Sekelompok pembalak menjarah Hutan Lindung Bukit Tinjau Limau di Kabupaten Sarolangun. Mereka beraksi di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Pandemi korona tak praktis menghentikan beragam aktivitas ilegal dalam hutan. Malahan penerapan masa bekerja dari rumah dimanfaatkan jaringan pembalak liar untuk beraksi.
Sebulan terakhir, sekelompok pembalak menjarah Hutan Lindung Bukit Tinjau Limau di Kabupaten Sarolangun. ”Para pembalak memanfaatkan situasi pandemi saat masyarakat bekerja di rumah saja untuk mencuri kayu di hutan,” kata Misriadi, Kepala Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Limau Unit 7 Sarolangun, Minggu (19/4/2020).
Hampir 100 meter kubik kayu dicuri dari hutan lindung yang menyangga Taman Nasional Kerinci Seblat tersebut. Sebagian besar kayu menumpuk di lokasi pengumpulan kayu (logpond). Baru dua truk yang diketahui membawa keluar hasil curian itu dan langsung ditindak aparat.
Dalam perjalanan kedua truk yang membawa 71 balok kayu melintasi Desa Pelawan, Kecamatan Singkut, Sarolangun, pekan lalu, tim gabungan mencegat. Tim terdiri dari petugas KPHP Limau Unit 7 Sarolangun bersama Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Harimau Jambi, Seksi Wilayah II, serta Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan Sumatera.
Para pembalak memanfaatkan situasi pandemi, saat masyarakat bekerja di rumah saja, untuk mencuri kayu di hutan
Kedua sopir tak dapat menunjukkan legalitas kayu. Mereka pun ditahan dan diperiksa. Sementara seluruh kayu dititipkan ke Markas Kepolisian Resor Sarolangun sebagai barang bukti. ”Penyidik SPORC Brigade Harimau akan melanjutkan penyidikan,” kata Eduward Hutapea, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera.
Sementara itu, dalam rilisnya, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani mengingatkan agar pelaku kejahatan lingkungan dan kehutanan jangan melakukan kejahatan di tengah pandemi Covid-19. Pengawasan akan terus dilakukan. Hal ini mengingat besarnya dampak kerugian akibat perusakan hutan terhadap lingkungan, masyarakat, dan negara. Kasus tersebut akan terus dikembangkan.
Lebih lanjut dijelaskan Misriadi, aktivitas pembalakan liar dalam hutan lindung itu diketahui baru sebulan terakhir. Jaringan pembalak sebelumnya beraktivitas di kawasan hutan negara di wilayah Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Untuk membalak dalam Hutan Lindung Bukit Tinjau Limau, menurut Misriadi, tidaklah mudah. Dari desa terdekat menuju lokasi pembalakan berjarak lebih dari 70 kilometer jauhnya. Apalagi, topografi hutan sangat curam. Untuk membawa hasil curian, seluruh kayu dirakit dan dialirkan melalui sungai dengan menempuh perjalanan dengan perahu selama dua hari.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Pemberantasan Perusakan Hutan, kedua sopir dapat terjerat sejumlah pasal, yakni Pasal 12 Huruf e, Pasal 16, Pasal 83 Ayat 1 Huruf b, dan Pasal 88 Ayat 1 Huruf a. Orang perseorangan yang dengan sengaja mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan terancam pidana paling singkat 1 tahun penjara dan paling lama 5 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar.