Laboratorium di Aceh Difungsikan, Deteksi Kasus Dipercepat
Uji ”swab” pasien Covid-19 dari Provinsi Aceh kini tidak perlu lagi dilakukan di Jakarta. Sejak Kamis (16/4/2020), laboratorium milik Kementerian Kesehatan di Kabupaten Aceh Besar mulai difungsikan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
JANTHO, KOMPAS — Uji swab pasien terkait Covid-19 di Provinsi Aceh kini tidak perlu lagi dilakukan di Jakarta. Sejak Kamis (16/4/2020), laboratorium milik Kementerian Kesehatan di Kabupaten Aceh Besar mulai difungsikan. Semakin cepat deteksi pasien positif diharapkan mempercepat pula upaya memutus rantai penularan.
Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah, saat meresmikan pengoperasian laboratorium, menuturkan, kini pengujian sampel swab semakin cepat. Sebelumnya, sampel swab dari Aceh dikirimkan ke Jakarta memakan waktu empat hari.
”Kini rentang kendali pengujian semakin singkat,” kata Nova.
Pengoperasian laboratorium itu dilakukan setelah reagen atau cairan pelarut untuk uji swab tiba di Aceh. Untuk tahap pertama, Aceh mendapatkan 80 paket reagen. Uji swab di laboratorium itu dilakukan bagi pasien yang diduga kuat terpapar virus korona jenis baru.
Hingga Kamis, di Aceh terdapat lima pasien positif Covid-19, empat di antaranya dinyatakan sembuh dan satu pasien meninggal. Adapun orang dalam pemantauan sebanyak 1.433 orang dan pasien dalam pengawasan 58 orang.
”Hari ini ada sampel swab yang akan diuji di sini. Saya berharap reagen ini tidak banyak terpakai artinya tidak banyak warga yang terpapar,” kata Nova.
Nova menuturkan, Aceh merencanakan melakukan rapid test terhadap 30.000 warga, tetapi alat rapid test yang tersedia baru 7.200 unit. Untuk saat ini, rapid test diprioritaskan terhadap para medis, pekerja di rumah sakit, dan warga yang diduga kuat terpapar korona.
Laboratorium itu didirikan pada Januari 2005, bagian dari pemulihan Aceh pascatsunami. Namun, pada 2013 dikembangkan menjadi penelitian kesehatan berbasis biomedis baik penyakit infeksi dan penyakit tidak menular.
Untuk mencegah penyebaran virus korona di Aceh, pihaknya mengawasi ketat orang yang masuk ke Aceh.
Nova mengatakan, untuk mencegah penyebaran virus korona di Aceh, pihaknya mengawasi ketat orang yang masuk ke Aceh. Di perbatasan Aceh-Sumatera Utara warga yang masuk ke Aceh diperiksa kesehatan. Aparatur sipil negara dilarang mudik dan tenaga kerja Indonesia yang pulang dari Malaysia wajib karantina.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh Hanif menuturkan, semua pasien Covid-19 di Aceh sembuh. Namun, peluang untuk kembali muncul kasus baru tetap terbuka karena pergerakan warga dari luar daerah masih terjadi. Untuk itu, Hanif mengingatkan warga Aceh untuk tetap menerapkan jaga jarak dan jaga kesehatan seperti imbauan pemerintah.
Sementara itu, menurut survei Pusat Riset dan Mitigasi Bencana Universitas Syiah Kuala terhadap tenaga medis disebutkan sebagian besar tenaga medis merasa belum mendapatkan perlindungan yang memadai. Alat pelindung diri masih minim dan masih ada penolakan dari warga terhadap para medis yang tangani pasien Covid-19.
Ketua Survei Pusat Riset dan Mitigasi Bencana Universitas Syiah Kuala Ichsan menuturkan, pemerintah harus menjamin ketersediaan alat pelindung diri seperti baju khusus dan masker standar.
”Pemerintah harus menjamin kesehatan mereka, asuransi kecelakaan kerja, dan jaminan hidup bagi keluarga yang ditinggalkan,” kata Ichsan.