Transmisi lokal Covid-19 sudah terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Meski demikian, pembatasan sosial berskala besar belum akan diajukan pemerintah setempat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS—Penularan lokal atau local transmission Covid-19 sudah terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Meski demikian, pembatasan sosial berskala besar atau PSBB belum akan diajukan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut data Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), hingga Rabu (22/4/2020), tercatat ada 75 kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Dari jumlah tersebut, telah dilakukan penyelidikan epidemiologi dan contact tracing terhadap 71 kasus.
Hasilnya, sebanyak 51 kasus merupakan kasus dengan riwayat perjalanan dari luar DIY, atau zona merah lainnya, termasuk luar negeri. Selain itu, terdapat temuan 10 kasus di antaranya yang menularkan kepada 12 kasus baru.
Penularan tersebut disebut penularan dari generasi pertama (G1) ke generasi kedua (G2). Kondisi ini terjadi di semua kabupaten dan kota di DIY. Penularan kepada generasi ketiga (G3) juga sudah ada, tetapi tidak disebutkan kasus tersebut terjadi di mana. Hanya disebutkan tiga kasus penularan G3.
“Dari data ini, bisa dilihat bahwa sudah ada transmisi (penularan) lokal tetapi belum meluas. Indikasi ke arah sana sudah mulai terlihat. Kita perlu berhati-hati. Kalau itu meluas, itu yang perlu jadi perhatian,” kata ahli epidemiologi yang juga koordinator Tim Respons Covid-19 Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad, di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta (BPBD DIY), Yogyakarta, Rabu (22/4/2020).
Selain itu, ada juga sebanyak lima kasus yang tertular tanpa diketahui asal penularannya. Salah satu kasusnya terjadi pada seorang ibu rumah tangga yang mobilitasnya tidak luas.
“Kita asumsikan, mereka tidak punya mobilitas banyak. Jejaring sosial juga sangat kecil. Dia bisa tertular dari lingkungannya sendiri yang tidak tahu orang (pihak yang menularkan) itu sakit atau tidak. Itu yang jadi indikasi sudah ada penularan cukup meluas tetapi kita tidak tahu dari mana,” jelas Riris.
Wakil Ketua Sekretariat Gugus Tugas Percepatan Penenganan Covid-19 DIY, Biwara Yuswantana, mengungkapkan, kendati penularan lokal sudah terjadi, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) belum menjadi opsi bagi Pemda DIY. Pihaknya senantiasa menerima masukan dari berbagai kalangan. Masukan-masukan tersebut akan menjadi pertimbangan penanganan Covid-19 di DIY.
Kendati penularan lokal sudah terjadi, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) belum menjadi opsi bagi Pemda DIY.
“Kami terus mencermati dan mengkaji sehingga kemudian akan mengetahui seperti apa peta kondisi penyebaran Covid-19 di DIY ini. Hal itu kemudian untuk mengambil langkah lebih lanjut. Informasi yang masuk jadi pembahasan bagi pengambil kebijakan untuk menyikapi data baru tersebut,” ujar Biwara.
Sementara itu, Riris mengungkapkan, demi mencegah semakin meningkatnya angka penularan lokal, Pemda DIY perlu meningkatkan kapasitas penapisan kesehatan. Apabila kapasitas diagnosis masih terbatas, pemisahan orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), dan pasien dalam pengawasan (PDP), harus bisa benar-benar diterapkan. Pembatasan fisik menjadi cara yang paling ampuh mencegah lonjakan angka penularan.
Riris sempat membuat permodelan penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia. Permodelan tersebut mengambil contoh wilayah perkotaan dengan mobilitas penduduknya yang tinggi. Intervensi berupa pembatasan fisik, atau karantina mandiri, yang disertai peningkatan kapasitas penapisan kesehatan hingga 10 kali lipat dari sebelumnya mampu mereduksi potensi penularan hingga 10 persen.
Riris juga menilai, PSBB bukan jawaban menekan angka pertumbuhan kasus apabila tidak disertai upaya pengawasan ketat. Kesadaran masyarakat perlu timbul secara mandiri untuk melakukan isolasi atau karantina masing-masing. Tanpa hal tersebut, PSBB pun tidak akan efektif menekan angka penyebaran Covid-19.
“Yang harus dilakukan adalah secara konsisten mengingatkan orang-orang agar tetap peduli social distancing. Itu akan menjadi lebih efektif. Social distancing dilakukan sukarela bukan dipaksa,” kata Riris.