Produk Impor Melimpah, Bawang Putih Temanggung Tak Terserap Pasar
Produk bawang putih Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, justru tidak terserap saat panen raya. Penyerapan bawang putih termasuk untuk kebutuhan benih kali ini sangat minim.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Produk bawang putih Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, tidak terserap saat panen raya sehingga menumpuk di gudang serta rumah-rumah petani. Selain melimpahnya bawang impor di pasaran, penyerapan bawang putih untuk kepentingan benih juga minim.
Bupati Temanggung M Al Khadziq mengatakan, pihaknya membutuhkan keterlibatan pemerintah pusat, pemerintah provinsi Jawa Tengah, dan importir untuk membantu petani. ”Selain untuk membantu penyerapan dan ekonomi petani, kami berharap pemerintah dan berbagai pihak mau membantu agar petani tetap bersemangat menanam, demi mendukung swasembada bawang putih nasional,” ujarnya, Jumat (24/4/2020).
Kepada pemerintah pusat dan importir, Khadziq meminta mereka segera membeli panen bawang putih dari mitra petaninya. Pemerintah pusat dan importir biasanya membeli bawang putih untuk pengadaan benih, demi mendukung program swasembada bawang putih, yang direncanakan terwujud tahun 2021.
Adapun kepada Gubernur Jawa Tengah, Khadziq juga meminta kebijakan penghentian masuknya bawang impor bawang putih ke Jawa Tengah. Selama tiga bulan tersebut, Kabupaten Temanggung bisa menghasilkan panen bawang putih 10.000-15.000 ton. ”Stop masuknya bawang putih impor selama tiga bulan dan biarkan kami mengisi kebutuhan untuk seluruh Jawa Tengah,” ujarnya.
Menurut Khadziq, nasib petani bawang putih makin terpuruk karena panen terjadi bersamaan dengan masuknya 54.000 ton bawang putih ke Jateng. Harga bawang putih impor Rp 20.000-22.000 per kilogram (kg) jelas menekan harga bawang putih lokal. Harga yang sebelumnya mencapai Rp 10.000-Rp 14.000 per kg, kini hanya berkisar Rp 6.000-Rp 8.000 per kg.
Kabupaten Temanggung ditunjuk pemerintah pusat sebagai salah satu daerah penghasil benih bawang putih. Benih tersebut digunakan untuk perluasan tanam, guna mewujudkan swasembada bawang putih.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan sekaligus Asisten II Sekda Pemerintah Kabupaten Temanggung, Masrik Amin Zuhdi, mengatakan, sejak dua tahun lalu, tugas sebagai penyedia benih tersebut berjalan lancar karena hasil panen petani selalu terserap penangkar.
”Tidak perlu menunggu panen, saat petani masih memulai kegiatan tanam saja, banyak penangkar yang sudah memesan,” ujarnya.
Kabupaten Temanggung ditunjuk pemerintah pusat sebagai salah satu daerah penghasil benih bawang putih. Benih digunakan untuk perluasan tanam, guna mewujudkan swasembada bawang putih.
Dengan penunjukan sebagai penyedia benih, selama ini, 55-70 persen panen bawang putih di Temanggung dijual untuk kebutuhan benih. Namun, saat ini, mau tidak mau, petani bawang putih Temanggung diperkirakan lebih banyak menjual untuk kebutuhan konsumsi.
Saat ini, luas areal tanaman bawang putih di Kabupaten Temanggung sekitar 2.800 hektar dan 60 persen di antaranya sudah panen serta menghasilkan 6.068 ton bawang putih. Dari volume tersebut, hanya sekitar 5 persen yang sudah dibeli penangkar. Itu pun dijual untuk kebutuhan konsumsi.
Karena tidak terjual, banyak panen bawang putih kini menumpuk di gudang hingga di rumah-rumah petani. Padahal, panen masih akan berlangsung hingga Mei mendatang. Volume panen diprediksi mencapai 12.000 ton.
Witno, penangkar sekaligus Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Campurejo, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung, mengatakan, dari 28 kelompok tani di Desa Campurejo, setiap kelompok telah menghasilkan sekitar 12 ton bawang putih. Setiap kelompok masih akan memanen sekitar 16 ton bawang putih lagi.
Witno menambahkan, dampak pandemi Covid-19, pemerintah mulai mengurangi penyerapan bawang putih untuk benih. Kondisi ini, pada akhirnya mengurangi semangat penangkar membeli bawang putih. Hal ini makin diperburuk tidak kunjung cairnya dana KUR yang semula dijanjikan bisa dicairkan penangkar untuk dana pembelian bawang putih.
Dampak pandemi Covid-19, pemerintah mulai mengurangi penyerapan bawang putih untuk benih. Kondisi ini, pada akhirnya mengurangi semangat penangkar membeli bawang putih. (Witno-penangkar bawang putih)
Di Desa Campurejo terdapat lima penangkar. Namun, dengan kondisi saat ini, Witno mengaku hanya dirinya yang bergerak menyerap bawang putih.
”Saya menyerap bawang putih untuk kebutuhan konsumsi. Itu pun, saya tidak bisa banyak karena di pasar harus bersaing dengan bawang putih impor yang dijual lebih murah,” ujarnya.