Kapal Penumpang Tidak Boleh Merapat di Kalimantan Barat
Upaya mencegah penularan Covid-19 terus dilakukan di Kalimantan Barat. Gubernur Kalbar Sutarmidji, melalui suratnya pada Kamis (23/4/2020), melarang kapal penumpang dari luar daerah merapat di Kalbar.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Upaya mencegah penularan Covid-19 terus dilakukan di Kalimantan Barat. Gubernur Kalbar Sutarmidji, melalui suratnya pada Kamis (23/4/2020), melarang kapal penumpang dari luar daerah merapat di semua pelabuhan di provinsi tersebut.
”Jadi, kapal penumpang dari luar, tidak boleh menurunkan penumpang atau merapat di pelabuhan dalam wilayah Kalbar. Kemudian, kapal barang dilarang membawa penumpang,” ujar Sutarmidji, Kamis sore.
Kebijakan itu dilakukan karena berdasarkan evaluasi selama ini, pandemi Covid-19 di Kalbar semakin meningkat. Kemudian, penumpang yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP) tidak disiplin mengarantina diri secara mandiri.
“Untuk masalah penerbangan dari dan menuju Kalbar, kami mengikuti kebijakan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memutuskan mulai besok seluruh penerbangan dihentikan hingga 1 Juni,” kata Sutarmidji.
Jumlah pasien baru konfirmasi positif Covid-19 di Kalbar juga kembali bertambah. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar Harisson menuturkan, pada Kamis, ada tambahan 19 kasus baru konfirmasi Covid-19 sehingga total kini menjadi 50 kasus.
Dari 19 kasus baru itu, enam di antaranya kasus dari kluster Kabupaten Ketapang yang mengikuti acara tabligh akbar di Malaysia. Kemudian, ada dua orang dari kluster jemaah kegiatan SF di Pontianak. Selain itu, ada pula 10 kasus kluster khusus yang ada di Pontianak dan satu kasus kluster di salah satu rumah sakit di Pontianak.
Sutarmidji menuturkan, selama ini, berbagai upaya lainnya sudah dilakukan Pemprov Kalbar untuk memutus penularan Covid-19, termasuk penyediaan alat pelindung diri (APD) untuk melindungi tenaga medis yang rawan terpapar. Sejauh ini, persediaan APD di Kalbar masih cukup untuk memenuhi kebutuhan selama sembilan hari. Dalam sehari, APD yang diperlukan sekitar 1.000 set, terutama di rumah sakit yang menangani pasien.
”Kami juga telah menyiapkan tes cepat (rapid test) dan laboratorium untuk pemeriksaan spesimen, yakni di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak. Langkah itu diambil untuk memisahkan mereka yang terpapar Covid-19 dengan yang tidak,” ujarnya.
Data Pemprov Kalbar mengenai hasil tes cepat pada 17 April lalu di 14 kabupaten/kota, sebanyak 196 orang dinyatakan reaktif dan 4.961 orang nonreaktif. Jumlah kasus reaktif terbanyak ada di Kota Pontianak, yakni 130 orang. Warga rentan berusia 60 tahun ke atas juga menjalani tes cepat.
Kalbar juga sudah memanfaatkan laboratorium pemeriksaan spesimen di RS Universitas Tanjungpura, Pontianak. Fasilitas itu sudah beroperasi sejak Senin (20/4). Sementara ruang isolasi di Rumah Sakit Umum Daerah Soedarso Pontianak telah ditambah kapasitasnya sejak beberapa bulan lalu sehingga bisa menampung ratusan pasien.
Sutarmidji juga telah mengeluarkan surat edaran bahwa setiap orang yang masuk ke Kalbar otomatis menjadi orang dalam pemantauan. Bahkan, mereka diwajibkan mengarantina diri secara mandiri hingga 28 hari.
”Kami juga terus menyosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga jarak dan bahaya Covid-19 ini. Saya rasa upaya yang dilakukan semua daerah di Indonesia sama penanganannya,” ujar Sutarmidji.
Dalam sosialisasi juga pemerintah telah berupaya meyakinkan masyarakat bahwa Covid-19 mudah menular dan sulit menebak siapa yang menularkannya. Kluster penularan antara lain dari orang yang pernah ke luar negeri untuk kegiatan keagamaan maupun wisata.
Namun, mereka tidak kooperatif mengungkapkannya ke petugas medis sehingga keterjangkitan tinggi. Di beberapa tempat, satu orang yang baru pulang dari luar daerah bisa menjangkiti semua anggota keluarga di rumah. Hal ini yang harus diedukasi sehingga tidak ada keterjangkitan lagi.
Perbatasan Indonesia-Malaysia juga sudah diperketat. Jalan-jalan tikus pun telah dijaga aparat TNI dan Polri. Warga pelintas batas harus melalui jalur resmi sehingga bisa diperiksa dan dicatat alamatnya dan menjadi ODP. Jumlah pelintas batas ini mencapai belasan ribu hingga puluhan ribu.