Positif atau Negatif: Pasien Covid-19 Sulawesi Utara Mencari Jawaban
Kehebohan terjadi di RSUP Kandou, Manado, saat pemindahan seorang pasien Covid-19.
Jelang tengah malam, Senin (20/4/2020), Dance Novian Baeruma (31) mengamuk di bangsal isolasi khusus Covid-19 tempatnya dirawat. Segera, pasien asal Bitung ini menelepon kuasa hukumnya dengan salah satu ponsel sembari mengaktifkan fitur siaran langsung di Facebook dengan ponsel lainnya.
”Saya sudah mau istirahat malam, tiba-tiba Brimob datang. Saya tidak tahu tujuan mereka,” katanya dengan nada tinggi dan napas memburu.
Dalam siaran amatir itu, tampak empat orang berpakaian hazardous material (hazmat) hijau tua yang disebut Dance polisi. Mereka berdiri dan memandangnya lewat kaca di dinding, siap membawanya pergi dari ruang isolasi instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Prof dr RD Kandou Manado, Sulawesi Utara.
Kemarahan Dance, yang ditemani istrinya selama perawatan, memuncak karena ia merasa seperti penjahat yang sedang disergap polisi. Tanpa pemberitahuan, tiba-tiba saja di tengah malam ia didatangi polisi untuk diangkut entah ke mana.
Ini, mereka memaksa masuk, mereka mau bawa saya.
”Itu tidak wajar. Mengapa harus datang tengah malam dengan polisi tanpa pemberitahuan. Saya pasien, punya hak untuk diperlakukan sepantasnya,” kata Dance, ketika dihubungi dari Manado, Selasa (21/4/2020).
”Ini, mereka memaksa masuk, mereka mau bawa saya,” Dance mereportase dalam siaran langsungnya. Empat polisi dan seorang perawat berhazmat putih perlahan mendekat dan memojokkannya ke ranjangnya.
Perawat menyampaikan, Dance akan dipindahkan ke Rumah Sakit Tingkat III Robert Wolter Monginsidi, di Bilangan Teling, Manado. Salah satu polisi berhazmat menambahkan, mereka hanya menjalankan tugas.
Namun, rencana pemindahan itu tak pernah Dance dengar sebelumnya sehingga ia tak langsung sepakat. Ia bersikeras sudah mendapatkan surat resmi dari RSUP Kandou yang menyatakan dirinya negatif Covid-19. ”Saya sudah negatif! Kenapa kalian perlakukan saya begini?” bentak Dance.
Setelah rentetan drama penuh teriakan, isak, hingga ancaman bunuh diri karena frustrasi, Dance sepakat dipindahkan ke RS Robert Wolter Monginsidi. Perawat menyatakan, Dance dipindahkan agar tidak terkontaminasi virus SARS-CoV-2 lagi berhubung ia mengaku sudah sembuh.
Baca juga : Pentingnya Transparansi dan Sinkronisasi Data Covid-19
Sebelumnya, Dance diisolasi selama 22 Maret-3 April 2020 di RSUP Kandou karena menunjukkan gejala batuk dan demam seminggu sepulang dari Bogor, Jawa Barat. Dua kali uji usap berteknik reaksi rantai polimerase (PCR) di laboratorium Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta, sudah menunjukkan hasil negatif Covid-19.
Ketua Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi) Manado ini pun bisa pulang ke rumahnya di Bitung dan melanjutkan pekerjaan. Selama sepekan sebelum isolasinya, ia mendampingi seorang klien menggugat Polda Sulut dalam rangkaian sidang praperadilan.
Namun, lima hari setelah pulang, Rabu (8/4/2020), dia diangkut lagi dari rumahnya kembali ke ruang isolasi RSUP Kandou. Ada ralat pada hasil uji usapnya yang kedua. Ia dinyatakan masih positif terjangkit Covid-19.
Kembali ke RSUP Kandou, Dance merasa ditelantarkan. Ia baru masuk ke ruang isolasi pada Kamis (9/4/2020) siang. Menurut dia, RSUP Kandou tidak memperlakukannya dengan baik. Makan siang disediakan pada 15.00 Wita dan ia tidak pernah diberi obat maupun vitamin.
”Apakah itu wajar dilakukan pada pasien yang katanya positif? Semua saya rekam di Facebook saya,” katanya.
Baca juga : Partisipasi Publik Menghadapi Covid-19
Pihak rumah sakit pun tak pernah menunjukkan surat ralat yang menyatakan uji usap keduanya positif. Lagi pula, kini Dance sudah merasa sehat. Ia pun menolak status positif yang diberikan rumah sakit dan menolak pengambilan sampel usap lagi untuk uji yang ketiga.
Sementara itu, Kepala Bidang Medik RSUP Kandou dr Handry Takasenseran mengatakan, pihaknya hanya menjalankan tugas sesuai hasil uji usap dari Jakarta dan permintaan Satuan Tugas Covid-19 Sulut. Ia membantah menelantarkan Dance. Justru Dancelah yang menolak dimasukkan ke ruang isolasi dan menerima tindakan medis.
Akibatnya, hingga kini RSUP Kandou tidak dapat memastikan Dance sudah sembuh atau belum. Dance memang terlihat sehat, tetapi belum bisa dinyatakan sembuh.
”Sejak kembali ke RSUP Kandou, yang bersangkutan tidak mau diambil swab-nya. Jadi, kami tidak ada parameter untuk menyatakan dia sudah sembuh atau belum. Harus ada dua kali berturut hasil negatif setelah satu kali dinyatakan positif,” katanya.
Pasien sudah telanjur diperbolehkan pulang pada 3 April, tapi hasil positif baru kami terima pada 6 April malam.
Pada Kamis (9/4/2020), Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 Sulut dr Steaven Dandel mengatakan, Dance terpaksa ditarik kembali ke RSUP Kandou karena hasil negatif uji usap keduanya meragukan. Petugas di laboratroium Eijkman pun menguji ulang sampel kedua Dance, dan ternyata masih ada komponen genetik SARS-CoV-2.
”Pasien telanjur diperbolehkan pulang pada 3 April, tapi hasil positif baru kami terima pada 6 April malam. Makanya, kami hubungi Dinas Kesehatan Bitung untuk menjemput pasien secara persuasif,” kata Steaven.
Dihubungi terpisah, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio menyatakan, perlu mengonfirmasi hasil sampel Dance di laboratoriumnya. Namun, ia membantah bahwa Eijkman bisa melakukan ralat terhadap hasil yang sudah dikeluarkan.
”Eijkman hanya memberi hasil positif atau negatif. Jika ada keraguan, tidak mungkin hasilnya diumumkan terlebih dahulu dan dikirimkan ke Manado. Kami akan tes hingga hasilnya pasti, baru diumumkan,” katanya.
Menurut Amin, hasil negatif palsu memang bisa dipengaruhi cara pengambilan sampel dan cara pengirimannya. Jika alat pengambilan sampel tidak cukup dalam masuk untuk mengambil usapan hidung dan tenggorokan, misalnya hanya di cuping hidung, hasil tes usap bisa saja tak sesuai dengan kenyataan.
Pindah ke VVIP
Betapa terkejutnya Dance saat ia tiba di luar gedung RSUP Kandou tempatnya dirawat, Selasa dini hari. Penjemputan seakan dibuat spesial. Ada lebih kurang 10 motor polisi yang mengawal penjemputannya. Personel Brimob hingga Gegana diturunkan. Mereka siap membawa Dance ke RS Robert Wolter Monginsidi yang dikelola TNI AD.
”Saya pikir, saya ini bukan teroris yang sedang sakit dan harus dijemput dengan pengawalan maksimal. Saya cuma warga biasa, pengacara buat masyarakat miskin di LBH (lembaga bantuan hukum) dan PBH Peradi. Bukan main, kenapa saya diperlakukan begini?” katanya.
Ia kembali terkejut saat mengetahui akan dirawat di ruang VVIP (very, very important person) dengan fasilitas kelas wahid. Ada ruang tamu, televisi, kulkas, dapur, dan lain-lain.
”Jungkir balik dari di RSUP Kandou yang cuma di bangsal kelas 3. Di sisi lain, saya bersyukur karena perlakuan yang ’spesial’ ini,” ujar Dance.
Kendati begitu, ia masih tidak mengetahui motif pemindahannya. Menghindari kontaminasi virus jelas dibuat-buat. Dari 12 warga Sulut yang masih dirawat karena positif Covid-19, lima di antaranya dirawat di RS Robert Wolter Mongisidi, tujuh lainnya di RSUP Kandou. Pemindahannya membuat beban kedua rumah sakit jadi seimbang.
Kepala Bidang Medik RSUP Kandou Handry Takasenseran mengatakan, pemindahan Dance sepenuhnya keputusan Satgas Covid-19 Sulut. Ia tidak mengetahui alasan sebenarnya.
Menurut Dance, Kepala RS Robert Wolter Monginsidi dr Abdul Alim juga heran mengapa ia harus dijemput dengan pengawalan seketat itu. Abdul sempat mengunjungi Dance di ruangannya siang ini. Dalam percakapan mereka, Abdul bahkan menanyakan apa Dance terlibat masalah politik sehingga diperlakukan demikian.
Tapi, itu hanya kecurigaan, bisa jadi tak terkait sama sekali.
”Saya jawab, tidak. Hanya saja, saya sedang mendampingi klien dalam gugatan praperadilan terhadap kepolisian. Klien saya ditetapkan sebagai tersangka kasus kecelakaan lalu lintas yang berkembang jadi pembunuhan tanpa pendampingan kuasa hukum. Saya sudah punya bukti yang kuat untuk menang di praperadilan,” katanya.
Namun, praperadilan terhenti sementara karena Covid-19 merebak. Ia pun terdampak secara pribadi. ”Tapi, itu hanya kecurigaan, bisa jadi tak terkait sama sekali,” kata Dance.
Untuk sementara, Dance dan Abdul sepakat memperlakukan masalah ini sebagai masalah kesehatan. Dance pun memperbolehkan Rumah Sakit Robert Wolter Monginsidi mengambil sampel usap ketiga darinya. Abdul menjamin akan mengawal pengujian sampel tersebut.
Di saat yang sama, Dance tetap menuntut untuk mendapatkan kejelasan soal hasil tes usapnya yang kedua, bukan sekadar laporan lisan dari rumah sakit. Ia juga menuntut keadilan atas perlakuan buruk RSUP Kandou terhadap dirinya.
Baca juga : Bahu-membahu di Medan Pertempuran Covid-19
”Saya belum menuntut RSUP Kandou dan pemerintah di jalur hukum. Jika terpaksa, saya tidak akan segan karena banyak pelanggaran hukum mereka terhadap saya sebagai pasien. Saya pengacara dengan tim yang kuat di belakang saya,” kata Ketua PBH Peradi Manado itu.
Sementara itu, Juru Bicara Satgas Covid-19 Sulut Steaven Dandel mengatakan, belum dapat memberi informasi soal pemindahan Dance ke RS Robert Wolter Monginsidi. ”Saya harus klarifikasi karena belum tahu infonya,” katanya.