Riwayat Pasien dan Protokol Kesehatan Jadi Celah Penularan di RSUP Dr Kariadi
Ada lonjakan tambahan kasus terkait tenaga kesahatan di RSUP Dr Kariadi, yakni 34 orang dinyatakan positif. Sebanyak 30 di antaranya merupakan dokter. Salah satu dugaan penyebab, informasi riwayat pasien kurang jelas.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sebanyak 30 dokter Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi Semarang dinyatakan positif Covid-19 setelah hasil pemeriksaan keluar pada Selasa (14/4/2020). Celah pada informasi riwayat pasien dan protokol kesehatan di rumah sakit diduga menjadi pemicu penularan virus terhadap tenaga kesehatan.
Direktur Utama RSUP Dr Kariadi, Agus Suryanto, saat menjawab pertanyaan wartawan melalui rekaman video, Jumat (17/4/2020), menjelaskan, ada 34 pegawai RSUP Dr Kariadi yang dinyatakan positif pada pemeriksaan itu. Rinciannya, 6 dokter spesialis, 24 dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), 2 fisioterapis, 1 perawat, dan 1 tenaga administrasi. Sebagian besar tanpa gejala. Di antara dokter, sebagian besar merupakan dokter bedah, yang diduga tertular dari pasien yang sedang dioperasi.
Dengan tambahan tersebut, hingga kini, secara akumulatif sejak akhir Januari, ada 57 pegawai RSUP Dr Kariadi yang dinyatakan positif Covid-19. Sebagian di antaranya telah sembuh atau dinyatakan negatif Covid-19.
Terkait lonjakan kasus berupa tambahan 34 pasien positif, Agus menuturkan, kasus itu secara umum terbagi dalam dua kelompok. Pertama, yakni dokter bedah, yang terdiri dari 15 dokter PPDS dan 4 dokter spesialis bedah saraf. Kedua, ialah 5 dokter PPDS untuk obstetri atau kandungan.
Pada kelompok pertama, para dokter tertular dari pasien bedah saraf. ”Pasien ini tak teridentifikasi dengan baik. Ternyata, orangtua pasien ini dinyatakan positif berdasarkan pemeriksaan serologi di daerah lain. Jadi, teridentifikasinya terlambat. Walau para dokter sudah di-swab, mereka tak mengisolasi mandiri dengan baik sehingga terjadi penularan di antara sejawatnya,” kata Agus.
Pada kelompok kedua, penularan diduga terkait pasien teridentifikasi positif Covid-19 yang hamil dan kemudian melahirkan dengan dioperasi. Agus menuturkan, para dokter sebenarnya sudah menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap dan memenuhi syarat. Terlebih, itu merupakan zona merah.
Pasien ini tak teridentifikasi dengan baik. Ternyata, orangtua pasien ini dinyatakan positif berdasarkan pemeriksaan serologi di daerah lain. Jadi, teridentifikasinya terlambat.
”Penelusuran kami tidak sampai ke causa karena itu perlu epidemiologi yang sangat mendalam. Namun, ada beberapa kemungkinan kelemahan yang perlu kami kaji. Kemungkinan, penularan terjadi saat pelepasan APD setelah operasi. Ini yang perlu kami tingkatkan (perbaiki),” ucap Agus.
Agus menuturkan, pihaknya tidak bisa mengatakan kalau pasien-pasien tersebut berbohong. ”Ada dua kemungkinan, yakni apakah itu memang sudah diidentifikasi secara detail (atau belum) atau memang pasiennya yang tidak memberikan informasi dengan baik,” katanya.