Pemda DIY Minta Warga Tetap di Rumah, Kerumunan Masih Terjadi
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta meminta warga tetap berada di rumah selama masa pandemi Covid-19 demi menekan angka penularan. Masih ada sekelompok warga yang terpantau tidak menerapkan pembatasan fisik.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta meminta warga tetap berada di rumah selama masa pandemi Covid-19 demi menekan angka penularan. Masih ada sekelompok warga yang terpantau tidak menerapkan pembatasan fisik. Penertiban kerumunan terus berlangsung.
”Kita lihat, di beberapa kalangan, menjaga jarak sudah menjadi protokol yang mereka laksanakan. Namun, kita masih melihat beberapa kelompok masyarakat yang tampaknya belum disiplin pada protokol. Padahal, ini kunci keberhasilan kita,” kata Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta (Sekda DIY) Kadarmanta Baskara Aji, di Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kota Yogyakarta, Senin (20/4/2020).
Berdasarkan pantauan, Minggu (19/4/2020), sebagian warga masih tampak berkerumun di titik-titik keramaian Yogyakarta, seperti Tugu Yogyakarta, Malioboro, dan Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Kondisi seperti itu biasanya terjadi pada pagi dan malam hari. Ada yang berolahraga dengan bersepeda, ada pula yang sekadar nongkrong.
Aji mengungkapkan, keramaian tersebut juga dapat ditemukan di beberapa pasar tradisional. Ada beberapa warga yang tidak menjaga jarak dan tidak mengenakan masker. Terdapat pula warga yang jarang mencuci tangannya.
”Kami minta masyarakat membantu dengan tidak melakukan perjalanan, pertemuan-pertemuan, dan menjaga jarak tidak boleh berkumpul dalam acara apapun,” ucap Aji.
Total ada sekitar 700 kerumunan yang sempat dibubarkan di tengah kondisi pandemi ini.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DIY Noviar Rahmad mengungkapkan, penertiban kerumunan sudah dilakukan sejak 13 April 2020. Total ada sekitar 700 kerumunan yang dibubarkan di tengah kondisi pandemi ini. Operasi tersebut digelar bersama dengan aparat dari kepolisian dan TNI. Adapun operasi tersebut bertujuan agar masyarakat menerapkan pembatasan fisik atau physical distancing demi mencegah potensi penularan.
Noviar menambahkan, pihaknya tak menampik masih banyak masyarakat yang tidak melaksanakan anjuran pembatasan fisik tersebut kendati penertiban-penertiban sudah dilakukan. Penertiban tersebut bakal berlangsung hingga masa tanggap darurat penanganan Covid-19 selesai.
”Mungkin, nanti kami akan buat per tiga jam. Bisa saja setiap tempat kami datangi setiap tiga jam untuk ditertibkan,” kata Noviar.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi juga meminta agar masyarakat tidak terlena dengan kasus sembuhnya pasien Covid-19. Potensi penularan masih bisa terjadi sehingga masyarakat diminta tetap waspada.
Salah satu upaya pencegahan pembatasan fisik itu dilakukan dengan membatasi jam buka pasar tradisional. Sebagian besar pasar tradisional hanya beroperasi hingga pukul 12.00. Hanya satu pasar yang boleh beroperasi 24 jam, yakni Pasar Induk Giwangan.
”Perbedaan jam tutup karena karakter pasar yang berbeda-beda hingga barang jualan yang berbeda, serta mengatur agar terjadi sebaran pembeli. Tidak menumpuk di pasar tertentu dan di jam tertentu,” kata Heroe.
Heroe mengungkapkan, protokol Covid-19 juga berupaya diterapkan di pasar. Semua pihak yang beraktivitas di pasar diwajibkan untuk mengenakan masker dan cuci tangan sebelum memasuki lorong pasar. Pembatas lorong pasar dan batas antrean pembeli juga disediakan di setiap lapak. Pedagang pun turut diminta mengenakan sarung tangan.
”Itu dilakukan karena saat ini masih terlihat beberapa pasar ramai dikunjungi pembeli sehingga terjadi kerumunan yang berpotensi terjadi penyebaran virus,” ucap Heroe.