Sejumlah perusahaan di Magelang, Jawa Tengah, sudah mulai melakukan pemutusan hubungan kerja dan perumahan karyawan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Selama 1-11 April 2020, sebanyak 4.609 buruh atau karyawan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengalami pemutusan hubungan kerja atau dirumahkan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Hal ini terjadi seiring dengan munculnya wabah Covid-19 yang saat ini mulai mengguncang aktivitas ekonomi di berbagai sektor.
Dari 4.609 orang tersebut, sebanyak 563 orang di antaranya menganggur karena telah menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 4.046 orang sisanya dirumahkan hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Produktivitas Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Magelang Supono mengatakan, data korban PHK dan jumlah karyawan yang dirumahkan ini berasal dari laporan puluhan perusahaan, antara lain pabrik kayu lapis, tekstil, armada angkutan umum, hotel, hingga unit usaha nonformal, seperti toko atau salon.
Pengurangan karyawan di masa seperti sekarang memang menjadi hal yang sulit untuk dihindari. ”Saat ini, rata-rata perusahaan di Kabupaten Magelang sudah mengurangi aktivitas dan volume produksi hingga 50 persen dibandingkan dengan biasanya,” ujar Supeno, Senin (20/4/2020).
Total perusahaan di Kabupaten Magelang, mulai dari skala kecil hingga besar, mencapai 366 perusahaan. Kebanyakan perusahaan yang terguncang tersebut masih menjalankan usaha, tetapi ada pula yang tutup.
Saat ini, rata-rata perusahaan di Kabupaten Magelang sudah mengurangi aktivitas dan volume produksi hingga 50 persen dibandingkan dengan biasanya.
Satu hotel di Kecamatan Borobudur terpaksa merumahkan karyawan karena tak beroperasi sementara waktu. ”Hotel yang mayoritas pengunjungnya adalah tamu asing tersebut terpaksa ditutup karena sebulan ini sama sekali tidak ada kunjungan,” kata Supeno.
Sugiarto, supervisor di Homestay Borobudur di Dusun Ngaran, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, mengatakan, sejak awal April, Homestay Borobudur tidak menerima pesanan kamar. Sejak itulah, karyawan pun diminta masuk bergantian sebatas menjalankan tugas piket untuk membersihkan kamar dan halaman.
Homestay Borobudur merupakan bagian dari unit usaha Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Borobudur. Total karyawan di Homestay Borobudur dan Balkondes Borobudur berjumlah 25 orang.
Jika pada Mei kondisi belum berubah dan belum bisa menerima tamu, semua karyawan akan diminta tinggal di rumah, tanpa digaji, dan hanya akan diminta kembali bekerja saat kegiatan operasional kembali berjalan.
Darisman (37), salah seorang warga Desa Borobudur yang sudah bekerja sebagai anggota staf dapur di Balkondes Borobudur, mengatakan, situasi saat ini membuat dirinya cemas. Sekalipun mendapatkan kepastian bahwa masih akan menerima gaji hingga bulan depan, dia pun resah karena saat ini restoran di balkondes sudah tutup dan dirinya hanya sebatas datang untuk menjalani tugas piket.
Khawatir akan kehilangan pekerjaan, dia pun mulai mencari-cari pekerjaan lain. ”Mungkin ini waktunya saya kembali mencari kerja sebagai buruh bangunan lagi,” ujarnya.
Selain satu hotel tersebut, puluhan perusahaan yang saat ini sangat terguncang adalah perusahaan dengan fokus pemasaran produk ekspor atau perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor.
Kondisi itu membuat sebagian pelaku usaha di Jalan Pemuda tergerak membantu warga lain yang kesusahan karena terdampak Covid-19. Rusmin Kusen, salah seorang anggota dari kelompok masyarakat Jalan Pemuda, mengatakan, selama 5-30 April, pihaknya berencana membagikan 300-400 nasi kotak per hari.
”Jika memang kondisinya belum membaik, program pembagian nasi kotak ini mungkin akan kami perpanjang,” ujarnya.