegang sehelai bendera ”benang raja” yang merupakan simbol gerakan RMS.
Sambil berjalan, mereka meneriakkan salam perjuangan RMS, Mena Muria. Bendera berwarna biru, putih, hijau, dan merah dengan ukuran panjang 2,5 meter dan lebar 1 meter itu terus dibawa masuk ke halaman Markas Polda Maluku. Tak ada aparat yang berjaga di gerbang masuk membuat mereka melenggang mulus sambil berteriak. Mereka menjadi tontonan warga yang melintas di jalanan utama Kota Ambon itu.
Setelah lebih kurang 30 detik beraksi di halaman Mapolda Maluku, bendera yang mereka bawa dirampas aparat. ”Mereka berhasil menunjukkan eksistensi mereka, bahkan itu dilakukan di tempat yang menjadi simbol negara. Mengapa mereka bisa sampai masuk ke dalam? Mengapa ini tidak bisa dicegah,” ujar Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol, Minggu (26/4).
Benediktus mempertanyakan kinerja intelijen negara. Intelijen seharusnya bisa mencegah peristiwa yang merongrong wibawa negara itu. Terlebih lagi, pada 25 April lalu merupakan HUT Ke-70 RMS, yang sudah diketahui aparat negara. Polda Maluku bahkan secara khusus menggelar Operasi Merah Putih Siwalima 2020 untuk mengantisipasi gerakan itu.
Sebelum tiga pembawa bendera, yakni SVT (57), AL (44), dan JP (52), masuk ke Markas Polda Maluku pada Sabtu petang, telah terjadi sejumlah gerakan simpatisan RMS pada Sabtu pagi. Puluhan orang berpawai membawa bendera benang raja serta mengibarkan bendera itu di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah. Pengibaran juga terjadi di Kota Ambon. Polisi menangkap lima orang dalam kasus di Haruku dan Ambon.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat mengatakan, ketiga orang yang membentangkan bendera RMS itu dipanggil untuk memberikan keterangan di Markas Polda terkait aksi mereka sebelumnya. Salah satu di antara mereka, lewat video, mengajak simpatisan RMS untuk ramai-ramai mengibarkan bendera pada 25 April lalu. Video provokasi itu mulai beredar sejak 18 April lalu.
Saat diperiksa, ketiga orang itu mengaku bagian dari struktur gerakan RMS. Mereka juga menyatakan bertanggung jawab atas semua aksi terkait RMS pada Sabtu pagi. ”Setelah mereka mendengar bahwa ada simpatisan RMS yang ditangkap aparat, sebagai wujud tanggung jawab, mereka datang memenuhi panggilan sekaligus menyerahkan diri ke Polda,” tutur Roem.
Menurut Roem, aksi membentangkan bendera di halaman Markas Polda Maluku menjadi pelajaran berharga bagi pihak kepolisian untuk mengamankan simbol negara itu. Ke depan, pengamanan di Markas Polda Maluku semakin diperketat. ”Ini menjadi bahan evaluasi bagi kami,” ujarnya.
Catatan Kompas, aksi simpatisan RMS juga terjadi pada 2014. Kala itu, puluhan simpatisan melakukan pawai HUT RMS di tengah Kota Ambon. Bahkan, mereka pernah membentangkan bendera ”benang raja” di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat perayaan Hari Keluarga Nasional di Ambon pada Juni 2007.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Komisaris Besar Sih Harno yang dihubungi secara terpisah mengatakan, ketiga orang yang membentangkan bendera itu telah ditetapkan menjadi tersangka pada Minggu (26/4) petang. Mereka dijerat dengan Pasal 106 dan Pasal 110 tentang makar serta Pasal 160 tentang menghasut sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sih mengatakan, ketiga tersangka sudah ditahan di Rutan Polda Maluku. ”Penyidik sudah menemukan alat bukti yang cukup. Kasus ini masih terus didalami dan dikembangkan,” ujarnya. Sementara kasus di Haruku dan Ambon ditangani di tingkat polres.