Ekonomi Kian Terpuruk, Pedagang Kecil Tak Bisa Tinggal di Rumah
Wabah Covid-19 yang kini semakin meluas dan menelan banyak korban nyawa tidak menyurutkan niat para pedagang kecil untuk berjualan di pasar tradisional. Mereka harus terus berjualan demi menyambung hidup.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Wabah Covid-19, yang kini semakin meluas dan menelan banyak korban nyawa, tidak menyurutkan niat para pedagang kecil untuk berjualan di pasar tradisional. Mereka berjualan untuk menopang kehidupan ekonomi keluarga yang semakin terpuruk. Pemerintah perlu hadir memberikan sosialisasi mengenai cara pencegahan penyebaran virus, seperti menjaga jarak dan mengenakan masker.
Pantauan Kompas di Pasar Mardika, Kota Ambon, Maluku, pada Selasa (21/4/2020), jalanan yang membelah pasar itu ramai dengan kendaraan. Lapak-lapak jualan bahan kebutuhan pokok juga diisi pedagang, meski tidak semuanya. Sementara, pengunjung pasar tampak lebih sedikit dibandingkan hari-hari sebelumnya.
”Sekarang ini barang yang laku dijual sedikit sekali. Tetap berjualan saja kami mulai sulit penuhi kebutuhan keluarga, apalagi kalau kami tidak jualan. Jadi, jangan larang pedagang kecil untuk jualan. Siapa yang tanggung biaya hidup kami?” ujar Usman (55), pedagang sayur yang telah berjualan di Pasar Mardika sejak tahun 1990 itu.
Saat ditemui sekitar pukul 13.00 WIT, sayuran di lapak Usman masih menumpuk, seperti kelor, sawi, kecamba, kangkung, dan bayam. Banyak juga yang sudah layu. Biasanya, pada jam-jam itu, sayuran yang ia beli langsung dari kebun petani pada pukul 04.00 sudah ludes. ”Biasanya, satu hari saya bisa dapat Rp 1 juta. Hari ini, yang laku terjual baru Rp 200.000. Yang langganan dengan saya tidak muncul lagi di pasar,” ujarnya.
Cerita lain dialami La Alwi (51), penarik becak yang beroperasi di Pasar Mardika. Ia biasa mengakut barang pedagang dari terminal ke dalam pasar dan mengangkut belanjaan pembeli. Sejak pandemi Covid-19 merebak, penghasilannya juga ikut anjlok. Dalam satu hari, ia yang biasanya mendapat Rp 100.000 sampai Rp 150.000, kini berkurang menjadi hanya Rp 50.000.
Kendati menyadari bahaya Covid-19, Alwi tetap bekerja. Ia hanya mengandalkan satu masker kumal yang dipakainya selama sepekan terakhir. Selain memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, ia juga harus membayar sewa kos Rp 500.000 per bulan. ”Kalau saya tidak mencari uang, berarti saya bisa mati lapar dan bisa diusir tuan kos,” katanya.
Kendati banyak pedagang dan buruh di pasar mengenakan masker, banyak juga yang tampak tidak peduli. Ada yang mengaku terganggu jika menggunakan masker. Kondisi itu justru membuat pembeli enggan masuk ke pasar itu. ”Banyak pedagang tidak tertib. Pembeli bisa tinggalkan pasar ini. Pemerintah perlu hadir memberikan sosialisasi dengan pendekatan yang tepat,” kata Rita Lekatompessy, pembeli.
Berulang kali sosialisasi mengenai bahaya virus korona baru disampaikan oleh aparat TNI, Polri, maupun petugas kesehatan kepada pedagang dan pengunjung pasar. Pada pekan lalu, Pemerintah Kota Ambon bahkan sempat membagi-bagikan masker khusus kepada pedagang. Masker yang sebelumnya langka, kini mulai banyak beredar di pasaran dengan harga terjangkau.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Maluku Sartono Pinning mengatakan, pemerintah mulai menerapkan jaring pengaman sosial, yakni pemberian bahan pokok. Di Maluku, tercatat sebanyak 103.239 keluarga penerima manfaat. Dalam satu bulan, terhitung sejak April hingga Desember 2020, satu keluarga mendapatkan Rp 200.000. Bantuan tersebut bersumber dari APBN.
Menurut Sartono, provinsi dan kabupaten/kota juga menyiapkan program tambahan. Sumber anggaran ditanggung provinsi sebanyak 20 persen dan sisanya kabupaten/kota.
”Saat ini masih menunggu data tambahan sekitar 73.000 keluarga. Kabupaten/kota masih melengkapi data. Prosesnya terkendala sistem jaringan internet,” katanya.