Pendataan jumlah korban jiwa terdampak Covid-19 masih terbatas kepada korban terkonfirmasi positif. Padahal, detail kematian akibat Covid-19 perlu disiapkan, bahkan jika masih berstatus pasien dalam pengawasan.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri/Melati Mewangi/Machradin Wahyudi Ritonga/Cornelius Helmy
·5 menit baca
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Petugas RSD Gunung Jati di Kota Cirebon, Jawa Barat, mengenakan alat pelindung diri (APD) yang disumbangkan dari masyarakat, Jumat (17/4/2020). Pihak rumah sakit memperkirakan stok APD saat ini mampu bertahan hingga pertengahan Mei dengan catatan tidak ada lonjakan kasus Covid-19. Saat ini, 20 pasien dirawat di ruangan isolasi rumah sakit.
BANDUNG, KOMPAS — Pendataan jumlah korban jiwa terdampak Covid-19 masih terbatas kepada korban terkonfirmasi positif. Padahal, detail kematian akibat Covid-19 perlu disiapkan, bahkan jika masih berstatus pasien dalam pengawasan.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia Jawa Barat Eka Mulyana menuturkan, tingkat kematian Covid-19 di Indonesia masih berasal dari korban terkonfirmasi positif. Padahal, petugas medis juga menemui kasus pasien dalam pengawasan (PDP) yang meninggal sebelum hasil tes laboratoriumnya keluar.
”Permasalahannya apakah yang dipublikasikan ini terkonfirmasi positif saja atau data yang lainnya. Kami menemukan banyak kejadian yang meninggal sebelum hasil tes swab keluar. Sementara gejala klinis sudah menunjukkan Covid-19,” ujarnya.
Di satu sisi, Eka menuturkan, petugas medis tidak bisa memutuskan langsung karena membutuhkan bukti pemeriksaan laboratorium dan analisis pemeriksaan klinik. Namun, di sisi lain, warga yang berpotensi Covid-19 yang meninggal tanpa status yang jelas akan berpengaruh kepada CFR (case fatality rate) Covid-19 di Indonesia.
”Intinya, detail pemeriksaan klinis menentukan diagnosa kejadian karena Covid-19. Harusnya semua data tetap masuk, karena angka kematian akibat Covid-19 itu angka valid dan tidak bisa diganggu gugat,” tuturnya.
CFR ini merupakan indikator yang menjadi patokan persebaran pandemi di Indonesia. Karena itu, Eka berharap pemerintah mampu menyediakan data yang relevan sehingga petugas medis bisa mengambil langkah penanganan yang lebih baik.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Seorang perawat yang menangani pasien Covid-19 beristirahat di bangunan yang dijadikan kamar di RS Paru Sidawangi di perbatasan Kabupaten Cirebon-Kuningan, Jawa Barat, Jumat (17/4/2020). Para perawat rela tidak pulang ke rumah selama 14 hari demi merawat pasien Covid-19.
Korban jiwa terkait Covid-19 di Kabupaten Indramayu dan Cirebon, Jabar, terus berjatuhan meski belum menjalani tes usap tenggorokan dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Dalam sepekan terakhir, hampir setiap hari ada penambahan jumlah PDP di Indramayu yang meninggal.
Hingga Kamis (23/4/2020), tercatat 21 PDP meninggal. Jumlah ini melonjak dibandingkan pekan lalu, 15 PDP meninggal. Hampir seluruh korban belum menjalani tes usap tenggorokan (swab) dengan metode PCR.
Dari jumlah tersebut, menurut juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Indramayu Deden Bonni Koswara, baru dua PDP dilaporkan menerima hasil tes usap, yakni negatif Covid-19. Sebagian pasien juga mengalami pemburukan kondisi karena penyakit penyerta, seperti hipertensi, jantung, dan diabetes. Korban pun meninggal sebelum tes.
Di sisi lain, tenaga dan alat untuk mengetes pasien terbatas. ”Petugas yang menangani pasien belum terlatih melakukan tes usap. Hanya satu petugas yang dilatih Kementerian Kesehatan. Kami sudah melakukan pelatihan pengambilan swab di 11 rumah sakit pakai biaya kami sendiri. Sekarang, setiap RS ada satu orang analis,” kata Deden.
Selain itu, VTM (virus transport medium) atau media pembawa virus dari Pemprov Jabar juga terbatas. Padahal, setiap PDP harus menjalani tes usap. ”Kebutuhan untuk VTM belum dipenuhi, tergantung berapa banyak yang dikasih oleh provinsi. Ke depan, kami siapkan anggaran dari APBD untuk pengadaan sekitar 600 VTM,” lanjut Deden yang juga Kepala Dinas Kesehatan Indramayu.
DOKUMENTASI HUMAS POLRESTA CIREBON
Jajaran Polresta Cirebon menggelar simulasi penanganan jenazah di tengah pandemi Covid-19, Selasa (21/4/2020), di Cirebon, Jawa Barat. Latihan itu untuk menyiapkan personel Polresta Cirebon untuk membantu pemakaman jenazah Covid-19 dan mengamankan pemakaman dari penolakan oknum warga.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon Nanang Ruhyana juga mengeluhkan hal serupa. ”Stok VTM yang tersedia sampai saat ini hanya 20 buah. Sementara kebutuhan 500 VTM. Anggaran sudah kami siapkan, tetapi barangnya susah dicari. Semoga pekan depan bisa terpenuhi,” katanya.
Hingga kini, 8 PDP dan 3 ODP di Cirebon dilaporkan meninggal. Nanang mengklaim, seluruh korban telah menjalani tes usap. Kecuali dua pasien yang masih menunggu hasil tes, pasien lainnya dilaporkan negatif Covid-19.
”Ada kemungkinan pasien juga terlambat ke rumah sakit. Mereka meninggal setelah 48 jam, bahkan ada yang 12 jam masuk rumah sakit. Pasien juga punya penyakit penyerta, seperti hipertensi, stroke, dan HIV/AIDS,” ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, bukan tidak mungkin, jumlah kasus positif Covid-19 di Indramayu dan Cirebon meningkat. Selama ini, pemerintah pusat hanya mencatat kasus korban jiwa yang positif Covid-19, meskipun banyak PDP yang meninggal tanpa sempat menjalani tes usap.
Saat ini, Cirebon mencatat enam kasus positif Covid-19 dan dua di antaranya meninggal. Sementara Indramayu mencatat dua kasus positif Covid-19, salah satunya telah sembuh. Hampir seluruh kasus merupakan pendatang dari luar Cirebon dan Indramayu.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang PT Food Station Tjipinang Jaya, Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (23/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos masing-masing Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan sebagai upaya untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama pandemi Covid-19 kepada warga yang membutuhkan di wilayah Jabodetabek
Di Subang, hal itu juga terjadi. Masih lamanya waktu mengetahui hasil tes usap menjadi kendala yang dihadapi pemerintah daerah. Padahal, semakin cepat hasil tes diketahui, pasien dapat segera tertangani.
Jumlah PDP yang meninggal di Kabupaten Subang tercatat lima orang per Kamis (23/4/2020). Adapun dua orang meninggal setelah terkonfirmasi Covid-19 dan satu orang meninggal berkategori orang dalam pemantauan (ODP)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Nunung Syuhaeri mengatakan, pihaknya telah memisahkan data pasien yang meninggal PDP dan setelah hasil tes usap keluar. Sebelumnya, dua orang yang terkonfirmasi Covid-19 adalah PDP dengan gejala sesak, batuk, dan demam.
Dari hasil tes cepat, keduanya dinyatakan positif. Namun, mereka meninggal saat hasil tes usap belum keluar. Pemakaman pun dilakukan dengan protokol Covid-19.
”Setelah diketahui hasilnya positif, kami langsung memasukkan mereka ke dalam data pasien yang terkonfirmasi Covid-19,” kata Nunung.
Hasil tes keduanya baru keluar setelah menunggu waktu lebih dari seminggu. Kondisi ini, dinilai Nunung, memperlambat penanganan pasien dan pihaknya dalam melakukan pelacakan. ”Semakin lama hasil (pemeriksaan) keluar, maka semakin banyak kemungkinan penyebaran yang terjadi,” katanya.
Untuk mempercepat keluarnya hasil pemeriksaan, pihaknya telah mengajukan izin kepada Kemenkes untuk melakukan pemeriksaan spesimen (PCR) di wilayahnya sendiri. Uji spesimen ini bakal dilakukan di Balai Veteriner Subang dengan satu unit alat PCR yang mampu mengolah 10 sampel spesimen dengan durasi 7 jam.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Bus antarkota antarprovinsi (AKAP) melintas di Tol Cikampek di Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (23/4/2020). Pemerintah memutuskan kebijakan larangan mudik Lebaran 2020 bagi masyarakat mulai berlaku Jumat (24/4/2020) guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Langkah serupa dilakukan Karawang. Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Penyebaran Covid-19 Karawang Fitra Hergyana mengatakan, banyaknya jumlah pasien terkonfirmasi positif tersebut membuat tim harus berusaha keras menekan penyebaran karena telah terjadi transmisi lokal.
Hingga saat ini, PDP yang meninggal di Karawang berjumlah lima orang. Mereka telah menjalani tes cepat dan tes usap, tapi saat meninggal, hasil tes usap belum keluar. Mayoritas yang meninggal telah memiliki riwayat penyakit jantung dan hipertensi, serta berusia di atas 50 tahun. Mereka dimakamkan dengan prosedur Covid-19.
”Padahal semakin cepat hasil diketahui, efektivitas pengobatan bisa dilakukan terhadap pasien,” kata Fitra.
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Daud Achmad mengatakan, pada dasarnya mengikuti instruksi dari pemerintah pusat. Namun, ia yakin, tim gugus tugas di Jabar sudah memilih data secara detail. Saat ini, Pemprov Jabar menjadi salah satu daerah yang belum memilah jumlah orang meninggal terkait Covid-19.