Surabaya agar Terapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dengan 250 kasus dari 522 kasus warga positif virus korona dan 25 kematian dari 48 kasus kematian di Jatim, Surabaya perlu segera memberlakukan pembatasan sosial berskala besar.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, sebaiknya segera mengusulkan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar kepada Menteri Kesehatan. Ibu kota Jawa Timur ini dianggap telah memenuhi kriteria PSBB dari sisi jumlah warga positif terjangkit virus korona galur baru sampai yang meninggal serta sebarannya.
Kasus warga positif terjangkit virus korona di Surabaya diketahui dan diumumkan pertama kali pada Selasa (17/3/2020). Saat itu Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengumumkan ada enam warga Surabaya dan dua warga Malang Raya positif virus korona. Tepat sebulan kemudian, berdasarkan data pada Jumat (17/4/2020) sampai pukul 19.30 WIB, di Surabaya tercatat 250 warga positif virus korona dan 25 orang di antaranya meninggal.
Menurut data http://www.infocovid19.jatimprov.go.id/, kenaikan jumlah kasus sebulan terakhir di Surabaya sebanyak 244 orang. Rerata harian, 8 warga Surabaya kena virus korona. Jumlah kematian 25 orang dalam sebulan terakhir setara dengan hampir satu warga meninggal setiap hari akibat virus korona. Perbandingan kasus kematian dan positif 1:10 sehingga fatalitas virus korona di Surabaya 10 persen.
Di Jatim, tercatat 522 warga terkena virus korona dengan rincian meninggal 48 orang, dirawat 378 orang, dan sembuh 96 orang. Dari data ini, kasus positif dan kematian di Surabaya separuh dari Jatim. Perbandingan kematian 25:48, sedangkan kasus positif 250:522.
Ketua Rumpun Tracing Satgas Covid-19 Jatim Kohar Hari Santoso mengatakan, di Surabaya setidaknya ada lima kluster penularan virus korona. Di Jatim, tercatat 27 kluster penularan. Kluster penularan di Surabaya, antara lain, tim medis yang terpapar terlebih dahulu, Asrama Haji Sukolilo, Pasar Kapasan, dan Pusat Grosir Surabaya.
”Potensi penularan masih tinggi,” kata Kohar, mantan Kepala Dinas Kesehatan Jatim yang kini menjabat Direktur RSUD Dr Saiful Anwar, Malang.
Seandainya semua masuk rumah sakit, ketersediaan fasilitas tak akan mampu lagi. (Joni Wahyuhadi)
Ketua Rumpun Kuratif Satgas Covid-19 Jatim Joni Wahyuhadi mengatakan, kenaikan jumlah kasus di Surabaya amat signifikan dan telah melampaui ketersediaan sarana fasilitas kesehatan penanganan pandemi.
”Seandainya semua masuk rumah sakit, ketersediaan fasilitas tak akan mampu lagi,” kata Joni yang menjabat Direktur RSUD dr Soetomo, Surabaya. RSUD dr Soetomo, RS Saiful Anwar Malang, dan RSUD Dr Soedono Madiun adalah tiga rumah sakit rujukan utama di Jatim untuk penanganan pasien virus korona.
Sebelumnya, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Luki Hermawan, dan Panglima Kodam V/Brawijaya Mayor Jenderal Wisnoe Prasetja Boedi berpandangan, pemberlakuan PSBB layak untuk Surabaya. Namun, keputusan untuk pengajuan status itu ada di tangan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Peningkatan jumlah kasus warga terjangkit virus korona di Surabaya bisa diduga salah satunya terkait dengan belum adanya pengetatan dan pembatasan aktivitas warga. Pada 19 akses dari dan ke Surabaya sempat dilaksanakan pemeriksaan ketat terhadap siapa saja yang melintas. Namun, pantauan empat hari terakhir, pemeriksaan ketat tak lagi ada.
Di kawasan industri SIER dan akses utama dekat Bundaran Waru ke Jalan Ahmad Yani dan Jalan Frontage Ahmad Yani, perbatasan Surabaya-Sidoarjo, kendaraan bebas melenggang. Penutupan jalan akan ada di 19 titik perbatasan Kota Surabaya-Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik termasuk di Jalan Raya Darmo dan Jalan Tunjungan.
Lebih ketat
Tim pemerintah dan aparatur sebenarnya terus bahu membahu menangani wabah. Surabaya menyediakan tempat cuci tangan dengan sabun, bilik sterilisasi, membagikan cairan pembersih, masker, hingga makanan minuman untuk imunitas tubuh. Tim terpadu patroli dan membubarkan kerumunan. Beberapa kedai kopi ditutup sementara setelah ada konsumen yang positif dalam tes cepat di lokasi.
Namun, segala upaya itu belum mampu membendung penularan virus korona. Untuk itu, PSBB patut menjadi pertimbangan segera bagi Surabaya guna mengusulkan dan memberlakukannya jika disetujui.
Tim gabungan dari Pemerintah Kota Surabaya bersama Polrestabes Surabaya dan TNI semakin gencar menggelar patroli skala besar sebagai upaya preventif untuk menekan penyebaran Covid-19. Patroli gabungan dilakukan dengan sasaran kafe, warung kopi, dan tempat yang biasa digunakan nongkrong masyarakat.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya Eddy Christijanto mengatakan, patroli gabungan yang menyasar ke semua wilayah di Surabaya ini ke depan bakal terus digelar. Tujuannya untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar sementara waktu tidak mengadakan kegiatan mengumpulkan banyak orang.
Upaya tersebut dilakukan untuk mengedukasi masyarakat supaya lebih berhati-hati lagi terhadap penyebaran Covid-19. Sebab, langkah terbaik untuk mencegah tertularnya virus itu adalah dengan saling menjaga jarak, mengurangi kumpul-kumpul, dan tetap tinggal di rumah.
Untuk mengurangi potensi penularan Covid-19 melalui transmisi lokal, Pemerintah Kota Surabaya meningkatkan pemeriksaan terhadap semua warga yang masuk ke wilayah tersebut. Warga yang masih beraktivitas diminta menjaga pembatasan fisik dan selalu mengenakan masker.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Surabaya, Senin (13/4/2020), mengatakan, pemeriksaan dilakukan di jalan raya, terminal, bandara, stasiun, dan pelabuhan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi penyebaran Covid-19. ”Pemeriksaan menjadi sangat penting untuk mengurangi transmisi lokal,” katanya.
Masih terkait pandemi, kata Khofifah, pihaknya akan mengubah alokasi sebagian anggaran dana desa menjadi bantuan langsung tunai. Yang diubah alokasinya senilai Rp 2,32 triliun dari Rp 7,65 triliun. BLT diperuntukkan bagi 1,286 juta rumah tangga miskin terdampak pandemi. Perubahan relokasi sesuai dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020 sebagai revisi regulasi Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa.
Menurut Khofifah, setiap keluarga akan memperoleh bantuan Rp 600.000 selama tiga bulan atau kurun April, Mei, dan Juni. Skemanya nontunai. Yang berhak menerima adalah keluarga miskin bukan penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), belum mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH), non-Kartu Prakerja yang kehilangan mata pencaharian, dan mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis.
Pendataan calon penerima bantuan ini dilaksanakan oleh tim sukarelawan desa dan akan divalidasi melalui musyawarah desa. Setelah itu ditandatangani kepala desa untuk kemudian diajukan pencairannya ke bupati.