Penyeberangan dari Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk yang menghubungkan Jawa dan Bali masih beroperasi hingga hari ini. Kesempatan ini digunakan sejumlah perantau yang bekerja di Bali untuk pulang kampung.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Penyeberangan dari Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk yang menghubungkan Jawa dan Bali masih beroperasi hingga hari ini. Kesempatan ini digunakan sejumlah perantau yang bekerja di Bali untuk pulang kampung.
Beberapa penyeberang yang ditemui Kompas mengatakan, pilih pulang kampung ke Banyuwangi karena kehilangan pekerjaan di Bali. Sekitar 1.000 penumpang menyeberang dari Bali ke Banyuwangi setiap hari.
Andi Kurnia (25), warga Desa Benculuk, Kecamatan Cluring, Banyuwangi, memilih pulang kampung. Pekerjaannya sebagai pengemudi taksi daring tidak menguntungkan. Tahun ini, ia sudah 10 tahun merantau ke Bali.
”Saya sudah 1 bulan terakhir tinggal di Banyuwangi. Kemarin ke Bali sebentar untuk mengangkut barang-barang bawaan dari kontrakan. Saya pilih pindah dari Bali dan kembali ke Banyuwangi,” tuturnya.
Andi menyeberang dari Bali ke Banyuwangi menggunakan mobil bak sewaan. Mobil tersebut penuh muatan perabot rumah tangga, seperti, kasur, lemari, dan kipas angin. Andi bahkan membawa sepeda motor miliknya di atas bak mobil tertutup terpal biru.
Andi mengatakan, dua tahun terakhir, ia bekerja sebagai sopir taksi daring berpenghasilan Rp 300.000-Rp 1 juta per hari. Namun, sejak pembatasan sosial di Bali, ia kerap tidak mendapat penghasilan. Tak jarang, ia justru merugi karena harus membeli bahan bakar, tetapi tidak ada penumpang yang diangkut.
Sejak pembatasan sosial di Bali, ia kerap tidak mendapat penghasilan. Tak jarang, ia justru merugi karena harus membeli bahan bakar, tetapi tidak ada penumpang yang diangkut.
Ia memilih pulang kampung untuk mengurangi pengeluaran. Apabila tetap tinggal di Bali tanpa penghasilan pasti, ia akan semakin banyak menghabiskan uang tanpa pendapatan.
”Kalau tetap memaksa tinggal di Denpasar, saya harus bayar kontrakan, beli makan, dan aneka kebutuhan lainnya. Kalau di Banyuwangi, setidaknya saya tidak harus membayar kontrakan,” ujarnya.
Andi mengatakan, belum memiliki pekerjaan di Banyuwangi. Ia juga belum punya rencana pasti untuk kembali lagi ke Bali. Ia baru akan kembali kerja di Bali apabila pandemi Covid-19 berakhir.
Padang Deli (35), seorang pekerja asal Surabaya yang sudah 1,5 tahun terakhir bekerja di Bali, juga pilih pulang kampung. ”Saat ini, perusahaan meliburkan saya sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Saya pulang ke Surabaya ketimbang menghabiskan uang di perantauan,” ucapnya.
Padang melakukan perjalanan pulang dengan cara estafet dari satu titik ke titik lain dengan berganti-ganti moda transportasi. Setiba di rumah, ia akan melakukan karantina mandiri.
General Manager PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (PT ASDP) Cabang Ketapang-Gilimanuk Fahmi Alweni mengatakan, penyeberangan Ketapang Gilimanuk dari Jawa ke Bali dan sebaliknya masih beroperasi. Jalur penyeberangan tetap buka kendati jumlah kapal yang beroperasi dikurangi dari 32 kapal menjadi 28 kapal per hari.
”Pengurangan kapal ini karena terjadi penurunan jumlah penumpang,” kata Fahmi.
Para penyeberang yang baru saja tiba di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi juga harus didata dan diperiksa kesehatannya. Sedikitnya ada 1.000 orang yang masuk ke Banyuwangi per hari.
Pengurangan kapal ini karena terjadi penurunan jumlah penumpang.
”Petugas pendataan kami bagi tiga sif. Setiap sif rata-rata melaporkan 300 orang masuk Banyuwangi. Kalau ditotal, jumlah warga yang masuk ke Banyuwangi bisa mencapai 1.000 orang per hari,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Banyuwangi Ali Ruchi.
Data komulatif Dishub Banyuwangi pada 15 April hingga 21 April menunjukkan ada 21.315 warga yang masuk ke Banyuwangi. Sebanyak 6.960 orang di antaranya masuk melalui Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk.