Aneka Langkah untuk Melawan Musuh Bersama di Ciayumajakuning
Wabah Covid-19 sungguh tak mengenal batas wilayah, birokrasi, apalagi ego sektoral pemerintah daerah. Warga mana pun bisa terjangkit, termasuk pantai utara Jawa Barat. Irama senada langkah pemda mutlak dibutuhkan.
Wabah Covid-19 sungguh tak mengenal batas wilayah, birokrasi, apalagi ego sektoral pemerintah daerah. Warga mana pun bisa terjangkit, termasuk pantai utara Jawa Barat. Irama senada langkah pemda mutlak dibutuhkan.
Hingga Senin (13/4/2020) siang, kasus positif Covid-19 terbanyak tercatat di Kabupaten Cirebon dan Kuningan, masing-masing tiga orang. Majalengka, Indramayu, dan Kota Cirebon masing-masing satu kasus positif. Tak ada daerah di kawasan Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) yang luput dari Covid-19.
Adapun jumlah orang dalam pemantauan terkait Covid-19 yang masih dipantau dinas kesehatan di Ciayumajakuning lebih dari 700 orang. Sebanyak 343 orang di antaranya berasal dari Indramayu. Hampir seluruhnya warga perantau yang pulang kampung. Di Kuningan misalnya, jumlah warga perantau yang pulang kampung berkisar 50.000 orang. Di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, lebih dari 800 pekerja migran Indonesia juga pulang.
”Beban” Covid-19 kini tengah ramai di daerah. Tak ada larangan mudik dari pemerintah pusat, pemda pun berkreasi sendiri. Tepat saat Presiden Joko Widodo menerbitkan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Selasa (31/3), keluar pula Surat Edaran Bupati Kuningan Nomor 443.1/1095/BPBD tentang Pelaksanaan Karantina Wilayah Parsial (KWP) di Kabupaten Kuningan.
Seluruh akses keluar masuk desa/kelurahan dan beberapa ruas jalan protokol ditutup dari pukul 20.00 hingga pukul 06.00. Belakangan, waktu KWP diperpanjang dari pukul 18.00 hingga pukul 06.00. Kebijakan itu berlaku mulai Rabu (1/4) hingga waktu yang belum ditentukan. Aturan ini tidak mengikat bagi penjual kebutuhan pokok, angkutan logistik, bahan bakar minyak, air dalam kemasan, serta pelaku pasar tradisional atau modern.
Ketentuan itu juga tak berlaku bagi tenaga medis, farmasi, dan sukarelawan Covid- 19. Jika ada kebutuhan mendesak, warga akan dikawal petugas melintasi daerah itu. ”Ini cara paling efektif mencegah penyebaran virus korona baru. Ini untuk kebaikan bersama. Mari berbesar hati,” kata Bupati Kuningan Acep Purnama.
Jaga perbatasan
Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kuningan bahkan menjaga wilayah perbatasan sejak 25 Maret lalu. Terdapat lima titik posko, yakni Sampora, Cipasung, Mekarjaya, Cibingbin, dan Mandirancan. Warga yang pulang kampung , saat melintasi perbatasan akan didata, menjalani pemeriksaan suhu tubuh, dan mencuci tangan dengan sabun. Jika ditemukan suhu tubuh 38 derajat celsius ke atas, mereka akan dibawa ke puskesmas terdekat.
Petugas juga menyemprotkan disinfektan pada setiap kendaraan. Tidak hanya itu, hampir setiap desa memeriksa pendatang di jalur keluar masuk desa. Di Desa Manis Kidul, misalnya, setiap pemudik harus mencuci tangan, menjalani pengukuran suhu tubuh, dan kendaraannya disemprot disinfektan. Mereka juga diminta tak keluar rumah selama 14 hari seperti yang tertera di surat pernyataan.
Kepala Desa Manis Kidul Maman Sadiman meminta warga di perantauan agar tidak mudik atau pulang kampung. ”Namun, mereka tidak memiliki lagi pekerjaan di perantauan. Warga juga khawatir terkena virus korona karena kasus terbanyak di Jakarta dan sekitarnya. Dari sekitar 1.000 warga perantau, setengahnya memilih mudik,” katanya.
Setelah berembuk dengan warga, pemerintah desa bersepakat memanfaatkan dana pendapatan asli desa (PADes) Rp 2,45 miliar dalam setahun untuk mengantisipasi Covid-19. Dana itu, antara lain, untuk membagikan beras masing-masing 10 kilogram kepada sekitar 2.000 keluarga kurang mampu. Dengan begitu, perantau yang baru datang tak perlu pusing mencari makan dan diminta tetap di rumah.
PADes yang berasal dari tempat wisata Ikan Dewa Cibulan, khas Kuningan, itu rencananya digunakan mengembangkan wisata Cibulan. Maman belum memikirkan cara memanfaatkan dana desa untuk Covid-19 karena khawatir akan bermasalah secara administratif. Ketika pemda masih membicarakan realokasi anggaran, Desa Manis Kidul sudah mengeksekusinya.
Pemeriksaan dan pendataan di perbatasan juga mulai dilakukan Pemerintah Kabupaten Majalengka sejak 5 April lalu. ”Kalau pendataan dilakukan door to door, pasti memakan waktu dan tenaga. Makanya, pemeriksaan pemudik terkonsentrasi di 11 posko pintu masuk Majalengka,” kata Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Majalengka Eman Suherman.
Namun, di tingkat desa, pemudik hanya diimbau segera melapor aparat setempat. Tak ada pemeriksaan dan patroli yang memastikan mereka menjalankan karantina 14 hari. Hal serupa tampak di Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, dan Indramayu yang belum memperketat penjagaan di perbatasan daerah.
Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis berjanji memperketat pengawasan kepada warga yang datang dari luar kota dan yang ingin ke luar kota setelah seorang pasien positif Covid-19 meninggal. Perempuan lansia asal Kelurahan Panjunan itu diketahui datang dari Jakarta dan kontak dengan keluarganya asal Bali.
Sementara itu, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon Nanang Ruhyana mengatakan, pihaknya tidak menerapkan karantina wilayah parsial seperti Kuningan karena jumlah pemudik Cirebon tidak sebesar Kuningan. Pemudik yang datang diminta melapor ke aparat setempat.
Adapun Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Indramayu Deden Bonni Koswara mengakui, imbauan isolasi mandiri 14 hari belum seluruhnya dilaksanakan warga yang balik kampung. ”Mereka menganggap penyebaran Covid-19 biasa saja. Butuh bantuan tokoh agama, masyarakat, sukarelawan, dan organisasi masyarakat,” katanya.
Langkah bersama
Demi penanggulangan Covid-19, pemda di Ciayumajakuning perlu merumuskan langkah strategis bersama. Misalnya, pendataan pemudik pada setiap perbatasan daerah hingga mencari jalan keluar sarana dan prasarana medis Covid-19 yang tak memadai. Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon Edy Sugiarto mengatakan, ventilator (alat bantu pernapasan) di Ciayumajakuning kurang dari 50 alat.
Padahal, alat itu sangat dibutuhkan saat pasien gawat. ”Jadi, kalau kondisi kritis, pasien yang terselamatkan kurang dari 50 orang. Dokter spesialis paru juga kurang,” katanya. Di RSD Gunung Jati, Kota Cirebon, rujukan utama pasien Covid-19 di Ciayumajakuning, hanya punya satu dokter spesialis paru aktif. Dokter lain memasuki masa pensiun dan satu lagi cuti hamil.
Begitupun RS Paru Sidawangi di perbatasan Kuningan- Cirebon. ”Kami punya tiga dokter spesialis paru. Namun, satu dokter punya jabatan struktural, sementara dua lainnya dokter tamu yang datang dua kali seminggu. Perlu kerja sama dengan rumah sakit lain,” kata Lucya Agung Susilawati, Direktur RS Paru Sidawangi.
Kolaborasi melawan wabah pernah dilakukan Sunan Gunung Jati di Ciayumajakuning sekitar abad ke-15. Budayawan Cirebon, Raffan S Hasyim, mengatakan, wabah penyakit itu bermula di Masjid Agung Sang Cipta Rasa. ”Kalau terkena wabah penyakit yang belum diketahui namanya itu pagi hari, korban meninggal sore hari,” katanya.
Sunan Gunung Jati meminta kerabat keraton bertafakur di masjid. Jelang subuh, Nyi Gede Pancuran, istri Sunan Gunung Jati, mengajak enam orang mengumandangkan azan. Seketika, suara azan dari tujuh orang itu menghancurkan tubuh Megananda, penyebar wabah, yang bersembunyi di kubah masjid.
Hingga kini, tradisi itu dikenal dengan sebutan adzan pitu di Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Azan itu masih berkumandang setiap Jumat. Kini, wabah Covid-19 jadi musuh bersama pemimpin daerah di Ciayumajakuning. Sejarah telah mengajarkan, kerja sama bisa mengalahkan wabah. (Abdullah Fikri Ashri)