Kementerian Pertanian memberikan bantuan bibit kedelai untuk ditanam di lahan seluas 48.000 hektar di Sulawesi Utara selama dua tahun.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MINAHASA, KOMPAS — Kementerian Pertanian memberikan bantuan bibit kedelai kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara untuk dikembangkan di lahan seluas 48.000 hektar selama dua tahun. Sulawesi Utara diproyeksikan menjadi salah satu pusat produksi sekaligus pengembangan bibit kedelai di Indonesia.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara Novly Wowiling, Rabu (22/4/2020), mengatakan, kedelai adalah tanaman yang masih tergolong baru bagi sektor pertanian Sulut. Baru ada sekitar 12 hektar lahan kedelai di Kabupaten Minahasa Utara yang dikembangkan oleh masyarakat selama tiga tahun terakhir.
”Kedelai ini baru kami kembangkan, jadi petani Sulut masih dalam tahap belajar untuk menguasai teknik-teknik budidaya kedelai. Jadi, pencapaian produksi selama ini masih kecil, hanya 700 kilogram-1 ton per hektar,” kata Novly.
Di tengah perkembangan ini, Pemprov Sulut mendapatkan bantuan bibit kedelai dari Kementerian Pertanian (Kementan) untuk ditanam di lahan seluas 48.000 hektar selama tahun 2020-2021 dengan pembiayaan APBN. Untuk tahap pertama, Pemprov Sulut menargetkan penanaman kedelai di lahan seluas 7.000 hektar. Setelah 2021, penanaman akan diperluas secara bertahap hingga 88.000 hektar di seluruh area Sulut di daratan Sulawesi.
Menurut Novly, pemprov bertekad menjadi pusat produksi dan pengembangan bibit kedelai di Sulut. Peluang itu terbuka berkat lahan di Sulut yang subur. Ini sudah terbukti dengan keberhasilan Sulut menjadi pusat pengembangan varietas bibit unggul jagung hibrida yang dipelopori Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulut.
”Jadi, tidak ada alasan untuk tidak berhasil. Mimpi kami, Sulut bisa menjadi salah satu kawasan kedelai di Indonesia,” katanya.
Kami menargetkan produktivitas kedelai nantinya bisa mencapai 2,5 ton-3 ton per hektar.
Ada dua pola tanam kedelai yang telah direncanakan. Selain pola tunggal dengan hanya menanami lahan dengan kedelai, kata Novly, pola tumpang sari juga akan dicoba dengan menanam kedelai dan kelapa di lahan yang sama. Hal ini disebutnya dapat meningkatkan nilai ekonomi lahan kelapa sekaligus kesejahteraan petani.
”Kedelai akan ditanam di bawah pohon-pohon kelapa. Jadi, petani bisa menikmati panen dua komoditas berbeda secara bergantian dalam satu musim tanam. Kami menargetkan produktivitas kedelai nantinya bisa mencapai 2,5 ton-3 ton per hektar,” kata Novly.
Bantuan bibit kedelai kepada Pemprov Sulut diberikan langsung oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ketika berkunjung ke Desa Tontalete, Kema, Minahasa Utara, Selasa (21/4). Syahrul berharap, Sulut bisa memproduksi lebih banyak kedelai untuk memenuhi kebutuhan lokal dan nasional, terutama di masa pandemi Covid-19.
”Ratusan ribu hektar tanaman kedelai akan kita kembangkan bersama untuk mendorong Sulut bisa berproduksi lebih banyak lagi. Kita tidak boleh tergantung pada impor karena kondisi seperti ini (Covid-19). Segala upaya dalam negeri harus kita lakukan,” kata Syahrul.
Menurut Syahrul, kedelai adalah salah satu komoditas yang ketersediaannya harus dijamin. Sebab, pemerintah tidak hanya bertekad menjaga kesehatan masyarakat dengan kebijakan penjarakan fisik, tetapi juga menjamin keamanan pangan bagi warga negara.
Karena itu, Syahrul berkomitmen membantu segala kebutuhan petani di Sulut, termasuk pemenuhan kebutuhan bibit jika ada target produksi yang jelas. ”Bahkan, masyarakat bisa turut serta membantu mengembangkan kedelai secara mandiri dengan polybag,” katanya.
Menanggapi hal ini, Gubernur Sulut Olly Dondokambey berterima kasih atas komitmen Menteri Pertanian. Ia berharap, Sulut nantinya tidak harus membeli kedelai dari luar daerah, dan justru menjadi produsen. ”Apalagi, kedelai tidak butuh sampai 100 hari untuk dipanen, asalkan cuaca bagus,” katanya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia secara konsisten mengimpor lebih dari 2 juta ton kedelai dari beberapa negara selama lima tahun terakhir. Pada 2019, impor kedelai mencapai 2,67 juta ton. Sebanyak 2,51 juta ton diimpor dari Amerika Serikat. Adapun produksi kedelai dalam negeri selama 2015-2018 tak pernah melebihi 982.598 ton.
Di masa pandemi Covid-19 ini, industri rumah tangga yang memanfaatkan kedelai sebagai bahan baku turut terdampak. Frencis Tumilantouw (38), pemilik pabrik tahu di Tondano Timur, Kabupaten Minahasa, mengatakan, Covid-19 melambungkan harga sekarung kedelai 50 kg dari Rp 350.000 menjadi Rp 400.000-Rp 500.000.
Menurut dia, semua kedelai dibeli dari salah satu distributor di Manado. Semua kedelai diimpor dari Amerika Serikat. ”Pada saat yang sama, produksi kami berkurang karena permintaan menurun. Biasanya, dalam sehari kami olah enam karung 50 kg kedelai menjadi 14.400 biji tahu berbentuk persegi. Sekarang menurun karena sekolah dan kantor tutup, aktivitas di pasar juga berkurang,” kata Frencis.